tag:blogger.com,1999:blog-216272002024-03-13T23:03:24.094+07:00Ridwan Sanjaya - Artikel TeknologiRidwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.comBlogger177125tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-54307565871450245642022-05-18T11:20:00.001+07:002022-05-18T11:20:05.457+07:00”Big Data” Bukan Segalanya(Kompas, Opini, 17 Mei 2022)<div style="text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvX7XNM-RgKVV0Fwcm4OfrykVSpCDraDFd-CHpAE4IGjnwOEO-d39p1m9icBGX5HtwgTHSoN0PTpt5wpCQpD05a7_upUTZxkbXpImlBZ4ilgwuyTD2bTaFwYTJM3sQm98l5yHjAfcu6NvSMkwubYa-MDcz-OIDYw0FgWvF6XRInreZe0TE6A/s997/Kompas-Big%20Data%20Bukan%20Segalanya-17%20Mei%202022.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="997" data-original-width="708" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvX7XNM-RgKVV0Fwcm4OfrykVSpCDraDFd-CHpAE4IGjnwOEO-d39p1m9icBGX5HtwgTHSoN0PTpt5wpCQpD05a7_upUTZxkbXpImlBZ4ilgwuyTD2bTaFwYTJM3sQm98l5yHjAfcu6NvSMkwubYa-MDcz-OIDYw0FgWvF6XRInreZe0TE6A/w454-h640/Kompas-Big%20Data%20Bukan%20Segalanya-17%20Mei%202022.jpg" width="454" /></a></div><div><br /></div><div><div style="text-align: justify;">”Big data” berpengaruh besar dalam kehidupan masyarakat. Namun, ”big data” bukan segalanya. Kerap orang dibutakan oleh kebenaran berbeda di luar sana dan menolak untuk memprosesnya menjadi informasi yang komprehensif.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Menurut futurolog tersohor abad ke-20 Alvin Toffler dalam bukunya The Third Wave (1980), siapa yang menguasai informasi akan menguasai dunia.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Jika dirunut dari konsep dasarnya, informasi merupakan data yang diolah menjadi bentuk yang dapat dimaknai oleh penerimanya. Maka, tak heran, Michael Palmer (2006) menyampaikan bahwa data merupakan minyak baru yang bisa diolah dan dimurnikan sehingga dapat digunakan oleh penggunanya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Namun, Michael Palmer tidak spesifik menyebutkan ”pemurnian” data tersebut juga bisa menjadikannya sebagai sesuatu yang akhirnya tidak berharga, menyebabkan bencana bagi kemanusiaan, bahkan tidak akan membuat penguasa informasi itu menguasai dunia.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Dalam praktik saat ini, big data yang diolah dengan menggunakan <i>artificial intelligence</i> (AI) atau kecerdasan buatan juga bisa mengarahkan ”wujud” dunia setiap manusia menjadi kustom sesuai dengan preferensinya. Manusia hidup dalam dunianya sendiri, dunia yang didasarkan informasi dan fakta yang hanya ingin diterimanya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><span><a name='more'></a></span>Masih segar dalam ingatan kita bagaimana media sosial ikut berperan dalam hasil pemilihan presiden (pilpres) di Amerika Serikat pada 2016. Bukan karena efektivitas pemasaran digital oleh media sosial semata, melainkan juga karena kelebihannya dalam hal personalisasi informasi yang sejatinya diciptakan untuk membantu banyak penggunanya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Salah satu dampaknya, informasi-informasi yang menyesatkan, tetapi disukai dan secara terus-menerus diterima oleh setiap individu selanjutnya diyakini sebagai informasi atau bahkan fakta yang sesuai dengan preferensinya, dengan mengabaikan yang lain.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Akibatnya, setiap individu bisa hidup dalam dunianya sendiri tanpa harus mengalami gangguan sosial terlebih dahulu. Orang-orang tersebut normal, tetapi cara berpikirnya distimulasi secara simultan oleh algoritma komputer, yang awalnya didasarkan pada preferensi dan rekam jejaknya sendiri.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Karena itu, semakin lama terpapar, kepercayaannya terhadap informasi dan fakta tertentu jadi semakin besar, bahkan diyakini sebagai kebenaran. Pihak lain yang menyuarakan berbeda akan dianggap sebagai pembohong atau bahkan musuh yang harus dilawan.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b>Jebakan ”mind stone”</b></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Sebuah analogi yang menarik dapat kita lihat pada mind stone yang diceritakan dalam film-film Marvel. Mind stone dalam Avengers: Age of Ultron (2015) diceritakan memiliki kekuatan yang dahsyat sehingga selain mampu menghidupkan Vision, kekuatannya juga bisa menciptakan ilusi kehidupan di dalam serial Wanda Vision (2021).</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Karena kecintaannya pada Vision yang tewas di dalam Avengers: Infinity War (2018), Wanda Maximoff diceritakan membuat dunianya sendiri yang dibangun oleh pikirannya, yang mendapatkan imbas dari kekuatan mind stone.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Kebahagiaan semu yang tercipta karena dirinya tidak menginginkan informasi dan fakta yang berbeda di mana Vision sudah tiada, menjadikan semua orang yang berbeda menjadi lawan, jalan cerita di-reset, atau bahkan ”menghitamkan layar” karena berbagai perbedaan yang tidak diinginkan. Sukacita yang didapatkannya itu dikendalikan oleh proses yang salah.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Ilusi tersebut akhirnya hanya bisa terhenti oleh dirinya sendiri ketika kesadarannya mau memproses informasi yang berbeda di luar dirinya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Hal ini tidak jauh berbeda dengan klaim orang-orang yang sukses di masa lalu atau merasa akan membawa masa depan yang lebih baik, dengan data yang tidak komprehensif atau bahkan hanya didasarkan pada kata-kata orang-orang di lingkarannya. Halusinasi fakta terbentuk akibat dari pemrosesan data yang salah. Data yang berlimpah saat ini dan kemudahan dalam memperolehnya menjadikan kita masuk dalam jebakan mind stone.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b>Halusinasi fakta</b></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Dari sini, kita bisa melakukan refleksi secara bersama-sama terhadap beberapa kejadian terakhir ini, ketika seorang anak muda menyampaikan kondisi Orde Baru yang berbeda jauh dengan kejadian masa lalu yang dialami oleh sebagian besar masyarakat pada umumnya.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Dengan berbagai informasi dan berita tersajikan dengan kuantitas yang besar dan bisa dengan mudah diperoleh di dunia digital saat ini, muncul pertanyaan, informasi apa saja yang sudah dibacanya?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Begitu juga ketika salah satu pejabat menyampaikan bahwa data yang diperolehnya menunjukkan adanya keinginan yang kuat dari masyarakat untuk memperpanjang masa jabatan pemimpin nasional, yang berbeda dari banyak survei, memunculkan pertanyaan dari mana data yang menjadi acuannya?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Kadang kala kita juga mendapati ada rekan kerja yang menceritakan pencapaiannya pada masa jabatannya meskipun data yang terbaca tidak menunjukkan informasi yang sama dengan yang disajikan. Muncul pertanyaan, dengan dasar data yang sama, dari sisi mana dia melihatnya?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Apakah kita memiliki kesulitan dalam mengolah data yang banyak tersedia di sekitar? Apakah ada kesalahan dalam prosesnya mengubah data menjadi informasi? Ataukah kita hanya mau menelan data yang sesuai preferensi kita sehingga akhirnya menyebabkan halusinasi fakta?</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"> </div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;"><b>Tidak hanya literasi digital</b></div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Pemanfaatan berbagai hasil karya digital yang tercipta pada abad ini tidak hanya menuntut literasi digital dalam wujud penguasaan teknis, tetapi juga kesadaran dan pemikiran kritis bahwa kebenaran tidak lagi mutlak. Masih ada kebenaran yang lain di sisi yang berbeda, atau jangan-jangan kepercayaan kita hanyalah kebenaran sebagian (half truth) yang patut dievaluasi.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Sebuah obat mungkin terasa pahit, tetapi dampaknya bisa menyembuhkan. Menyadari bahwa kebenaran tidak hanya yang diinginkan, mungkin akan mengurangi kebahagiaan yang selama ini dirasakan. Namun, tanpa kesadaran tersebut, kita tidak akan pernah menghentikan halusinasi fakta.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Pengolahan data, baik besar maupun kecil, menjadi informasi sangat tergantung dari prosesnya. Ketika prosesnya salah atau menyimpang, informasi yang dihasilkan juga bisa berbeda.</div><div style="text-align: justify;"><br /></div><div style="text-align: justify;">Big data bukanlah segalanya, terutama ketika kita dibutakan oleh kebenaran yang berbeda di luar sana dan menolak untuk memprosesnya menjadi informasi yang komprehensif. (<i><b>Ridwan Sanjaya</b>, Guru Besar Bidang Sistem Informasi Unika Soegijapranata</i>)</div><div><br /></div><div>Tautan: <a href="https://www.kompas.id/baca/artikel-opini/2022/05/16/big-data-bukan-segalanya" target="_blank">https://www.kompas.id/baca/artikel-opini/2022/05/16/big-data-bukan-segalanya</a></div><div><br /></div></div>Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-25842438260743659302022-05-15T15:10:00.004+07:002022-05-16T17:10:45.539+07:00[Buku Baru] Menjadi Self-Publisher Melalui Google Play<p>Judul Buku: <b>Mudah Menjadi Penerbit Buku Digital Google Play</b></p><p>Link: <a href="https://play.google.com/store/books/details?id=b6JvEAAAQBAJ" target="_blank">Google Play Book</a> | <a href="http://books.google.com/books/about?id=b6JvEAAAQBAJ" target="_blank">Google Books</a></p><p>Tanggal Terbit: 14 Mei 2022</p><p>Di masa lalu, menerbitkan buku membutuhkan biaya yang cukup mahal. Hal ini menjadi berbeda ketika Google Play Book menyediakan platform untuk menerbitkan buku secara digital. Hampir tidak ada biaya yang dikeluarkan untuk mencetak buku karena semuanya dalam wujud digital. Apalagi platform untuk membaca buku Google Play Book saat ini makin banyak terpasang di gadget dan mesin pencarian juga membantu mengarahkan ke buku-buku yang diterbitkan melalui Google Play Book. Kelebihan dari buku digital adalah dapat terus ditambahkan kontennya oleh penulisnya sehingga dapat semakin memudahkan pembaca tanpa harus membeli lagi.