02 December 2017

Pembelajaran Kolaboratif Era Digital

(Suara Merdeka, Wacana Nasional, 2 Desember 2017)

SM-2_12_2017-Pembelajaran-Kolaboratif-Era-Digital

PERKEMBANGAN teknologi dengan kecepatan tinggi telah mengubah banyak aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal pembelajaran. Generasi millenial dan centennial yang lahir pada saat teknologi sudah berkembang membuat ponsel cerdas, komputer tablet, dan internet menjadi perangkat biasa yang digunakan sehari-hari.

Pemahaman tentang teknologi informasi dan komunikasi yang lebih cepat dibandingkan generasi sebelumnya membuat mereka terbiasa mencari jawaban tidak selalu dari orang yang lebih pintar atau lebih dewasa, namun melalui teknologi yang secara cepat dapat memberikan jawaban, seringkali lebih komprehensif.

Hal ini menuntut perubahan teknik pembelajaran yang sebelumnya berpusat pada guru atau dosen, menjadi berpusat pada siswa atau mahasiswa.

Meskipun konsep Student-centred learning (SCL) sudah muncul dua dekade yang lalu, penerapannya makin dimudahkan setelah keberadaan teknologi informasi. Dalam SCL, guru atau dosen merupakan dirigen dalam orkestra pencarian pengetahuan. Meskipun tidak mendominasi kelas, para pendidik menguasai gambar besar peta pencarian para siswanya.

Pemanfaatan model pembelajaran kolaboratif akan banyak membantu siswa dalam kecepatan dan kedalaman proses perolehan pengetahuan yang diinginkan. Penggunaan teknologi dalam pembelajaran kolaboratif akan menjadi katalisator dalam tujuan tersebut.

Melalui teknologi, siswa menjadi setara kedudukannya dalam hal kontribusi pengetahuan. Ketika terkoneksi dengan internet, mereka mendapatkan kesempatan yang sama untuk berbagi ide, informasi, pengalaman, dan kemampuan.

27 November 2017

Rumah untuk Alumni

(Suara Merdeka, Wacana Nasional, 27 November 2017)

SM-27_11_2017-Rumah-untuk-Alumni

“Meskipun teknologi sebagai media dalam menjembatani tujuan tersebut menjadi keniscayaan, teknologi yang dikembangkan harus mampu menciptakan nilai lebih bagi keduanya; tidak hanya sekadar menjadi alat hubung”

BAGI banyak orang, saat kelulusan adalah satu momentum paling berkesan. Namun, setelah wisuda berlalu dan karena kesibukan, tingkat kesulitan kembali ke tempat kuliahnya dahulu menjadi tinggi.

Untuk pengurusan dokumen, mereka bahkan harus mencari waktu khusus atau titip kepada teman yang masih kuliah. Berbagai hal yang dibutuhkan dari almameternya menjadi rumit dan mahal sehingga akhirnya diminimalkan.

Interaksi yang makin minimal seringkali menjadikan kampus terasa sebatas bagian dari masa lalu. Teknologi informasi yang berkembang seharusnya memungkinkan universitas menjadi rumah bagi alumni, terutama jika keduanya saling terkoneksi dengan masa depan.

Alumni dengan berbagai aktivitasnya memiliki banyak pengalaman yang dapat dibagikan kepada kampus dan adik-adiknya. Berbagai pengalaman baru dan pemikiran yang konstruktif bagi universitasnya acap muncul pada saat mereka bekerja. Namun, karena tidak terkoneksi, banyak hal baik hanya berhenti di pikiran dan hilang bersama waktu.

Hubungan antara keduanya umumnya baru terjalin lagi saat reuni dan menjelang akreditasi program studi atau perguruan tinggi. Padahal tingkat mobilitas alumni antarnegara yang makin tinggi akhir-akhir ini merupakan pengalaman berharga untuk dibagikan.

