12 October 2014

Dampingi Anak saat Gunakan Gawai

(Suara Merdeka – Halaman Teknologi 6 Oktober 2014)

Dampingi Anak saat Gunakan Gawai 

Peranti digital yang biasa disebut gadget atau gawai telah menjadi teman bagi banyak orang, baik pada saat bekerja maupun pada waktu senggang. Bahkan anak-anak kini telah menggunakan gawai seperti smartphone dan tablet sejak masih kecil, pada saat orang tuanya juga belum lama mengenal peranti tersebut.

Seringkali gawai menjadi solusi untuk menenangkan anak kecil yang umumnya aktif pada saat mereka sedang rewel, baik dengan menayangkan video secara online maupun dengan menggunakan berbagai permainan yang telah diunduh dari toko aplikasi.

Umumnya, upaya memanfaatkan gawai untuk menenangkan anak cukup berhasil. Tak heran bila cukup sering terlihat, pada saat keluarga sedang makan, anak tampak tenang melihat tayangan dalam gawai. Tidak ada kerewelan dan sang anak juga menjadi mudah disuapi jika sembari memainkan gawai.

Namun, ketergantungan pada gawai juga bisa menimbulkan persoalan tersendiri. Selain tidak kenal waktu tidur dan waktu belajar, kecenderungan untuk terikat pada gawai akan menimbulkan dampak negatif sosial bagi penggunanya, di antaranya ancaman pornografi.

Kejengkelan orangtua yang tidak dapat mengatur anaknya saat mereka sedang memegang gawai juga menjadi permasalahan yang mengganggu. Proses edukasi mengenai tanggung jawab anak di dalam keluarga juga menjadi tidak berjalan.

Perlu dilakukan langkah-langkah untuk mencegah dampak negatif semacam itu berjalan lebih jauh. Paling tidak, terdapat enam prinsip yang perlu dilakukan untuk pendampingan anak pengguna gawai.

Prinsip yang pertama adalah Friends of Mine atau orangtua menjadi teman anak yang dapat membicarakan topik-topik terkait. Bahkan, seringkali orangtua dituntut untuk dapat mengimbangi pengetahuan tentang gawai dan dunia digital agar bisa tetap saling terhubung satu sama lain.

Dengan begitu, anak menemukan teman diskusi di dalam keluarga dan bukan dengan orang-orang asing yang hanya ditemuinya di dunia maya. Namun, dibutuhkan kesediaan orangtua untuk mempelajari hal-hal yang baru, termasuk teknologi baru.