</p><p>Buku ini membahas pembuatan e-book dengan menggunakan format EPUB yang adaptif bagi perangkat digital. Dibandingkan PDF, besaran huruf dan halaman format EPUB lebih nyaman di mata dan tidak mengharuskan kita menggunakan jari untuk memperbesar dan menggeser bagian dari halaman yang ingin dilihat. Selain itu juga bisa ditambahkan video di dalamnya.</p><p>Bagi penerbit buku yang sudah eksis namun belum masuk ke buku digital, kanal baru dunia penerbitan buku digital akan menjadi salah satu alternatif masa depan yang tidak terhindarkan. Buku ini akan memudahkan Anda yang berencana untuk masuk ke dunia penerbitan buku digital, baik sebagai perusahaan penerbit maupun pribadi (<i>self-publisher</i>). </p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrxOdopVibqjtzRdtu7wchENQeQ2HcLM6vKZ1dZZk5TNPlWgfM2dlwtZYBw0o7tw_X3Cogc7oo6b3LIxPGDpnwk5xR14kIx-0000zAl1KJ21XeYtmXCLxfiIkQeZZdBBWAdXwSLISYONoXoLkZuaJs76jsyIP4rH_25uS3snV-ct_2LSk-Nw/s1920/upload28.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1020" data-original-width="1920" height="341" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrxOdopVibqjtzRdtu7wchENQeQ2HcLM6vKZ1dZZk5TNPlWgfM2dlwtZYBw0o7tw_X3Cogc7oo6b3LIxPGDpnwk5xR14kIx-0000zAl1KJ21XeYtmXCLxfiIkQeZZdBBWAdXwSLISYONoXoLkZuaJs76jsyIP4rH_25uS3snV-ct_2LSk-Nw/w640-h341/upload28.jpg" width="640" /></a></div><br /><p><br /></p><p><br /></p>Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-53495951097971029792022-04-27T14:24:00.006+07:002022-04-27T14:49:25.553+07:00”Metaverse" Bukan Obat Dewa<p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both;">(Kompas, Opini, 19 April 2022)</div><div><br /></div></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEju6dUT_ZSEYdvIeIVlxCXlWedRFyOdXdcNJuBA8RWjGc2tq9rXRb-xznmZa7Y247iW30hge_J92juU-rVBIx1j-0mDpW3a6GVFyqd2hdSbSu5qt-JbipOYSzILPUOXSSvJnA7DG4BqyBrpAV24xuThbmFSjiQuHiqY3WKx-SdHU7x_HdqsDA/s1536/Kompas-19042022-Metaverse-bukan-obat-Dewa-1148x1536.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1536" data-original-width="1148" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEju6dUT_ZSEYdvIeIVlxCXlWedRFyOdXdcNJuBA8RWjGc2tq9rXRb-xznmZa7Y247iW30hge_J92juU-rVBIx1j-0mDpW3a6GVFyqd2hdSbSu5qt-JbipOYSzILPUOXSSvJnA7DG4BqyBrpAV24xuThbmFSjiQuHiqY3WKx-SdHU7x_HdqsDA/w478-h640/Kompas-19042022-Metaverse-bukan-obat-Dewa-1148x1536.jpg" width="478" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both;"><blockquote><i><span style="font-size: medium;">Metaverse disebut-sebut jadi mantra baru dalam pengembangan teknologi atau bahkan kehidupan di masa depan. Akan tetapi, seperti teknologi lainnya metaverse bukan obat untuk segala masalah dan bebas dari efek negatif.</span></i></blockquote></div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Setelah Mark Zuckerberg mengumumkan perubahan nama Facebook menjadi Meta beserta rencana pengembangan metaverse dalam sepuluh tahun ke depan, Seoul mendeklarasikan penerapan metaverse untuk kotanya lima tahun ke depan.</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Di dalam negeri, langkah ini juga diikuti beberapa BUMN, universitas, dan pemerintah daerah melalui kesepakatan kerja sama dalam beberapa waktu ke depan. Metaverse disebut-sebut jadi mantra baru dalam pengembangan teknologi atau bahkan kehidupan di masa depan.</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Sebagai sebuah pengalaman baru, atau bahkan baru sekadar informasi baru, berbagai analisis terkait dampak keberadaan metaverse muncul tiba-tiba secara gegap gempita, tetapi tidak lengkap dan tak komprehensif. Mengharapkan metaverse menjadi solusi positif tanpa adanya risiko dan dampak negatif hanya akan menjauhkan masyarakat dari kenyataan.</div><blockquote><div class="separator" style="clear: both;"></div></blockquote><div class="separator" style="clear: both;">Sama seperti kenyataan yang lain, di mana mengharapkan seseorang dengan kepandaian penyembuhan untuk dapat menyembuhkan segala hal, atau sebuah pil yang hebat dapat menyembuhkan segala penyakit, hanya akan menciptakan akhir penuh kekecewaan.</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;"><b><span><a name='more'></a></span>Risiko dan dampak negatif</b></div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Pada kenyataannya, berbagai solusi masa lalu yang tidak melibatkan teknologi informasi sekalipun juga tidak dapat menyelesaikan semua masalah atau membebaskan dari risiko dan dampak negatif yang ada. Begitu halnya metaverse atau teknologi yang lain, sejatinya juga bukanlah obat dewa yang dapat memberi jawaban atau segala masalah dan bebas dari efek negatif.</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Untuk itu, melihat secara proporsional dan komprehensif perlu dilakukan di zaman pascakebenaran seperti saat ini, agar kita tidak salah melangkah atau kehilangan manfaat dari keberadaan berbagai teknologi informasi yang sedang berkembang. Sepertinya perlu juga untuk melihat berbagai analogi di masa lalu agar cara memandang bisa lebih berimbang.</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Seperti halnya analogi dalam melihat teknologi pembelajaran digital yang dituduh tak dapat menjadi solusi bagi banyak siswa di beberapa tempat yang memiliki kesulitan akses internet. Sudut pandang lain adalah melihat hal itu sebagai bentuk keterbatasan pengembangan jaringan internet dan kualitas jaringan. Suatu bentuk kritik yang diharapkan bisa mendorong ketersediaan jaringan internet di beberapa daerah.</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Sama halnya dengan keterbatasan dalam penguasaan materi saat pandemi, di mana pembelajaran daring sering dituduh sebagai penyebabnya. Sudut pandang lainnya, bisa saja melihat hal ini sebagai bentuk keterbatasan dalam pengembangan teknik pengajaran dan pembelajaran secara daring.</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Selama ini belum banyak dilakukan pengembangan teknik pembelajaran daring dan variasinya karena sebagian besar pengalaman masih terbatas di dalam pertemuan tatap muka. Hal ini dapat mendorong pengembangan pedagogi dan andragogi menjadi lebih luas.</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Dua analogi tersebut menunjukkan bahwa tidak ada obat dewa yang bisa menyelesaikan semua masalah, baik digital maupun nondigital. Namun, pengembangan ke arah yang lebih baik selalu diharapkan untuk dapat menciptakan dunia dan masyarakat yang lebih adaptif.</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;"><b>"Metaverse" tipis-tipis</b></div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Kondisi awal pengembangan metaverse saat ini mirip dengan awal pengembangan transaksi jual beli secara digital pada 25 tahun yang lalu. Meskipun sudah tampak menakjubkan dari sisi grafis, masih banyak yang harus dikembangkan agar dapat dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas di luar kepentingan rapat, diskusi, presentasi, atau menonton pertunjukan langsung di lain tempat secara bersama-sama.</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Sampai saat ini, perangkat keras untuk bisa mengakses ke dunia virtual ini juga masih berbiaya besar. Masih dibutuhkan pengembangan, baik dari sisi teknologi maupun kemudahan akses dari sisi perangkat keras yang mungkin tidak bisa terjawab dalam waktu singkat.</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Mekanisme untuk membawa produk nyata ke dalam dunia virtual juga masih belum ada. Wujud virtual juga masih belum serupa dengan wujud nyata juga. Begitu pula, kebebasan untuk membangun dunia sendiri juga belum dapat dirasakan oleh pengguna di luar Amerika Serikat dan Kanada.</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Namun, metaverse tipis-tipis ini telah menciptakan harapan akan adanya kemudahan untuk bertemu, menjalin komunikasi, mendapatkan layanan, dan mendapatkan akses secara bersama-masa meskipun terpisah ruang.</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Di dalam metaverse diharapkan layanan publik dapat makin mudah diperoleh, pemasaran produk dapat semakin interaktif, atau bahkan pertemuan- pertemuan dapat menjadi lebih berkualitas karena pihak-pihak yang terlibat secara fisik bertemu langsung meskipun di dunia virtual.</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Keikutsertaan beberapa institusi di luar ataupun dalam negeri pada awal-awal pengembangan dapat dilihat sebagai pengondisian untuk menyiapkan diri dan kemungkinan mengembangkan layanan menjadi lebih baik ketika teknologi ini sudah sampai pada tahapan matang. Sekaligus menyiapkan diri untuk lebih dini dalam mengantisipasi dampak-dampak yang tidak diharapkan.</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Apalagi kemungkinan metaverse tidak hanya merupakan dimensi virtual yang didominasi oleh Oculus dari Meta saja, tetapi juga secara kompetitif akan dikembangkan oleh NVIDIA, Microsoft, Huawei, MagicLeap, ataupun yang lain.</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Perusahaan-perusahaan tersebut akan menjadikan metaverse lebih beragam dan sangat berbeda dengan konsep awalnya. Masih harus menempuh perjalanan jauh dan waktu yang tidak singkat untuk mencapai kondisi yang ideal.</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Selama perjalanan tersebut, perlu cara pandang proporsional dan komprehensif agar menjadi lebih bijak. (<i><b>Ridwan Sanjaya</b>, Guru Besar bidang Sistem Informasi Unika Soegijapranata</i>)</div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;">Tautan:</div><div class="separator" style="clear: both;"><a href="https://www.kompas.id/baca/artikel-opini/2022/04/18/metaverse-bukan-obat-dewa" target="_blank">https://www.kompas.id/baca/artikel-opini/2022/04/18/metaverse-bukan-obat-dewa</a></div></div>Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-14674046966852577132022-01-29T06:01:00.007+07:002022-01-29T06:20:52.474+07:00Heboh NFT<p style="text-align: justify;">(Suara Merdeka, Wacana, 24 Januari 2022)</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEg-k-sUi2GPTAqe23Xho8Axv9CBtSUsZLyrjcn7-lRd1L8YNSNf9Gy5vxrHq1DNCLLj0xRj47L1vpW5Q0JOOaTGIneniW1QyF5y8ljqRmMpjU-R2EmhBF50tvJJuFbunUejWZw0hXYzG9i-BDrm0bL39PQOiUouH87UPRIYNweOKYam-GvdgQ=s1024" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1024" data-original-width="831" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEg-k-sUi2GPTAqe23Xho8Axv9CBtSUsZLyrjcn7-lRd1L8YNSNf9Gy5vxrHq1DNCLLj0xRj47L1vpW5Q0JOOaTGIneniW1QyF5y8ljqRmMpjU-R2EmhBF50tvJJuFbunUejWZw0hXYzG9i-BDrm0bL39PQOiUouH87UPRIYNweOKYam-GvdgQ=w520-h640" width="520" /></a></div><br /><p style="text-align: justify;">MESKIPUN NFT sudah ada sebelumnya, gagasan Metaverse oleh Mark Zuckerberg menjelang akhir tahun 2021 telah memicu heboh NFT dan beberapa aset kripto lainnya. Hanya saja, tatkala Syahrani mengumumkan untuk menjual NFT yang dimilikinya, maka nama NFT makin dikenal publik secara luas dan semakin heboh ketika seorang anak muda mendapatkan miliaran rupiah dari foto dirinya yang dipasang di NFT marketplace. Sontak semua merasa ketinggalan dan ingin terlibat di dalamnya.