06 November 2017

Wayang Orang Ngesti Pandawa dan Teknologi

(Suara Merdeka, Wacana Nasional, 6 November 2017)

SM-6_11_2017-WO-Ngesti-Pandawo-dan-Teknologi

“Dengan potensi yang ada dan peluang pengembangan pasar, Ngesti Pandawa menggunakan dua strategi pemasaran dalam bentuk promosi ataupun edukasi”

LEBIH dari 50 persen penduduk Indonesia atau sekitar 132,7 juta jiwa merupakan pengguna internet. Jumlah netizen di negeri ini bahkan lebih besar dibandingkan jumlah penduduk sebagian besar negara di Asia. Hal ini tentunya menjadi pangsa pasar yang besar dan potensial bagi pemasaran produk dan jasa.

Meningkatnya pengguna internet, perkembangan teknologi, dan perubahan generasi, menuntut perubahan dalam pengelolaan bisnis. Dalam hal ini, pertunjukan kesenian tradisional yang kabarnya ditinggalkan anak muda juga harus bisa menyesuaikan dengan konsep pemasaran digital.

Pertunjukan Wayang Orang yang berlokasi di Taman Budaya Raden Saleh di Jalan Sriwijaya No 29 Semarang mungkin lebih beruntung dibandingkan Perkumpulan Wayang Orang sejenis di kota lain. Sebabnya, pentas masih diadakan secara rutin setiap Sabtu mulai pukul 20.00.

Meskipun jumlah penontonnya tidak pasti, kerap diadakan pertunjukan kolaboratif dengan institusi pendidikan, pemerintah, dan swasta. Sejumlah besar tiket terbeli oleh manajerial dan anggota keluarga institusi tersebut. Jika dana tidak mencukupi, terdapat dukungan dari pihak ketiga dan tambahan bunga dari dana abadi.

Satu keberuntungan yang paling penting dan merupakan modal yang besar adalah loyalitas dan semangat untuk pentas dari para pemain yang masih cukup besar meskipun honor terbilang kecil. Bahkan ada beberapa anak muda yang terlihat bergabung dalam beberapa kali pertunjukan.

Meskipun begitu, jumlah penonton yang tidak pasti harus dicarikan solusi. Terutama memanfaatkan teknologi yang sedang berkembang. Dalam Forum Group Discussion (FGD) dengan mahasiswa tingkat dua di Unika Soegijapranata, muncul informasi yang cukup mengejutkan setelah mereka menonton pertunjukan Ngesti Pandawa.

Mereka menyatakan ketertarikannya dengan pertunjukan Wayang Orang Ngesti Pandawa sehingga menyayangkan promosi yang tidak sampai ke anak muda. Mereka menyarankan penggunaan media sosial dalam merangkul anak muda.

Namun mereka mengaku tidak cukup memahami jalan cerita karena penggunaan bahasa Jawa serta tidak ada petunjuk atau narasi sebelum dan selama pertunjukan berlangsung. Mereka menyarankan untuk menambahkan narasi cerita dalam bahasa Indonesia ataupun bahasa asing yang ditayangkan melalui proyektor. Dengan demikian akan mempermudah penonton yang datang dari berbagai daerah atau negara lain.

Transaksi pembelian tiket yang tidak harus datang ke lokasi juga menjadi harapan mereka. Hal ini akan meningkatkan rasa aman telah memiliki tiket sebelum pelaksanaan pertunjukan. Berbagai gerbang pembayaran digital dapat digunakan untuk menjembatani kebutuhan tersebut melalui menggunakan kartu kredit ataupun transfer bank.

01 November 2017

Co-Creation dan Generasi Z

(Suara Merdeka, Wacana Nasional, 1 November 2017)

SM-01_11_2017-Co-Creation-dan-Generasi-Z

”Universitas generasi keempat dituntut untuk berperan sebagai agen transformasi sekaligus co-creator. Universitas tidak hanya aktif dalam bidang pendidikan dan penelitian, tetapi juga utilisasi pengetahuan dan menciptakan nilai tambah”

DUNIA sedang berubah, termasuk dunia pendidikan. Berbagai pekerjaan yang hilang dan muncul baru dalam beberapa tahun terakhir ini menuntut dunia pendidikan juga ikut berubah. Usaha universitas dalam menyesuaikan dengan berbagai perubahan di dalam masyarakat merupakan keniscayaan yang harus dilakukan.

Dalam berbagai prediksi, disruptive innovation tidak hanya terjadi pada dunia bisnis, tetapi juga pada keseluruhan aspek kehidupan termasuk dalam dunia pendidikan. Keengganan untuk melakukan self-disruption akan menyeret organisasi ke arah kemunduran.

Menurut Trencher (2013) dan Widianarko (2016), terdapat empat tahapan evolusi perguruan tinggi berdasarkan misinya. Jika universitas generasi pertama menekankan tugasnya dalam hal edukasi, maka generasi kedua menekankan kontribusinya dalam hal riset. Adapun universitas generasi ketiga berkembang menjadi entrepreneurial university.

Agar dapat menjawab tantangan dan keberlanjutan pembangunan universitas ke depannya, universitas generasi keempat dituntut untuk berperan sebagai agen transformasi sekaligus co-creator. Universitas tidak hanya aktif dalam bidang pendidikan dan penelitian, tetapi juga utilisasi pengetahuan dan menciptakan nilai tambah.

Jika melihat karakteristik Generasi Z yang saat ini aktif sebagai siswa di perguruan tinggi, keakraban terhadap teknologi, penguasaan gadget canggih, kemandirian dalam eksplorasi pengetahuan di dunia digital, dan kebutuhan terhadap ruang inovasi untuk memperoleh pengetahuan secara kreatif, sangat sesuai dengan evolusi universitas generasi keempat yang mengusung peran sebagai co-creator.

Konsep co-creation dalam dunia bisnis menurut Prahalad dan Ramaswamy (2004) merupakan kerja sama perusahaan dan konsumen dalam menghasilkan nilai atau kelebihan baru. Dalam buku Business-Driven Information System (Tarigan, Purbo, dan Sanjaya, 2010), konsep ini menekankan pada kesediaan perusahaan untuk mendengarkan stakeholder dalam kerja sama penciptaan nilai baru.

Adapun menurut Widianarko (2016), co-creation merupakan kerja sama atau kolaborasi dengan stakeholder dalam menghasilkan perubahan dalam masyarakat. Hal ini tidak berbeda jauh dari Catherine Bovil (2011), yang menjadikan siswa sebagai mitra dalam menghasilkan pengetahuan bagi yang lain. Siswa dilibatkan dalam proses pencarian pengetahuan dan pengajar menjadi fasilitator namun tetap menguasai medan agar siswa berada pada jalur yang benar.

21 October 2017

Solusi Bijak atas Polemik Taksi Daring

(Suara Merdeka, Wacana Nasional, 21 Oktober 2017)

SM-21_10_2017-Solusi-Bijak-atas-polemik-Taksi-Daring

"Pemerintah dapat menjadi bagian dari solusi dengan memungkinkan taksi konvensional untuk juga membuka kanal bisnis baru dengan jenis ekonomi berbagi, atau memudahkan konversi bisnis taksi konvensional menjadi lebih kompetitif."

POLEMIK yang berujung pada pelarangan pengoperasian taksi berbasis aplikasi di beberapa daerah mendorong warga internet atau netizen menyuarakan sikapnya. Paling tidak ada tiga petisi online yang dibuat melalui change.org untuk mendukung taksi daring. Satu petisi bahkan mendapatkan dukungan meluas sampai tujuh ribuan pendukung yang meminta agar Pemkot Bandung tidak melarang taksi daring.

Sepekan kemudian Wali Kota menegaskan, angkutan online atau dalam jaringan (daring) dan aktivitasnya tidak dilarang di Kota Kembang. Biaya yang lebih murah dan sudah dapat diketahui secara pasti, pembayaran dengan alternatif yang memudahkan, serta kemudahan memantau posisi taksi secara real-time menjadikan layanan itu banyak disukai pengguna. Taksi daring dianggap lebih berpihak kepada masyarakat, karena membantu dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari secara lebih efisien.

Meski polemik mengenai taksi daring sudah dimulai sejak lama, putusan Mahkamah Agung Nomor 37 P/ HUM/2017 menjadi pemicu pelarangan oleh pemerintah daerah dalam sebulan terakhir. Padahal Mahkamah Agung justru memutuskan 14 poin dalam Permenhub No 26 Tahun 2017 yang dianggap banyak pihak tidak menguntungkan taksi daring, tidak berkekuatan hukum tetap mengikat.