</p><p style="text-align: justify;">Seperti yang disampaikan oleh Andrew K Przybylski pada tahun 2013, fenomena <i>Fear of Missing Out</i> (FOMO) atau takut ketinggalan peristiwa seringkali terjadi dalam menyikapi berbagai hal baru terutama di dunia digital. FOMO merupakan perasaan yang meyakini setiap peristiwa merupakan kejadian yang tidak boleh dilewatkan. Sehingga proses pengambilan keputusan cenderung tergesa-gesa dan tidak melalui analisis yang matang.</p><p style="text-align: justify;"><span></span></p><a name='more'></a><p style="text-align: justify;">Kejadian ini mengingatkan kita pada fenomena harga tanaman hias yang tiba-tiba menjulang tinggi sehingga banyak orang ingin ikut-ikutan terlibat sampai dengan menjual aset motor dan mobil untuk membelinya. Namun secara tiba-tiba pula harganya turun seharga tanaman hias pada umumnya. Akibatnya, banyak frustasi akibat investasinya tidak kembali. Suatu pelajaran berharga yang mengingatkan kita pada kondisi saat ini.<p></p><p style="text-align: justify;"><b>Apa itu NFT?</b></p><p style="text-align: justify;">Bagi orang awam yang belum mencoba <i>Non-Fungible Token</i> atau disingkat NFT, secara singkat bisa diartikan sebagai sertifikat untuk aset digital yang kita daftarkan. Aset tersebut bisa berupa karya seni digital, perangkat lunak, aset yang didapatkan dalam permainan digital, musik, video, atau bahkan foto-foto yang kita hasilkan, termasuk foto <i>selfie</i>. Karena setiap sertifikat bisa mewakili aset yang berbeda, maka nilai setiap NFT bisa berbeda-beda.</p><p style="text-align: justify;">Secara teknologi, NFT menggunakan teknologi <i>blockchain</i> yang membuatnya tetap otentik sejak diciptakan karena tercatat di berbagai tempat dan dapat diverifikasi. Keberadaan teknologi ini membuatnya digolongkan sebagai aset kripto yang sejak lahir menggunakan <i>blockchain</i> dalam pencatatan dan telusurnya. Selain itu, pasar jual-beli NFT menggunakan mata uang kripto untuk pembeliannya.</p><p style="text-align: justify;">Apabila ada aset digital yang menarik, dibutuhkan, atau diinginkan, maka nilai NFT bisa semakin tinggi atau bahkan tidak masuk akal bila dilihat dari aset di dalamnya. Namun bukan berarti NFT merupakan penipuan karena jelas bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan untuk menjual karya-karyanya kepada publik. Para desainer, animator, pemusik, pembuat video, dan pemain game merupakan contoh yang diuntungkan dalam bisnis ini. Kondisinya menjadi negatif ketika kita ikut di dalam transaksi-transaksi yang tidak masuk akal, seperti halnya fenomena tanaman hias di atas. Dalam konteks ini, produk yang tiba-tiba menjulang tinggi harganya bisa saja terkait dengan kelompok hobi tertentu, kelompok bisnis spekulatif, atau benar-benar beruntung karena asetnya tiba-tiba dijadikan pilihan untuk ditingkatkan harganya.</p><p style="text-align: justify;"><b>Bagaimana Menyikapi?</b></p><p style="text-align: justify;">Pandemi dan percepatan adopsi teknologi telah membuat banyak peluang yang dulunya tidak mungkin menjadi terbuka, terutama dalam hal bisnis. Seluruh dunia menjadi terkoneksi dan memungkinkan kita saling berinteraksi. Transaksi NFT ataupun transaksi aset fisik yang dilakukan secara digital merupakan keniscayaan yang akan kita hadapi pada masa sekarang dan mendatang. Kita perlu mengenal NFT dan aset kripto lainnya agar tidak mudah terkagum-kagum ataupun ketakutan akan fenomena-fenomena yang terjadi di dunia digital.</p><p style="text-align: justify;">Fungsi NFT dalam menjembatani orang-orang kreatif untuk bisa menjual karyanya menjadi kesempatan yang perlu dicoba dan tidak perlu ditakuti. Justru dengan dikenali, dimengerti, sampai dengan menjadi bagian dari hidup sehari-hari akan membuat kita dapat memanfaatkan sisi-sisi positifnya.</p><p style="text-align: justify;">Namun tetap sadar dan waspada karena kejadian-kejadian spekulatif dan negatif bukan hanya ada di dunia digital, melainkan justru lebih dahulu ada di dunia fisik. Sehingga jangan sampai terburu-buru dalam mengambil keputusan jika kita memilih untuk menjadi bagian dari bisnis jual-beli aset. NFT. Terutama ketika kita menyadari bahwa aset yang dijual tidak sebanding dengan nilai yang diperjualbelikan.</p><p style="text-align: justify;">Selamat memanfaatkan dan memaksimalkan potensi yang ada! Jangan mudah terkagum-kagum ataupun takut yang berlebihan. <i>(<b>Prof Dr Ridwan Sanjaya</b>, guru besar di bidang Sistem Informasi Unika Soegijapranata)</i></p><p style="text-align: justify;"><i><br /></i></p><p style="text-align: justify;">Tautan Lain: <a href="https://www.unika.ac.id/cetak/opini-heboh-nft/" target="_blank">Portal Berita Unika Soegijapranata</a></p>Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-66342113161318013512021-12-25T21:46:00.003+07:002022-01-02T21:44:14.383+07:00Metaverse - Radio Idola<iframe allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture" allowfullscreen="" frameborder="0" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/vAckJV7uFHE" title="YouTube video player" width="560"></iframe> <div><br /></div><div><u>Terkait:
</u></div><div><a href="https://www.youtube.com/watch?v=YjBF6h8Etco" target="_blank">Metaverse on Unika Graduation</a></div><div><br /></div>Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-87911007640713509842021-12-19T13:25:00.015+07:002021-12-20T01:26:04.976+07:00Ramai-Ramai Metaverse<p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">Suara Merdeka, 18 Desember 2021</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgJr19_6z1ANrPshU-v-wmvnaNbUi7k12IYaq4wRAjUprvHF-SdoEQTbHU0V89sxB-xLe3Zzz4wbvrUwISuAhjVEPfNJeRQEHciyQwJYM3SyLH4cTXLTUnkgF14lX9aVGiPsv4IqfCkvVKSuFbBfst2HHSLhh9tqEHJqqt6tH1nraTbaLxdaA=s796" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="796" data-original-width="480" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgJr19_6z1ANrPshU-v-wmvnaNbUi7k12IYaq4wRAjUprvHF-SdoEQTbHU0V89sxB-xLe3Zzz4wbvrUwISuAhjVEPfNJeRQEHciyQwJYM3SyLH4cTXLTUnkgF14lX9aVGiPsv4IqfCkvVKSuFbBfst2HHSLhh9tqEHJqqt6tH1nraTbaLxdaA=w386-h640" width="386" /></a></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: IN; mso-no-proof: yes;">Pada saat pandemi, kita diperlihatkan berbagai percepatan
adopsi teknologi dan pengembangan teknologi baru untuk manusia bekerja dan
hidup di kondisi yang berbeda. Meskipun masih menginginkan untuk
kembali ke masa normal sebelumnya, akhirnya banyak pihak menyadari bahwa masa normal yang
saat ini sudah tidak bisa sama lagi seperti sebelumnya. Bahkan berbagai hal
baru kemudian bermunculan dan memungkinkan untuk mengubah masa depan manusia,
salah satunya adalah <i>metaverse</i> atau dunia meta yang disebut oleh Mark
Zuckerberg pada saat penggantian nama perusahaannya menjadi meta. <o:p></o:p></span></p>
<a name='more'></a><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: IN; mso-no-proof: yes;"></span>Setelah CEO Facebook Mark Zuckerberg menyebutkan rencana
pengembangan <i>metaverse</i>, sontak istilah tersebut menjadi sangat populer dan
semua orang berusaha menebak-nebak bentuk metaverse dalam versinya
sendiri-sendiri, seperti analogi ketika penonton film-film Marvel Cinematic
Universe (MCU) yang menebak-nebak <i>multiverse</i> Spiderman dalam sekuel No Way
Home. Ada tebakan yang sesuai dengan cerita Mark namun ada pula yang meleset
jauh, misalnya dalam salah satu pesan WhatsApp yang mencontohkan <i>cloud
technology</i> atau teknologi awan sebagai contoh <i>metaverse</i>.<o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: IN; mso-no-proof: yes;">Namun beberapa versi metaverse sesuai dengan deskripsi
Mark, seperti permainan daring banyak pemain (<i>multi-player game</i>), uang virtual
yang ada di dalam permainan-permainan virtual, aset kripto yang saat ini
menghindari disebut sebagai mata uang kripto, atau bahkan bentuk wisuda yang
secara fisik hadir secara virtual di Unika Soegijapranata menjadi fenomena yang
sudah ada saat ini dan banyak orang yang telah merasakannya. Pendiri Microsoft
Bill Gates bahkan meramalkan banyak orang yang berkantor di metaverse tahun
depan, meskipun Mark memprediksi bahwa dunia meta akan benar-benar terwujud dalam
sepuluh tahun ke depan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: IN; mso-no-proof: yes;">Pada </span><span lang="EN-ID" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-ID; mso-no-proof: yes;">bulan</span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: IN; mso-no-proof: yes;"> November 2021, pemerintah kota Seoul, Korea Selatan juga mendeklarasikan
rencana penerapan metaverse pada tahun 2022 dengan nama “Metaverse Seoul” dan
diharapkan selesai tahun 2026. Secara prinsip, penerapan <i>metaverse</i> yang
dimaksudkan adalah untuk mendukung pengembangan kota cerdas di sektor ekonomi,
pendidikan, budaya, pariwisata, komunikasi, pembangunan perkotaan, administrasi
dan infrastruktur. Masing-masing sektor akan melayani warga maupun tamu-tamu
dari seluruh dunia yang datang ke metaverse Seoul.</span><span lang="EN-ID" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-ID; mso-no-proof: yes;"> Proyek “Metaverse Soeul” ini juga
menjadi bagian dari rencana “Visit Seoul 2030” dengan rencana biaya berkisar
3,9 miliar Won atau sekitar Rp. 4,6 miliar.