Perintah Mahkamah Agung kepada Menteri Perhubungan adalah mencabut 14 peraturan tersebut atau merevisi Permenhub, karena dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; serta UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pemerintah diharapkan memperbaiki peraturan-peraturan yang dinilai tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Agung.

Polemik pada akhirnya memang melibatkan pemerintah daerah dan pusat yang menjadi tempat berkeluh-kesah para pengemudi taksi konvensional. Namun, memberhentikan operasi taksi daring bukan langkah bijak. Pemerintah seharusnya berperan sebagai pihak yang menghasilkan solusi yang kini malah diambil perannya oleh pengembang taksi daring dalam menghasilkan transportasi murah, pasti, dan aman. Inovasi yang berkembang tidak bisa dihindari dan tidak bisa disikapi dengan cara-cara lama.

14 September 2017

Pilihan Masa Depan Lulusan PT

(Suara Merdeka, Wacana Nasional, 9 September 2017)

SM-9_9_2017-Pilihan-Masa-Depan-Lulusan-PT

“Pilihan bidang bisnis seperti itu seringkali menimbulkan keraguan bagi banyak orangtua, terutama jika bukan bidang yang umum ditekuni oleh generasi sebelumnya.”

IZINKAN saya mengawali tulisan ini dengan sepotong cerita tentang mahasiswa yang saya bimbing tugas akhirnya. Dalam salah satu pertemuan, ia menyampaikan aplikasi game yang dikembangkan untuk penelitian skripsi masuk Top Paid Games atau game berbayar yang paling disukai di semua kategori dalam Google Play.

Bahkan, untuk kategori game simulasi berbayar, produknya bertahan menempati posisi pertama. Posisi-posisi tadi menjadi sangat penting bagi mahasiswa saya, karena merupakan wujud pencapaian dari penerapan teori-teori dalam skripsinya.

Kurang dari enam bulan, pendapatannya dari satu game tersebut telah mengembalikan semua modalnya dari biaya listrik, sewa kantor, sampai promosi, bahkan termasuk laptop yang digunakan untuk mengembangkan. Beberapa pekan kemudian, sebelum skripsinya selesai, mahasiswa itu kembali melapor sudah ada investor yang tertarik menanamkan modalnya untuk mengembangkan bisnis rintisannya (start-up) begitu kuliahnya selesai. Investor tersebut bersedia menanggung biaya-biaya yang keluar, mulai izin pendirian perusahaan, sewa kantor, sampai gaji pegawai.

Pilihan bidang bisnis seperti itu seringkali menimbulkan keraguan bagi banyak orangtua, terutama jika bukan bidang yang umum ditekuni oleh generasi sebelumnya. Namun, penetrasi tinggi internet di Indonesia yang mencapai 50,4% telah mendorong banyak anak muda memulai usahanya dengan memanfaatkan teknologi sejak masih kuliah. Kerap melalui media internet juga, mahasiswa bisa mendapatkan kesempatan dan wawasan mengenai pengelolaan usahanya melalui mentoring dan pembinaan yang intensif dari pakar-pakar bisnis di bidangnya. Apalagi saat ini banyak BUMN yang berlomba-lomba memberikan dukungan kepada kewirausahaan dalam bentuk kemudahan pendanaan serta pembinaan.

31 August 2017

Transformasi Kepemimpinan Unika

Menyadari bahwa mulai besok, 1 September 2017, telah terjadi perubahan kepemimpinan di Unika Soegijapranata, terus terang membuat saya gelisah namun sekaligus tertantang. Bagaimana tidak, Prof. Budi Widianarko telah meletakkan fondasi yang kuat bagi Unika Soegijapranata dalam delapan tahun terakhir ini. Bukan hanya dari sisi infrastruktur yang makin baik, tetapi juga dalam hal kualitas pengelolaan perguruan tinggi, peningkatan kesejahteraan, dan kekuatan dalam teamwork. Dalam hal ini, Prof Budi telah mengangkat sauh kapal dan berlayar ke tengah lautan. Beban sekaligus tantangan untuk melanjutkan kapal sampai ke tujuan harus dapat dilanjutkan oleh pimpinan universitas berikutnya.