<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: IN; mso-no-proof: yes;">Tampaknya kota Seoul tidak mau menunggu konsep ini terbentuk
matang dan menggunakannya pada saat sudah mapan, namun memilih untuk
bersama-sama mengembangkan ketika konsep ini sedang berkembang. Jika kita melihat
mata uang kripto yang berkembang pesat dalam satu dekade terakhir ini dimana
banyak negara dibuat terkejut-kejut karena wilayah kekuasaan finansialnya
diterobos, langkah kota Seoul bisa merupakan antisipasi kejadian serupa di
dalam kasus <i>crypto currency</i>. Penerapan
<i>metaverse</i> secara global memungkinkan </span><span lang="EN-ID" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-ID; mso-no-proof: yes;">dampaknya </span><span lang="IN" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: IN; mso-no-proof: yes;">bukan hanya wilayah finansialnya saja, tetapi juga
pengelolaan layanan pendidikan, warga, aset, atau potensi bisnis lainnya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-ID; mso-no-proof: yes;">Penggunaan perangkat <i>virtual reality</i>
(VR) menjadi salah satu yang paling memungkinkan saat ini untuk mewujudkan
konsep <i>metaverse</i>. Bahkan pengembangannya sampai dengan perangkat <i>mixed reality</i>
(MR) yang menggabungkan teknologi <i>augmented reality</i> (AR) dengan VR juga terus
berjalan. Dalam MR, pengguna tidak merasa seluruh penglihatannya harus ditutupi
<i>gadget</i> atau dunia virtual saja, tetapi menyatu dengan kondisi nyata di
sekitarnya. Sehingga aset virtual bisa dimungkinkan bergabung dalam dunia
nyata, seperti halnya film komedi <i><a href="https://en.wikipedia.org/wiki/Free_Guy" target="_blank">Free Guy</a></i> yang baru saja dirilis di tahun ini.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-ID; mso-no-proof: yes;">Dalam hal kejahatan di dunia meta,
seperti yang dibahas dalam beberapa <i>podcast</i>, dimungkinkan juga terjadi di
awal-awal pengembangan, terutama pada saat pengguna baru mengenal dan belum
tahu cara mengamankan aset di sana. Hal ini merupakan kejadian yang umum
terjadi pada saat awal-awal penggunaan internet, email, media sosial, atau
<i>WhatsApp</i>, dimana ada orang yang mencuri akun orang lain, menyamar menjadi orang
lain, dan bertindak atas nama orang lain. Ketika semua menjadi terbiasa,
memahami, waspada, dan tahu cara menyikapinya, maka kurva kejahatan kemudian akan
melandai. Siklus yang umumnya terjadi dalam hal-hal baru. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-ID" style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 12pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-ID; mso-no-proof: yes;">Meskipun dunia meta atau metaverse
sebetulnya bukan hal baru, namun akan menjadi berbeda dan berkembang dengan
cepat jika melihat banyak pihak yang berusaha ikut mengembangkan. Tahun 2022
akan menjadi kelanjutan tahun penuh kejutan. (<i>Prof. Dr. Ridwan Sanjaya, Guru
Besar Sistem Informasi Unika Soegijapranata</i>)<o:p></o:p></span></p></div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgDX6ccn1TBcC-TlhVpRxLLs9zRASD1ObO-BXfmOPfhRCM6t5XVdoyPpqX5edKWjGopjhN_TATFAKuER1UOvSYgmzDzrmHJl9IfTzneSrBJbiWmSlxJmrbT-uKo8gXJ294erEPP4rBJ1d8RfqS_LJT5J8odzjnaWbXMEAOvwWA_g7hpkOJPEA=s681" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="446" data-original-width="681" height="263" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEgDX6ccn1TBcC-TlhVpRxLLs9zRASD1ObO-BXfmOPfhRCM6t5XVdoyPpqX5edKWjGopjhN_TATFAKuER1UOvSYgmzDzrmHJl9IfTzneSrBJbiWmSlxJmrbT-uKo8gXJ294erEPP4rBJ1d8RfqS_LJT5J8odzjnaWbXMEAOvwWA_g7hpkOJPEA=w400-h263" width="400" /></a></div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEg0TkMZ8WQgm898-f04DiLQbXLFAdvXRyJP0c_BIbMeS1S1xmFr1X4cGDmVXgPoIlsEx54udgROHSyOZr4DxW9ilHqkJWiSIr1wux7mZS51mTLSowQFbZtlXHjNwDE-JW5Lyzp5cfhdXtMTR4WjXjrlhv0R5_uWIktW9HqJX-XGsCaCUmwzEw=s652" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="445" data-original-width="652" height="272" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/a/AVvXsEg0TkMZ8WQgm898-f04DiLQbXLFAdvXRyJP0c_BIbMeS1S1xmFr1X4cGDmVXgPoIlsEx54udgROHSyOZr4DxW9ilHqkJWiSIr1wux7mZS51mTLSowQFbZtlXHjNwDE-JW5Lyzp5cfhdXtMTR4WjXjrlhv0R5_uWIktW9HqJX-XGsCaCUmwzEw=w400-h272" width="400" /></a></div><br /> <p></p>Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-83383678637129597202021-03-09T21:31:00.006+07:002022-04-27T14:28:25.747+07:00Pentingnya Pendidikan Karakter Zaman Digital<p>(Kompas, Opini 8 Maret 2021)</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-UUchE30-yAE/YEeEuBqBtfI/AAAAAAAADfc/6yZAl0ZBcr843t4IarV-xIpLGsru4XurQCLcBGAsYHQ/s1337/Kompas-08-03-2021.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1337" data-original-width="1079" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-UUchE30-yAE/YEeEuBqBtfI/AAAAAAAADfc/6yZAl0ZBcr843t4IarV-xIpLGsru4XurQCLcBGAsYHQ/w323-h400/Kompas-08-03-2021.jpg" width="323" /></a></div><div><br /></div><p style="text-align: center;"><i>Perlu ada literasi digital agar masyarakat semakin mampu mengolah informasi dengan benar dan berperilaku sopan. Jangan sampai karena ketidakmampuannya tersebut, membuat seluruh pengguna Indonesia dinilai tidak beradab.</i></p><p style="text-align: justify;">Meskipun sejatinya istilah netizen atau dalam KBBI disebut warganet dipakai untuk merujuk pada pengguna internet secara umum, akhir-akhir ini terasa memiliki konotasi yang negatif. Ketika membaca komentar-komentar yang tidak nyaman di berbagai media online, seringkali ungkapan “dasar mulut netizen” spontan dikeluarkan.</p><p style="text-align: justify;">Istilah netizen menjadi semakin terasa negatif, bukan hanya karena komentarnya yang pedas, tetapi juga yang dirasakan kasar, nyinyir, provokatif, memojokkan, keroyokan, dan juga menyebarkan kebohongan.</p><a name='more'></a><p style="text-align: justify;">Hal ini mengingatkan pada survei Katadata Insight Center (KIC) yang dirilis pada November 2020, dimana menunjukkan bahwa hampir 60 persen orang Indonesia terpapar hoaks saat menggunakan internet.</p><p style="text-align: justify;">Ketidakmampuan dalam mengolah informasi dan rendahnya literasi digital menyebabkan mereka tidak bisa bertanggungjawab terhadap berita yang disebarnya.</p><p style="text-align: justify;">Seringkali banyaknya penyebar berita hoaks yang sama menjadi semacam justifikasi kebenaran berita dan pembenaran perilaku yang menyimpang. Hal ini tentu saja mempunyai resiko polarisasi opini bagi mereka yang mempercayai hoax dan yang melawan.</p><p style="text-align: justify;">Adu balas yang tidak sehat, diskriminasi, dan perundungan untuk mereka yang berbeda pendapat menjadi peristiwa sehari-hari yang kita rasakan di berbagai media sosial.</p><p style="text-align: justify;">Penyebaran kebencian secara bersama-sama yang merusak mental, moral, dan rasionalitas masyarakat dimungkinkan menjadi penyebab perilaku warganet yang negatif.</p><p style="text-align: justify;">Ketika Microsoft merilis Digital Civility Index atau Indeks Keberadaban Digital tahun 2020 pada bulan Februari 2021, kita baru menyadari kerusakan yang ditimbulkan. Netizen Indonesia menempati posisi ke-29 dari 32 negara yang diteliti oleh Microsoft.</p><p style="text-align: justify;">Kesopanan pengguna internet di Indonesia dinilai masih lebih baik daripada di Meksiko, Rusia, dan Afrika Selatan secara global, namun di bawah Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam di wilayah Asia Tenggara.</p><p style="text-align: justify;">Survei yang dilakukan pada bulan April sampai Mei 2020, memperlihatkan skor DCI atau tingkat kesopanan netizen Indonesia turun dibandingkan tahun yang lalu. Semakin banyak masyarakat dari kelompok dewasa yang dinilai makin turun peradabannya. Apakah masih ada kaitannya dengan sisa-sisa polarisasi opini saat pemilihan presiden tahun sebelumnya? Bisa jadi.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p><b>Pendidikan Karakter Kekinian</b></p><p style="text-align: justify;">Secara mudah, seringkali masyarakat menyalahkan dan menyerahkan permasalahan ini pada pendidikan karakter yang seharusnya sudah diperoleh sejak masih dalam pendidikan dasar. Atau bahkan dijadikan sebagai bagian dari pengakuan kebebasan berpendapat yang tidak terhindarkan.</p><p style="text-align: justify;">Ketidakberdayaan masyarakat akan kondisi ini tercermin dalam keinginan 59 persen responden survei DCI yang meminta perusahaan media sosial agar ikut memperbaiki. Hal ini menunjukkan bahwa begitu ringkihnya bangunan keberadaban masyarakat karena kemunculan media sosial.</p><p style="text-align: justify;">Pendidikan karakter juga sudah seharusnya semakin disesuaikan dengan kondisi terkini. Selain cara penyampaiannya yang harus kekinian, juga perlunya memasukkan kemungkinan-kemungkinan yang semakin luas dalam hal komunikasi dan interaksi tanpa batas, tanpa identitas, dan multi platform di zaman digital.</p><p style="text-align: justify;">Namun sayangnya di berbagai institusi pendidikan, mata pelajaran atau mata kuliah ini masih sering dipandang sebelah mata oleh siswa karena tidak terkait peningkatan pengetahuan dan keterampilan atau karena cara penyampaian dan konten pembelajarannya yang tidak kekinian.</p><p style="text-align: justify;">Di sisi lain, teknologi yang ada telah memanjakan penggunanya terutama dalam hal identitas. Kelebihan yang dimiliki oleh media sosial untuk menyembunyikan identitas alias anonim, menggerakkan massa dalam ruang lingkup yang luas, atau membombardir informasi dalam waktu singkat, memungkinkan penguna internet menjadi sosok yang lebih berani dibandingkan jika bertemu secara langsung.</p><p style="text-align: justify;">Peluang untuk memiliki banyak identitas juga memungkinkan pengguna internet menjadi pribadi yang mampu melewati batas-batas norma yang ada di masyarakat.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p><b>Identitas masyarakat internet</b></p><p style="text-align: justify;">Kebebasan dalam berpendapat memang seharusnya jangan diberangus, namun sebaiknya diarahkan pada kebebasan yang bertanggungjawab. Namun selama seseorang masih bisa menjadi banyak pribadi, keinginan ini akan sangat sulit untuk diwujudkan.</p><p style="text-align: justify;">Jika bercermin pada pemberian status “verified” pada profil-profil tertentu oleh beberapa media sosial, sepertinya profil resmi sebagai masyarakat di internet juga perlu dihadirkan oleh negara.</p><p style="text-align: justify;">Meskipun seseorang masih dimungkinkan memiliki banyak profil di dunia maya, identitas resmi yang dikelola oleh negara dapat memudahkan pengguna internet lainnya untuk bersikap mengabaikan atau mempercayai berbagai komentar atau postingannya di media sosial.</p><p style="text-align: justify;">Di sisi lain, tetap perlu ada literasi digital agar masyarakat semakin mampu mengolah informasi dengan benar dan berperilaku sopan. Jangan sampai karena ketidakmampuannya tersebut, membuat seluruh pengguna Indonesia dinilai tidak beradab dan membuat malu bangsa. Gara-gara nilai setitik, rusak susu sebelanga! <b><i>(Ridwan Sanjaya, Guru Besar Sistem Informasi Unika Soegijapranata)</i></b></p><p>Tautan:</p><p></p><ul style="text-align: left;"><li><a href="https://www.kompas.id/baca/opini/2021/03/08/pentingnya-pendidikan-karakter-zaman-digital/" target="_blank">Kompas, 8 Maret 2021</a></li><li><a href="https://news.unika.ac.id/2021/03/pentingnya-pendidikan-karakter-zaman-digital/" target="_blank">Portal Berita Unika Soegijapranata</a> </li></ul><p></p>Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-90316548072885420482021-02-14T07:40:00.005+07:002021-02-14T10:22:37.856+07:00Suara Merdeka untuk Generasi Kekinian<p>(Suara Merdeka, Halaman Utama 11 Februari 2021)</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-gNq6M5n1MO0/YChw5zUBr2I/AAAAAAAADeU/YKx5FFFVB1cS7NexEkoo4xa_K0qiwtlNQCLcBGAsYHQ/s1024/SM-11_02_2021-Suara-Merdeka-Untuk-Generasi-Kekinian.