Setiap detik ke depan merupakan kesempatan yang sangat berharga bagi saya untuk bisa terus mendengar sharing, petunjuk, masukan-masukan, atau bahkan kritik dari sosok yang saya anggap sebagai mentor, kakak, sekaligus pimpinan. Bagai sumur yang tak pernah kering, Meskipun terus keluar dan mengairi tanah di sekitarnya namun terus, selalu ada yang baru, dan tidak pernah habis memperluas pemahaman orang-orang di sekitarnya. Semangat dan daya tahan beliau yang selalu prima dalam bekerja sepenuh hati untuk Unika Soegijapranata akan terus menjadi sumber inspirasi bagi saya.

Untuk itu dalam kesempatan yang sangat baik ini, saya mengucapkan terima kasih yang sangat mendalam dan kebanggaan saya bisa bekerja bersama Prof Budi Widianarko dalam empat tahun terakhir ini.

Melihat tantangan ke depan yang semakin besar dan seringkali tidak lagi terlihat dalam prediksi peta persaingan yang sebenarnya, dibutuhkan usaha yang lebih besar dan inovasi yang semakin berkembang. Era disruptive innovation yang kini menjadi bahan diskusi dalam berbagai bidang, menuntut para pemain lama atau petahana melakukan self-disruption, agar mereka tidak terkaget-kaget ketika pemain-pemain baru muncul dengan inovasinya dan mengambil pangsa pasarnya secara signifikan.

Dalam buku The Third Wave: An Entrepreneur's Vision of the Future yang ditulis oleh Steve Case (2017), disampaikan bahwa meskipun seringkali sakit dan tidak nyaman, organisasi dituntut untuk bisa mendisrupsi dirinya. Organisasi harus semakin praktis, tangkas, dinamis, dan bahkan lebih efisien. Sama halnya dengan dunia pendidikan tinggi yang tidak boleh hanya berpuas pada suatu pencapaian atau bahkan enggan berubah untuk melihat hal yang baru karena sudah terbiasa dan yakin dengan hal-hal lama yang dijalani selama ini. Dalam sejarah, evolusi dari inovasi-inovasi yang mengganggu akhirnya berhasil memberikan dampak yang positif berkat ketekunan dan kerjasama semua pihak.

The world as we have created it is a process of our thinking.
It cannot be changed without changing our thinking.

- Albert Einstein

Dalam empat tahun ke depan, terminologi UnikaConnect akan digunakan sebagai pengejawantahan usaha universitas dalam menghubungkan talenta-talenta di dalamnya dengan berbagai kesempatan dan hal-hal baik di sekitar kita. Terminologi UnikaConnect bukan semata-mata menggunakan alat bantu teknologi dalam praktek pembelajaran ataupun pengelolaan kampus, tetapi semangat untuk memperbesar potensi-potensi di dalam perguruan tinggi dan mengkoneksikannya dengan pihak-pihak terkait. Tentu, dengan keberadaan teknologi, terjadi pelipatgandaan kecepatan secara eksponensial, memperpendek mata rantai administrasi, namun tetap dapat menggunakan standar mutu yang diharapkan.

Dengan kata kunci ekspresi, kreasi, dan terkoneksi, Unika Soegijapranata ke depannya harus dapat menjadi ruang ekspresi bagi orang-orang di dalamnya dengan penyediaan platform-platform yang kreatif dan memungkinkan sivitas akademika untuk mengembangkan talenta yang dimilikinya sehingga dapat menghubungkan pada kesempatan-kesempatan baru sekaligus membawa kebaikan bagi sesama. Semua unsur di dalam Unika Soegijapranata menjadi pribadi yang dapat merasakan transformasi - menjadi lebih baik dan bermakna bagi dirinya, orang-orang di sekitarnya, dan tanah airnya.