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="340" data-original-width="1024" src="https://1.bp.blogspot.com/-gNq6M5n1MO0/YChw5zUBr2I/AAAAAAAADeU/YKx5FFFVB1cS7NexEkoo4xa_K0qiwtlNQCLcBGAsYHQ/s16000/SM-11_02_2021-Suara-Merdeka-Untuk-Generasi-Kekinian.jpg" /></a></div><p align="justify">Perkembangan teknologi informasi tidak bisa dipungkiri telah banyak menggerus eksistensi media cetak di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Bukan hanya karena akses informasi bisa diperoleh secara real-time melalui gadget maupun kebiasaan generasi muda yang sehari-harinya mendapatkan berbagai informasi dari gadget, tetapi juga karena cara untuk mendapatkan media cetak umumnya harus melalui berbagai perantara seperti agen koran, penjual koran, atau loper koran. Biaya kertas dan cetak yang terus naik juga menjadi perhatian tersendiri dalam biaya produksi.</p><p align="justify">Menghilangkan perantara, meminimalkan biaya, dan mempercepat proses merupakan kelebihan teknologi yang selalu disebutkan dalam rantai pasokan atau seringkali disampaikan pada saat menceritakan kisah sukses perusahaan berbasis teknologi di awal abad 21. Dalam survei AC Nielsen juga disebutkan jumlah pembaca media online di tahun 2020 sudah mencapai 6 juta orang, atau lebih banyak dibandingkan pembaca media cetak yang sebanyak 4,5 juta orang.</p><p align="justify">Beberapa tahun terakhir ini, beberapa media cetak di Indonesia juga akhirnya memutuskan berhenti atau berpindah ke dalam wujud digital. Apakah media online harus menjadi akhir dari media cetak? Apakah disrupsi digital tidak bisa dihindarkan dari media cetak? Berbagai pertanyaan ini juga muncul pada saat Suara Merdeka menginjak usianya yang ke-71.</p><p align="justify"><br /></p><a name='more'></a><p align="justify"><strong style="text-align: left;">Modal Kepercayaan</strong></p><div style="text-align: justify;">Suara Merdeka memang lahir sebagai media cetak pada 71 tahun yang lalu namun beradaptasi lebih cepat daripada media cetak lain pada umumnya dengan mengembangkan media online dalam bentuk website di tahun 1996 dan membuka kanal <em>video streaming</em> di tahun 2011. Artinya jika dilihat dari sisi adaptasi teknologi, Suara Merdeka telah mempersiapkan diri sejak awal sebelum teknologi informasi mendisrupsi media cetak. Kisah Nokia yang terlambat beradaptasi sehingga akhirnya tersingkir dari kompetisi teknologi gadget, tidak terlihat dalam jejak langkah Suara Merdeka.</div><p></p><p align="justify">Kelebihan dalam hal mutu jurnalisme media cetak yang masih lekat di dalam benak masyarakat mengingatkan kita pada kisah pertarungan bisnis transportasi di Indonesia dimana pemain lama yang mempunyai kelebihan dalam hal rekam jejak, kenyamanan, dan keamanan segera beradaptasi dengan teknologi dan menciptakan keunggulan baru yang tidak mungkin dimiliki oleh pemain baru. Ketika masa bulan madu tarif dengan pemain baru selesai, pemain lama mulai dirasakan keunggulannya dalam hal layanan selain rekam jejaknya yang sudah terpercaya. Mobil-mobil jenis baru yang tidak mungkin dimiliki oleh perorangan menjadi keunggulan tersendiri.</p><p align="justify">Fenomena <em>clickbait</em> pada media online dimana gambar dan judul bisa berbeda dengan berita di dalamnya dan kemiripan antara berita satu dengan lainnya di media online, atau bahkan kualitas dan kedalaman berita yang minim sehingga pembaca harus mencari berita dari sumber lainnya merupakan masalah dan tugas yang bisa dijawab oleh Suara Merdeka. Kepercayaan yang telah diperoleh selama ini dalam menyajikan berita yang jujur dan diolah terlebih dahulu untuk melengkapi kedalaman berita memang tidak boleh hilang di jaman digital.</p><p align="justify">Apabila media massa hanya sekedar cepat tetapi ceroboh, cepat tetapi tidak cerdas, maupun cepat tetapi sering salah atau bohong, lama kelamaan akan dirasakan oleh pembaca dan membuat malu mereka yang membagikannya. Kelebihan dalam hal rekam jejak yang baik dan adaptasi dengan teknologi informasi seperti dalam kisah kompetisi bisnis transportasi yang diceritakan sebelumnya, menjadi satu rumus yang dapat menjadi rujukan bahwa tidak selalu pemain baru dengan teknologi terkini akan memenangkan kompetisi sekaligus membuktikan eksistensi pemain lama yang dapat beradaptasi.</p><p align="justify">Suara Merdeka sebagai media cetak sekaligus media online didukung dengan kepercayaan yang telah terjalin dalam kurun waktu yang lama, menjadi keunggulan yang saling melengkapi dan dibutuhkan oleh pembaca, termasuk generasi saat ini. Pribadi yang cerdas dan tidak termakan oleh hoax, sejatinya merupakan keinginan setiap orang.</p><p align="justify"><br /></p><p align="justify"><strong>Tetap Inovatif<br /></strong>Meskipun Suara Merdeka telah memiliki media cetak dan media online secara bersamaan, integrasi dan kolaborasi keduanya merupakan hal yang dapat menciptakan keunggulan tersendiri bagi media cetak, bahkan mungkin tidak dapat dilakukan jika hanya memiliki media online saja. Kedalaman berita sekaligus kemungkinan untuk penelusuran lebih Ianjut dari dalam media cetak ke media online akan mampu menjawab kebutuhan pembaca-pembaca cerdas, selain kecepatan dalam pemberitaan yang tidak terhindarkan.</p><p align="justify">Menurut Gartner (2018), fenomena FoMO atau <em>Fear of Missing Out</em> alias ketakutan ketinggalan informasi diprediksi telah menjadi suatu budaya bagi generasi milenial dan generasi Z, yang jika disikapi dengan positif akan menghasilkan pengalaman-pengalaman baru. Hasilnya, akan menjadi daya dorong bagi kita semua dalam menciptakan inovasi-inovasi terbaru sehingga generasi muda merasa kekinian dan keren dalam menggunakannya.</p><p align="justify">Pemanfaatan <em>Virtual Reality</em>, <em>Augmented Reality</em>, atau bahkan <em>Mixed Reality</em> dalam pemberitaan media cetak juga dapat menciptakan pengalaman-pengalaman baru bagi generasi kekinian maupun pemasang iklan. Di dalam buku Generasi Z yang ditulis David dan Jonah Stillman (2017), gabungan antara dunia fisik dan digital atau disebut sebagai <em>phygital</em> merupakan realitas yang dapat saling melengkapi dan saling menggantikan bagi generasi saat ini. Menjadi media yang jujur dan terpercaya sekaligus mampu memberikan pengalaman baru bagi generasi saat ini, kenapa tidak? Selamat ulang tahun Suara Merdeka ke-71! (<em><strong>Ridwan Sanjaya</strong>, Guru Besar Sistem Informasi dan Rektor Unika Soegijapranata</em>)</p><p><br /></p><p><strong>Tautan: </strong></p><p></p><ul style="text-align: left;"><li><a href="https://www.suaramerdeka.com/news/nasional/254515-suara-merdeka-untuk-generasi-kekinian" target="_blank">Suara Merdeka 11 Februari 2021 hal. 1, 11</a></li><li><a href="https://news.unika.ac.id/2021/02/suara-merdeka-untuk-generasi-kekinian/" target="_blank">Portal Berita Unika Soegijapranata</a></li></ul><p></p><p></p>Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-5396452392759762872021-01-14T05:54:00.004+07:002021-01-14T06:00:04.372+07:00Generasi Menembus Batas<p style="text-align: justify;"><span style="text-align: left;">(Suara Merdeka, Wacana Nasional 19 September 2020)</span></p><p style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-sU9hNz5elKM/X_94vvT4yPI/AAAAAAAADbo/I6JZ9UqflasQE8bbeHXWNR1sNMSvNdgjwCLcBGAsYHQ/s804/SM-18_12_2020-Generasi-Menembus-Batas.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="804" data-original-width="618" height="711" src="https://1.bp.blogspot.com/-sU9hNz5elKM/X_94vvT4yPI/AAAAAAAADbo/I6JZ9UqflasQE8bbeHXWNR1sNMSvNdgjwCLcBGAsYHQ/w547-h711/SM-18_12_2020-Generasi-Menembus-Batas.jpg" width="547" /></a></div><br /><span style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px;"><blockquote>Berbagai cara baru di luar kebiasaan, anti-mainstream, atau kreatif- inovatif para lulusan dapat dimungkinkan berkembang ketika mereka dapat dengan cepat merespons perubahan dan melakukan transformasi</blockquote></span><p></p><p style="text-align: justify;"><b><br /></b></p><p style="text-align: justify;"><b>HAMPIR</b> satu tahun ini dunia pendidikan tinggi menjalani perkuliahan daring dengan penuh dinamika. Beberapa kampus berhasil menjalaninya dengan lancar, meskipun pada awal penuh gejolak, namun banyak juga yang masih sulit beradaptasi dengan cara-cara baru karena berbagai hal. Memang, tidak semua bisa diselenggarakan untuk menggantikan cara-cara sebelumnya secara daring. Butuh perkecualian-perkecualian yang masih bisa ditoleransi oleh standar masing-masing kampus.</p><p style="text-align: justify;">Namun memaksakan untuk memulai perkuliahan tatap muka secara fisik sebelum ada obat penangkalnya akan dipandang tidak bijaksana dan justru akan menciptakan risiko bagi mahasiswa, dosen, atau bahkan orang-orang yang dicintainya di rumah. Sebab, tidak ada satu pun yang tahu mobilitas masing-masing orang yang akan bertemu dalam tatap muka secara fisik. Mengumpulkan mereka dalam jumlah yang besar, akan meningkatkan risiko untuk menciptakan klaster baru penyebaran Covid-19.</p><p style="text-align: justify;">Menjadi hal yang luar biasa ketika mahasiswa berhasil mengatasi berbagai kesulitannya dan bisa lulus pada masa sekarang. Meskipun banyak yang meragukan dalam hal kualitas perkuliahan, mereka yang disebut sebagai lulusan era pandemi, merupakan pemenang yang berhasil mengalahkan kondisi sulit dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang mengejutkan. Bahkan, mereka juga bisa disebut sebagai orang-orang yang kreatif karena berhasil menemukan teknik untuk menyelesaikan studinya dalam kondisi yang baru.</p><p style="text-align: justify;">Ketika wisudawan lulus dalam situasi sekarang, bukan hanya membuktikan sebagai sosok-sosok istimewa karena berhasil berjuang menyelesaikan studi dengan cara yang tidak sama dengan kebiasaan pada umumnya, tetapi juga terbukti mempunyai kelincahan dan daya tahan yang baik dalam mengelola perubahan.</p><p style="text-align: justify;">Praktik kelincahan ditambah dengan daya tahan dalam jangka panjang, atau dalam buku yang ditulis oleh Angela Duckworth (2016) disebut sebagai Grit, dipandang akan menjadi modal yang berharga dalam menghadapi dan membuat terobosan akan masa depan yang konstan akan perubahan.</p><p style="text-align: justify;"><span></span></p><a name='more'></a>Pada masa sekarang di mana perubahan cepat sekali terjadi, kelincahan atau agility tidak boleh menunggu lama. Dalam buku Agility yang ditulis oleh Leo M Tilman (2019), disebutkan bahwa kelincahan merupakan faktor penentu yang dibutuhkan dalam mengambil keputusan dan peluang pada era disrupsi. Namun kelincahan bukanlah menjadi tujuan akhirnya atau akhir dari segalanya, melainkan transformasi yang tercipta dan dialami oleh setiap individu.<p></p><p style="text-align: justify;">Berbagai cara baru di luar kebiasaan, anti-mainstream, atau kreatif-inovatif para lulusan dapat dimungkinkan berkembang ketika mereka dapat dengan cepat merespons perubahan dan melakukan transformasi. Kombinasi antara kelincahan, daya tahan, serta kemampuan dalam akademik yang telah diperoleh selama studi diharapkan mewujud dalam lulusan terutama pada era pandemi ini.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><b>Penjaminan Mutu</b></p><p style="text-align: justify;">Dalam buku Doing Agile Right yang ditulis oleh Darrel Rigby (2020) disebutkan bahwa kelincahan dalam menggerakan inovasi harus tetap diimbangi dengan penjaminan mutu yang baik. Perguruan tinggi harus bisa menggabungkan keduanya untuk mengusahakan layanan yang terbaik bagi semua stakeholder, yaitu konservatif dalam kualitas namun progresif dalam inovasi.</p><p style="text-align: justify;">Bagi perguruan tinggi, sekali layar terkembang pantang surut ke belakang. Berbagai hal harus diciptakan dan dibuat terobosannya agar kampus bisa tetap lincah dalam menyelenggarakan layanan pendidikan, sehingga masa depan yang sudah dirancang oleh setiap individu tidak menemui hambatan, meskipun pandemi Covid-19 belum kunjung berhenti.</p><p style="text-align: justify;">Perguruan tinggi yang menghasilkan terobosan-terobosan untuk menjembatani mahasiswanya dalam menyelesaikan studinya pada masa pandemi dimungkinkan akan tetap menjaga kualitas lulusannya, meskipun kondisinya sedang tidak mudah. Pada umumnya, pemikiran-pemikiran inovatif muncul setelah kampus menyelesaikan masa adaptasinya dalam hal yang paling mendasar.</p><p style="text-align: justify;">Berbagai hal mendasar yang harus diadaptasikan dalam kondisi ini bukan hanya terkait dengan pembelajaran secara daring, tetapi juga praktik laboratorium, kuliah kerja nyata, magang kerja, bimbingan, dan ujian tugas akhir, sampai akhirnya diwisuda.</p><p style="text-align: justify;">Sekat-sekat yang bisa diatasi oleh kampus dan lulusannya dalam berjalan di atas pandemi akan menghasilkan generasi yang mampu menembus batas. Bukan hanya terkait soal akses internet dan cara belajar yang baru semata, tetapi juga praktik dalam dunia baru dengan kebiasaannya yang berbeda dari sebelumnya. (37)</p><p style="text-align: justify;"><i>—Prof Dr F Ridwan Sanjaya, Rektor Unika Soegijapranata dan Guru Besar Bidang Sistem Informasi.</i></p><p style="text-align: justify;"><b>Tautan:</b></p><p style="text-align: justify;"></p><ul><li><a href="https://www.suaramerdeka.com/news/opini/249981-generasi-menembus-batas?page=all" target="_blank">Suara Merdeka</a></li><li><a href="https://news.unika.ac.id/2020/12/generasi-menembus-batas/" target="_blank">Portal Berita Unika Soegijapranata</a></li></ul><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="http://www.unika.ac.id/blog/2020/12/18/generasi-penembus-batas/" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;" target="_blank"><img border="0" data-original-height="1024" data-original-width="2048" height="276" src="https://1.bp.blogspot.com/-anjpc-1al8I/X_966QLFiPI/AAAAAAAADb0/YMt1hvZV1_4Yxk5uQaAapwGzeo9CMZ9fQCLcBGAsYHQ/w551-h276/penembus%2Bbatas.jpg" width="551" /></a></div><br /><p style="text-align: justify;"><br /></p><div style="text-align: justify;"><br /></div>Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-71776904300565025422020-09-19T05:34:00.003+07:002020-09-20T05:54:11.097+07:00Dunia Figital Generasi Z<p>(Suara Merdeka, Wacana Nasional 19 September 2020)</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-EtnvR38866I/X2aLAZU-JaI/AAAAAAAADYQ/CWLRT26L6IcxHEgQm4SRIc76XUO7eMWKwCLcBGAsYHQ/s1161/SM%2BDunia%2BFigital%2BGenerasi%2BZ%2B2020-09-19.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1161" data-original-width="790" height="640" src="https://1.bp.blogspot.com/-EtnvR38866I/X2aLAZU-JaI/AAAAAAAADYQ/CWLRT26L6IcxHEgQm4SRIc76XUO7eMWKwCLcBGAsYHQ/w436-h640/SM%2BDunia%2BFigital%2BGenerasi%2BZ%2B2020-09-19.jpg" width="436" /></a></div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><br /><blockquote><p style="text-align: center;">Dengan mengajak Gen-Z untuk tetap berada di kebiasaan yang sama dengan generasi sebelumnya, membuat kepekaan mereka dalam menghadapi perubahan menjadi tidak tajam atau bahkan hilang.</p></blockquote><p style="text-align: justify;">DALAM buku berjudul Generasi Z karya David dan Jonah Stillman (2017), generasi Z atau disingkat Gen-Z disebut-sebut sebagai penduduk asli dunia yang disebut figital (fisik dan digital). Sebutan itu karena sejak lahir mereka telah dilengkapi dengan berbagai teknologi yang memungkinkan mereka untuk menemukan kesamaan berbagai aspek fisik dalam dunia digital. Bagi Gen-Z, dunia nyata dan dunia virtual dapat saling melengkapi dan saling menggantikan. Dengan kata lain, virtual menjadi bagian dari realitas generasi ini.</p><p style="text-align: justify;">Gabungan antara fisik dan digital ini telah menjadi realitas baru bagi generasi ini. Tentunya pernyataan tersebut juga bergantung pada aksesibilitas dan interaksi Gen-Z terhadap teknologi yang tersedia selama ini. Namun batas pemisah antara fisik dan digital telah terkikis. Kedua hal tersebut tidak lagi dibandingkan karena keberadaannya di dunia nyata atau di dunia digital, tetapi berdasarkan kualitas, harga atau biaya, penjelasan, ulasan, dan peringkat atau penilaian yang selama ini dipahami oleh semua generasi namun dengan simbol-simbol yang berbeda.</p><p style="text-align: justify;"><span></span></p><a name='more'></a>Saat diskusi dengan kolega yang termasuk dalam generasi sebelumnya, kepercayaan terhadap sebuah organisasi biasanya diawali dengan pengalaman perjumpaan dan pemahaman. Namun bagi generasi ini bahkan generasi sebelumnya di masa sekarang, kepercayaan tersebut bisa timbul karena jumlah bintang atau simbol kepuasan sejumlah individu yang lain serta ulasan atau pendapat-pendapat kebanyakan individu di dunia maya.<p></p><p style="text-align: justify;">Mereka seringkali mengandalkan crowd wisdom atau opini kolektif dari individu-individu. Setiap individu tersebut bahkan bukan merupakan sosok yang dikenal publik sebagai tokoh atau influencer yang berpengaruh. Sehingga muncul juga tuduhan bahwa pendapat- pendapat tersebut bisa saja tidak asli atau dimanipulasi sesuai pihak yang berkepentingan. Meskipun bisa saja diatur dengan baik secara digital, harus diakui bahwa kemungkinan tersebut sangat bisa terjadi. Bukankah hal tersebut juga terjadi di dunia nyata selama ini? Dunia digital sering mereplikasi berbagai kebiasaan yang terjadi di dunia nyata.</p><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><b>Mengasah Kepekaan</b></p><p style="text-align: justify;">Berbagai pihak menyebutkan bahwa pandemi Covid-19 telah mengakselerasi berbagai sisi digital dan seringkali meletakkannya sebagai jawaban yang mendasar dari banyak hal. Untuk itu dunia pendidikan, terutama pendidikan tinggi, perlu juga mengantisipasi realitas baru tersebut dalam wujud pengalaman, praktik-praktik etis dalam pembelajaran, serta kebiasaan- kebiasaan yang disepakati dalam perkuliahan. Sebab mereka nanti akan bekerja dan beraktivitas di masa ketika aspek fisik dan digital berbaur dan saling mengisi. Dengan mengajak Gen-Z untuk tetap berada di kebiasaan yang sama dengan generasi sebelumnya, membuat kepekaan mereka dalam menghadapi perubahan menjadi tidak tajam atau bahkan hilang.</p><p style="text-align: justify;">Dalam wisuda Unika Soegijapranata pada September 2020, terdapat cara-cara baru yang menggambarkan gabungan antara fisik dan digital. Jika sebelumnya digunakan teknologi face tracking untuk membuat wisudawan terasa berada di proses wisuda, maka dalam wisuda kali ini ditambahkan augmented reality (AR) atau realitas berimbuh agar wisudawan juga bisa terlibat di dalam wisuda meskipun secara fisik tetap tidak terjadi. Pemindahan kucir wisudawan pada saat wisuda terjadi secara virtual namun dirasakan tetap terselenggara secara fisik. Dengan begitu wisudawan tetap dapat merasakan kebahagiaan saat diwisuda di dunia figital.</p><p style="text-align: justify;">Pengalaman figital lainnya juga dapat dirasakan sebelumnya di perpustakaan Unika Soegijapranata. Mahasiswa dapat menyimak resensi buku melalui tokoh virtual yang muncul pada saat smartphone diarahkan ke sampul buku yang disediakan melalui teknologi augmented reality. Mahasiswa juga dimungkinkan untuk mengakses koleksi pustaka yang ada di dunia virtual melalui kacamata virtual reality (VR). Meskipun peminjaman dilakukan di dunia virtual, buku sudah disiapkan di layanan pelanggan saat mahasiswa keluar dari perpustakaan. Selain itu, tokoh hologram akan muncul menyapa para pengunjung dan menjawab berbagai informasi yang dibutuhkan.</p><p style="text-align: justify;">Apabila sejak awal mahasiswa sudah dikenalkan dengan berbagai aspek figital, ketika lulus, wisudawan tidak lagi terkejut-kejut melihat hal-hal baru atau bahkan resisten terhadap sesuatu yang baru. Wawasan terhadap masa depan sudah terbuka dan diperkaya, jauh sebelum terjun atau kembali lagi ke dunia kerja. Dengan begitu, langkah wisudawan menjadi lebih ringan dalam memformulasikan berbagai strategi setelah diwisuda ataupun di dunia kerja.</p><p style="text-align: justify;">Semua usaha untuk mendekatkan lulusan perguruan tinggi dengan kondisi yang baru akan membantu kita semua dalam mewujudkan talenta- talenta berbakat yang kontributif bagi Tanah Air dan kemanusiaan. Bakat pemberian Allah jangan hanya disembunyikan, namun hendaknya dipersembahkan seluruhnya kepada nusa, bangsa. <i>Talenta pro patria et humanitate</i>! (46)</p><p style="text-align: justify;">—Prof Dr F Ridwan Sanjaya, Rektor Unika Soegijapranata dan Guru Besar Bidang Sistem Informasi</p><p style="text-align: justify;">Tautan:</p><p style="text-align: justify;"></p><ul><li><a href="https://www.suaramerdeka.com/news/opini/240941-dunia-figital-generasi-z" target="_blank">Suara Merdeka</a></li><li><a href="https://news.unika.ac.id/category/artikel/media-massa/tulisan/" target="_blank">Portal Berita Unika Soegijapranata</a></li></ul><p></p><p style="text-align: justify;"><br /></p>Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-12537850840256503702020-08-05T05:29:00.000+07:002020-09-20T05:32:56.542+07:00"The Great Reset" dalam Dunia Pendidikan <p><span style="background-color: white; font-size: 14px; text-align: justify;"><span style="color: #363335; font-family: Arial;">(Suara Merdeka, Wacana Nasional 5 Agustus 2020)</span></span></p><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-R1HOdzDUYFI/X2aG0LgvO6I/AAAAAAAADX4/0ERVi1KIyAMko6DUuYfHiQmJdHu-Kfv_wCLcBGAsYHQ/s944/SM-5_08_2020-The-Great-Reset-dalam-Dunila-Pendidikan.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="944" data-original-width="598" height="640" src="https://1.bp.blogspot.com/-R1HOdzDUYFI/X2aG0LgvO6I/AAAAAAAADX4/0ERVi1KIyAMko6DUuYfHiQmJdHu-Kfv_wCLcBGAsYHQ/w406-h640/SM-5_08_2020-The-Great-Reset-dalam-Dunila-Pendidikan.jpg" width="406" /></a></div><br /><span style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; text-align: justify;"><br /></span><p></p><p style="text-align: center;"><span style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; text-align: justify;">Semangat untuk memberikan yang terbaik dan optimisme terus dibangun, bisa menjadi bahan bakar yang tidak pernah habis, meskipun dilanda badai pandemi</span></p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;"><strong>SETELAH</strong> pandemi Covid-19 menjadi berkepanjangan, para ahli menyerukan “The Great Reset” atau pengaturan ulang tatanan kehidupan yang mendasar secara masif. Istilah tersebut merupakan judul buku dari Richard Florida, seorang professor di Universitas Toronto yang kembali dibicarakan oleh Klaus Schwab, Ketua Eksekutif World Economic Forum, pada Juni lalu. Meskipun bidang yang dibicarakan di dalam forum tersebut tidak menyebutkan dunia pendidikan secara spesifik, namun kelima bidang yang ditawarkan juga ikut terkait dengan dunia pendidikan, tidak terkecuali pendidikan tinggi.