Unika My Path

Gambar 1. Unika Soegijapranata, Ruang Ekspresi (Desain oleh Anggara dan Manggar)

Hal ini menjawab pertanyaan mengenai hakekat universitas sesungguhnya, bahwa universitas merupakan tempat “belanja”. Yaitu belanja etika, ilmu, dan pengetahuan; belanja jejaring untuk bergaul; belanja wawasan; dan belanja kesempatan untuk bereksplorasi; dalam rangka melakukan transformasi bukan saja untuk menjadi kompeten tetapi juga bermakna bagi orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian, meskipun teknologi dan internet telah mengisi banyak hal dari kehidupan manusia namun masih tersedia ruang bagi perguruan tinggi untuk memberi nilai bagi orang-orang yang terlibat dalam proses di dalamnya.

Program-program yang direncanakan untuk empat tahun ke depan dalam memaknai motto kampus ini, yaitu Talenta pro Patria et Humanitate atau bakat untuk tanah air dan kemanusiaan, tentu membutuhkan kerjasama dari banyak pihak, baik dari dalam maupun dari luar Unika Soegijapranata. Selain itu kami juga membutuhkan dukungan dan doa dari semua pihak agar kami, para pimpinan Unika Soegijapranata empat tahun ke depan, dapat mengemban tugas ini dengan baik dan menghasilkan dampak seperti yang dicita-citakan.

Saya mengucapkan terima kasih atas kerjasama semua pihak selama saya menjalankan tugas sebelumnya sebagai Wakil Rektor dalam empat tahun terakhir. Semoga kerjasama ini dapat terus berjalan dalam tahun-tahun berikutnya. Tak lupa saya juga mengucapkan Selamat ulang tahun ke-35 Unika Soegijapranata kepada kita semua. Semoga kita semua senantiasa diberkati, dibimbing, dan dilindungi oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Berkah Dalem.

Semarang, 31 Agustus 2017

Tautan terkait:

20 July 2017

Disruptive Innovation dalam Pendidikan Tinggi

(Suara Merdeka, Wacana Nasional, 17 Juli 2017)

Disruptive Innovation dalam Pendidikan Tinggi

“Perubahan melalui disruptive innovation telah membuat banyak pemimpin bisnis gugup menghadapi perubahan peta persaingan”

INOVASI yang mengganggu atau istilah populernya disebut disruptive innovation dimunculkan oleh Clayton Christensen sejak tahun 1995 melalui tulisannya di Harvard Business Review dan buku The Innovator’s Dilemma.

Istilah ini menjadi bahasan yang hangat setelah berbagai bisnis dengan memanfaatkan teknologi muncul mengancam eksistensi bisnis konvensional yang mapan sebelumnya yaitu layanan taksi, pemesanan kamar, penjualan tiket perjalanan, bahkan pusatpusat penjualan.

Perubahan melalui disruptive innovation telah membuat banyak pemimpin bisnis gugup menghadapi perubahan peta persaingan. Beberapa perusahaan sukses melakukan adaptasi menghadapi perubahan tersebut, namun banyak yang menghadapi kegagalan karena terlambat menyikapi.

Dunia pendidikan tinggi perlu bersiap-siap sejak awal agar tidak terlambat dalam menghadapi perubahan akibat disruptive innovation.

Dalam buku The Innovator’s Dilemma, keengganan untuk berubah dan melihat hal-hal yang baru karena telah terbiasa dan yakin dengan hal-hal lama yang dijalani selama ini hanya akan membawa organisasi dalam ketertinggalan, menjadi tidak kompetitif, dan kemudian lenyap ditelan oleh perubahan.

Seringkali perubahan yang diciptakan mungkin gagal atau bahkan lebih buruk dari yang telah ada sebelumnya, namun sangat dimungkinkan akan menggantikan pasar di kemudian hari.

Gejala ini mungkin sudah dapat mulai kita lihat dalam pasar mobil elektrik yang semula tidak dilirik karena industri otomotif yang relatif stabil, serta kecepatan dan kualitas produknya masih belum terkalahkan.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, mobil elektrik akan menggantikan produk pemenang dari industri otomotif saat ini. Hal yang sama juga akan terjadi pada dunia pendidikan salah satunya melalui pembelajaran daring.