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Penggunaan teknologi informasi di dalam dunia pendidikan dalam masa pandemi, telah “meruntuhkan” tembok-tembok kelas yang dulu secara fisik menegaskan bidang ilmu, tingkatan pengetahuan, waktu yang disediakan dalam belajar, atau bahkan bentuk laporan evaluasi penyelenggaraan pendidikan. Rumusan yang paling tepat dalam memberikan solusi pendidikan tidak lagi dapat dipastikan, seperti halnya ketidakpastian vaksin Covid-19 akibat kemungkinannya untuk bermutasi secara cepat.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;"><span></span></p><a name='more'></a>Namun kondisi ini tidak hanya berlaku di Indonesia, tetapi juga dialami oleh dunia pendidikan secara global, terutama dalam pendidikan tinggi. Kampus-kampus besar dunia, baik di Eropa maupun Amerika, yang terkenal dengan kelebihannya dalam hal teknologi, ternyata juga canggung ketika menghadapi penggunaan teknologi informasi secara masif dan massal. Perubahan yang mendadak telah membuat pemerintah setempat, kampus, dosen, maupun mahasiswa menjadi tunggang- langgang, jungkir-balik, dan kocar-kacir dalam menyikapi, terutama ketika infrastruktur, kebijakan, dan pelatihan belum dipersiapkan sebelum masa pandemi.<strong></strong><p></p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;"><strong>Dunia Sedang Di-reset</strong></p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Berbagai pandangan yang dinilai paling benar bermunculan, meskipun mereka belum benarbenar menjalankan atau bahkan mengujinya. Sejujurnya, tidak ada pendekatan yang paling sempurna dalam kondisi sekarang. Tidak ada resep tunggal yang paling mujarab untuk semua kasus. Hanya semangat untuk memberikan yang terbaik, yang membuat pelayanan kepada mahasiswa tetap berjalan, meskipun kondisi tidak mudah. Dunia ini sedang di-<em>reset </em>dan kita semua mendapatkan kesempatan untuk menjadi yang pertama dalam mendapatkan pengalaman di dunia yang baru.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Momentum yang dapat dimanfaatkan oleh dunia pendidikan saat ini adalah memperkecil atau meniadakan kesenjangan dan ketimpangan dalam hal pendidikan yang tercipta akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Meskipun pemerintah telah mempersiapkan berbagai skenario ataupun kita melihat kondisi nyata terkait infrastruktur di lapangan belum merata, dunia pendidikan perlu menyiapkan berbagai skenario kreatif, agar masyarakat tetap dapat mengakses pendidikan yang layak dan pantas di dalam kondisi terbatas saat ini.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Meskipun kita menyadari bahwa adopsi dan adaptasi teknologi merupakan hal yang tidak terhindarkan, adaptasi dengan kondisi yang riil di lapangan juga harus dilakukan. Berbagai bentuk adaptasi dan temuan solusi akan menjadi momentum bagi kita semua dalam mengawali “The Great Reset” yang terkait dengan dunia pendidikan. Ingat, tidak ada resep tunggal yang paling mujarab dalam semua kondisi. Usaha kita untuk mendekatkan masyarakat pada layanan pendidikan yang menjadi haknya, menjadi bagian dalam peran kita sebagai tabib-tabib maupun tokoh-tokoh perubahan di dalam tatanan kehidupan baru.<strong></strong></p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;"><strong>Kesiapan Transformasi</strong></p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Unika Soegijapranata pada usia yang ke-38 pada 5 Agustus 2020 ini, mungkin termasuk yang beruntung mampu melewati satu semester pertama pada masa pandemi, meskipun sejujurnya tidak mudah. Hanya dengan kerja sama yang baik oleh semua pihak melalui dukungan pelaksanaan pembelajaran daring yang konsisten dalam satu semester terakhir, pelayanan dapat berjalan dengan lancar.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Salah satu yang menguntungkan adalah kesiapan teknologi informasi sejak tahun 2000 yang dikembangkan secara masif setelah itu. Tercatat, tahun 2009, 2011, 2014, dan 2017 merupakan titik-titik waktu di mana sistem pembelajaran daring terus dikembangkan untuk mendampingi, melengkapi, bahkan menjadi backup ketika kondisi saat ini terjadi. Ibaratnya, kapal sudah dibangun dan sudah disiapkan tidak jauh dari pantai, di mana pada akhirnya berlayar pada masa sekarang untuk mengarungi samudera ketidakpastian dan diharapkan akan sampai di daratan yang menjadi proyeksi suatu masa depan yang cerah.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Semangat untuk memberikan yang terbaik dan optimisme yang terus dibangun, bisa menjadi bahan bakar yang tidak pernah habis, meskipun dilanda badai pandemi. Ketangguhan, kreativitas, dan kepedulian sivitas akademika terbukti dapat berkembang ibarat jamur pada musim hujan. Berbagai karya akademik dan sosial dari dunia pendidikan justru dihasilkan dengan luar biasa dalam satu semester terakhir ini. Berbagai kanal <em>Youtube</em> mendadak bermunculan dari dosen muda sampai dengan profesor yang tidak lagi muda. Begitu juga dengan tulisan-tulisan dosen yang diterbitkan di media massa maupun dalam bentuk buku.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Selain itu, keterlibatan dosen, tendik, dan alumni dalam hal kepedulian kepada mahasiswa pada masa pandemi ini sungguh menjadi catatan sejarah yang akan terceritakan dalam tahun-tahun yang akan datang. Semua ini ibarat semut keluar dari sarangnya, semua pihak tanpa terkecuali “berhamburan” untuk berbagi dan melakukan aksi sosial di masyarakat. Fenomena yang mungkin tidak mudah kita temukan pada masa-masa sebelum pandemi.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Namun pengelola dunia pendidikan harus menyadari bahwa dibutuhkan usaha lebih keras lagi dan lebih baik lagi untuk bisa melewati masa-masa ini dengan baik, sampai akhirnya masuk dalam tatanan kehidupan yang baru. Selalu masih ada ruang dan waktu untuk melakukan refleksi, evaluasi, dan bertransformasi agar kita menjadi pribadi-pribadi yang semakin siap melayani di dunia pendidikan.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Semangat bersama untuk terus berekspresi, menghasilkan kreasi, dan terkoneksi dengan berbagai kesempatan yang baik di masyarakat dapat menjadi modal yang sangat luar biasa bagi dunia pendidikan tinggi untuk bertransformasi dan menginspirasi banyak pihak. Karena itu, Mgr Soegijapranata pernah menyampaikan pesan bahwa bakat pemberian Allah jangan hanya kau sembunyikan, persembahkan seluruhnya kepada nusa, bangsa, dan negara. Pesan ini kemudian dirumuskan sebagai talenta pro patria et humanitate dan menjadi moto Unika Soegijapranata sampai saat ini.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Tautan:</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;"></p><ul><li><a href="https://www.suaramerdeka.com/news/opini/237099-the-great-reset-dalam-dunia-pendidikan" style="color: #431650; font-weight: bold; text-decoration-line: none;" target="_blank">Suara Merdeka</a>, 5 Agustus 2020 hal. 5</li><li><a href="https://news.unika.ac.id/2020/08/the-great-reset-dalam-dunia-pendidikan/" target="_blank">Portal Berita Unika Soegijapranata</a></li></ul><p></p>Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-78641185745086408272020-06-22T05:23:00.003+07:002022-04-27T14:28:58.617+07:00Sesat Pikir Kuliah Daring<p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span style="background-color: white; color: #363335; font-family: arial; font-size: 14px; text-align: justify;">(Kompas, Opini 22 Juni 2020)</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><span style="background-color: white; color: #363335; font-family: arial; font-size: 14px; text-align: justify;"><br /></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-qj8W2io4RGY/X2aFiWskyVI/AAAAAAAADXs/d8cj879QcOQ-a260PBJQEddk4DgtQ2J2ACLcBGAsYHQ/s749/Kompas%2B22_06_2020-Sesat-Pikir-Kuliah-Daring.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="506" data-original-width="749" height="270" src="https://1.bp.blogspot.com/-qj8W2io4RGY/X2aFiWskyVI/AAAAAAAADXs/d8cj879QcOQ-a260PBJQEddk4DgtQ2J2ACLcBGAsYHQ/w400-h270/Kompas%2B22_06_2020-Sesat-Pikir-Kuliah-Daring.jpg" width="400" /></a></div><span style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; text-align: justify;"><br /></span><p></p><p style="text-align: center;"><span style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; text-align: justify;">Generalisasi kualitas pembelajaran daring sungguh berbahaya untuk kemajuan pendidikan di negeri ini. Pemerintah dan DPR harus mendorong kampus-kampus untuk berkembang lebih baik dalam melayani pendidikan bangsa kita.</span></p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Pandemi dan kuliah daring adalah dua hal yang berbeda. Hal ini jelas secara makna harfiah meski terjadi pada saat yang sama. Memang kuliah daring sangat <em>happening</em> saat pandemi Covid-19 tiba-tiba menerjang dunia.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Akan tetapi, bukan karena pandemi kuliah daring baru tercipta. Kegiatan pembelajaran di dalamnya tidak bisa suka-suka ditentukan sendiri, apalagi ala kadarnya karena sejak bertahun-tahun yang lalu sudah berkembang aktivitasnya. Kualitas pembelajaran tetap harus maksimal, bahkan dengan usaha yang lebih, meski kita menyadari situasi saat ini tidak mudah.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;"><span></span></p><a name='more'></a>Harus diakui, pada awal-awal pandemi banyak kampus yang tidak siap menyelenggarakan pembelajaran dengan baik. Namun, tiga bulan berlalu, kampus-kampus sudah banyak menemukan bentuk pembelajaran daring yang sesuai dengan dosen, mahasiswa, dan <em>output</em> pembelajaran. Tidak ada kampus yang punya niatan jelek untuk ala kadarnya atau suka-suka dalam melayani mahasiswanya. Usaha yang terbaik tentu akan diupayakan demi memenuhi janji kepada mahasiswanya.<p></p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Tidak bisa dimungkiri, banyak kampus yang tidak mampu mencapai usaha secara maksimal karena faktor usia pendidiknya, infrastruktur, dan finansial. Karena dibutuhkan investasi yang tidak sedikit dalam penyelenggaraannya, maka saran Ketua Komisi X DPR I saat acara sosialisasi ”Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19”, Senin lalu, perlu didorong untuk diwujudkan.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Dukungan dari pemerintah berupa finansial dan infrastruktur bukan hanya akan menyelamatkan kampus, melainkan juga menyelamatkan masa depan mahasiswa agar tetap bisa meraih cita-cita dan kompetensinya sesuai dengan waktu yang diharapkan.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Seperti kita ketahui bersama, dalam melaksanakan pembelajaran daring butuh investasi yang tidak murah. Kampus harus memiliki kemampuan finansial yang cukup untuk menyelenggarakan dengan baik. Selain akses telekomunikasi, kampus juga harus menyiapkan server dan langganan internet yang andal serta usaha dari dosen yang lebih besar daripada biasanya.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Para dosen harus menyiapkan berbagai materi dan ilustrasi pembelajaran yang dulunya bisa dijelaskan di papan tulis, kemudian dipindah ke dunia virtual. Biaya listrik juga tetap dikeluarkan karena kampus tidak otomatis kosong dan berhenti beroperasi begitu pembelajaran daring diselenggarakan. Sejatinya masih ada aktivitas dosen dan tenaga kependidikan dalam melayani pembelajaran daring dan membuat konten pembelajaran tetap menggunakan layanan ataupun infrastruktur kampus.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Apabila Ketua Komisi X menilai penyelenggaraan ini murah sehingga biaya harus diturunkan, tentunya saran beliau lainnya juga harus diikuti, yaitu memberikan dukungan finansial dari pemerintah kepada kampus untuk penyelenggaraan pembelajaran daring. Dengan demikian, investasi dan biaya dari penyiapan akses, infrastruktur, hingga insentif pembelajaran daring dapat tertangani dengan baik.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Tentunya pemberian insentif bukan hanya kepada kampusnya, melainkan juga kepada mahasiswa yang konsisten mengikuti pembelajaran daring secara terus-menerus. Dengan begitu, biaya bisa jadi diturunkan sesuai dengan dorongan beliau.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Namun, agar tercipta keadilan, kampus-kampus juga harus memberikan timbal balik berupa kualitas pembelajaran yang maksimal, bukan hanya sekadar memberikan materi dan tugas melalui surel atau media sosial lain saat jadwal kuliah. Ini agar mahasiswa tidak harus terpaksa belajar sendiri.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Karena kalau itu terjadi sebaliknya, mahasiswa tentu bisa mengambil materi dari Youtube atau Massive Open Online Courses (MOOCs) dari seluruh dunia yang sering kali lebih bagus dan jelas dalam memberikan penjelasan. Dengan disertai visual yang menarik, gaya bicara anak muda, dan serasa bertemu secara fisik, dimungkinkan bisa membuat dunia pendidikan Indonesia terdisrupsi lebih cepat.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Generalisasi kualitas pembelajaran daring sungguh berbahaya untuk kemajuan pendidikan di negeri ini. Pemerintah dan DPR justru harus mendorong kampus-kampus untuk berkembang lebih baik lagi dan lebih mampu lagi dalam melayani bangsa ini. Dengan demikian, kualitas pembelajaran dapat mencapai <em>output</em> yang diharapkan meski pandemi tidak memberikan waktu kepada kita untuk bersiap-siap.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Jika kampus berbuat yang terbaik, akan menghindarkan kita dari sesat berpikir tentang kualitas kuliah daring yang sebetulnya juga sama dengan pembelajaran konvensional.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Menurut guru besar dalam pembelajaran digital, Stefan Hrastinski (2008), pembelajaran daring terdiri dari dua jenis, yaitu <em>synchronous learning</em> dan <em>asynchronous learning</em>. Untuk istilah yang pertama merujuk pada aktivitas <em>real-time</em> dalam pembelajaran daring. Semua materi dan interaksi dosen secara langsung dengan mahasiswa terjadi sesuai dengan jadwal perkuliahan setiap hari.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Kebutuhan server yang stabil dan mampu menangani pengguna secara massal dan masif dalam waktu yang sama saat pembelajaran daring untuk jenis <em>synchronous learning</em> jauh lebih besar dibandingkan dengan pembelajaran daring dengan jenis <em>asynchronous learning</em> yang tidak membutuhkan interaksi dosen secara <em>real-time</em> dengan mahasiswanya.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Untuk jenis pembelajaran daring yang kedua ini, kampus hanya perlu meletakkan materi, tugas, serta evaluasi di suatu tempat yang telah ditentukan dan membiarkan mahasiswanya berusaha secara mandiri. Kebanyakan model pembelajaran universitas terbuka di berbagai belahan dunia memang menuntut kemandirian belajar siswanya.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Usulan DPR terkait dukungan finansial dari pemerintah dalam penyelenggaraan pembelajaran daring perlu didorong. Namun, perlu melihat beda jenis pembelajaran daringnya serta kualitas pembelajaran daring yang diselenggarakan secara nyata di tiap-tiap kampus. Pengetahuan ini dibutuhkan agar kita tidak sesat pikir dalam menilai kualitas dan biaya dari penyelenggaraan kuliah daring.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">(Ridwan Sanjaya, Rektor dan Guru Besar Sistem Informasi Unika Soegijapranata)</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Tautan:</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;"></p><ul><li><a href="https://kompas.id/baca/opini/2020/06/22/sesat-pikir-kuliah-daring/" style="color: #431650; font-weight: bold; text-decoration-line: none;" target="_blank" title="https://kompas.id/baca/opini/2020/06/22/sesat-pikir-kuliah-daring/">Kompas, 22 Juni 2020</a></li><li><a href="https://news.unika.ac.id/2020/06/sesat-pikir-kuliah-daring/" target="_blank">Portal Berita Unika Soegijapranata</a></li></ul><p></p>Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-68491869288231096392020-06-22T05:08:00.003+07:002020-09-20T05:23:02.821+07:00Progresivitas Dunia Pendidikan<p>(Suara Merdeka, Wacana Nasional 22 Juni 2020)</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://1.bp.blogspot.com/-w4ZGRJaVXuY/X2aCu4zjetI/AAAAAAAADXg/sF1a4KYK4DoQNQCjAC2dOC6u6LtupvEmACLcBGAsYHQ/s907/SM-22_06_2020-Progresivitas-Dunia-Pendidikan.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="907" data-original-width="618" height="640" src="https://1.bp.blogspot.com/-w4ZGRJaVXuY/X2aCu4zjetI/AAAAAAAADXg/sF1a4KYK4DoQNQCjAC2dOC6u6LtupvEmACLcBGAsYHQ/w436-h640/SM-22_06_2020-Progresivitas-Dunia-Pendidikan.jpg" width="436" /></a></div><br /><p style="text-align: center;"><span style="background-color: white; color: #363335; font-family: "Fjord One", serif; font-size: 18px;">Meskipun pandemi Covid-19 bukan hal yang patut disyukuri, namun sesungguhnya menciptakan sisi positif yang bisa direfleksikan.</span></p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">AKIBAT pandemi Covid-19 yang berkepanjangan, Unika Soegijapranata akhirnya memutuskan untuk menyelenggarakan wisuda daring seperti kampus lainnya. Wisuda yang disebut sebagai selebrasi virtual ini menggunakan teknologi animasi deteksi wajah (face-tracking animation). Meskipun pemanfaatan teknologi ini bukan hal yang asing dalam dunia perfilman Hollywood, inovasi ini baru pertama kali terjadi dalam wisuda di Indonesia, bahkan di dunia.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Hampir setiap hari muncul berbagai tawaran webinar yang bisa diikuti tanpa berbayar. Berbagai keahlian dan wawasan haru secara serempak dibagikan dalam seminar-seminar daring tersebut. Fenomena ini seperti melihat semua tokoh dan ahli keluar dari sarangnya. Banyak masyarakat yang mendapatkan manfaatnya dan acara-acara tersebut secara rutin. Sebuah kreativitas dan kebiasaan yang mungkin belum dilakukan sebelumnya pada masa normal, bahkan di institusi pendidikan sekalipun.</p><a name='more'></a><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Perkuliahan-perkuliahan yang dulunya hanya meletakkan materi dan memberi tugas melalui email, WhatsApp, atau Line, kini mulai bergeser ke Learning Management System (LMS) seperti Moodle, Google Classroom, dan Microsoft Teams. Bahkan jika sebelumnya hanya menggunakan LMS untuk memasang pengumuman, materi, dan tugas, kemudian bergeser dengan memberikan e-tutorial dalam bentuk presentasi bersuara, rekaman di Youtube, podcast, atau memanfaatkan BigBlueButton, Google Meet, Jitsi, maupun Zoom untuk berinteraksi secara real-time.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Meskipun pandemi Covid-19 bukan hal yang patut disyukuri, namun sesungguhnya menciptakan sisi positif yang bisa direfleksikan. Berbagai kreativitas, inovasi, dan semangat berbagi di dunia pendidikan mungkin tidak akan semarak dan seprogresif ini. Pemahaman masyarakat juga mulai bergeser dari melihat pembelajaran daring hanya sekadar membagikan materi dan tugas ke arah pembelajaran yang sifatnya lebih interaktif. Meskipun masih banyak yang terkendala dengan akses intemet, baik biaya maupun sinyal, pergeseran minat terhadap pembelajaran daring menunjukkan kenaikan signifikan.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;"><strong><span></span></strong></p><strong>Pembiayaan</strong><br />Pembiayaan memang menjadi masalah yang kompleks karena bukan saja bagi mahasiswa yang mengakses konten pembelajaran secara daring, melainkan juga kampus yang menyediakan akses pembelajaran daring. Dibutuhkan kemampuan finansial yang kuat untuk menyelenggarakan pembelajaran daring yang berkualitas karena harus menyediakan server yang mampu menangani ribuan mahasiswa dalam waktu yang sama dengan kelas yang berbeda-beda.<p></p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Selain itu, juga ada penguatan jaringan internet dan bandwidth untuk mengimbangi kebutuhan yang sebelumnya tidak sebesar sekarang.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Di sisi lain, kampus tidak otomatis kosong sehingga biaya tidak berkurang secara signifikan karena operasional kampus harus tetap berjalan dan dosen banyak yang tetap setia membuat konten pembelajaran di kampus. Pada masa pembelajaran daring ini, usaha dosen seringkali lebih besar daripada kuliah biasa. Materi yang dipersiapkan juga seringkali perlu disesuaikan dengan kondisi di dunia virtual yang tidak sama dengan kelas tatap muka.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Karena kemampuan yang berbeda-beda di setiap institusi, tidak semuanya dapat menyelenggarakan pembelajaran daring seperti yang diilustrasikan di atas. Terdapat dua jenis pembelajaran daring yang bisa ditemukan dalam masa pandemi ini, yaitu synchronous learning dan asynchronous learning.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Bagi kampus dengan keterbatasan infrastruktur, asynchronous learning atau pembelajaran tanpa interaksi secara langsung merupakan pilihan yang paling banyak digunakan. Dosen hanya perlu memasang materi dan tugas di Moodle, Google Classroom, Microsoft Meets, atau sejenisnya, sedangkan mahasiswa mengambil materi dan tugas dan LMS, kemudian mengirimkan balik jawaban tugas ke LMS dengan waktu yang telah ditentukan. Seringkali masyarakat melihat semua pembelajaran daring merupakan jenis seperti ini sehingga stigma pembelajaran daring sebagai versi ekonomis dan pembelajaran konvensional tidak bisa dipungkiri tercipta karena kondisi tersebut.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Padahal bagi kampus penyelenggara pembelajaran daring dengan jenis synchronous learning atau pembelajaran dengan interaksi secara langsung, dibutuhkan investasi yang jauh lebih besar dari operasional pembelajaran tatap muka. Dibutuhkan server yang stabil dan mampu menangani pengguna secara massal dan masif, dalam waktu yang sama. Stigma pembelajaran daring sebagai versi ekonomis dari pembelajaran konvensional menjadi salah kaprah dalam synchronous learning.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;">Namun dalam acara sosialisasi "Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19" Senin yang lalu, usulan Ketua Komisi X DPR RI untuk memberikan dukungan kepada kampus saat masa pandemi Covid-19 perlu bersama-sama didorong, terutama dalam rangka penyelenggaraan pembelajaran daring yang lebih berkualitas dan mampu menambah pengetahuan maupun wawasan mahasiswa. Meskipun belum dapat menjangkau selunih Tanah Air, progresivitas dan wilayah-wilayah yang telah mampu secara infrastuktur akan membawa dampak yang semakin luas untuk bangsa dan negara ini. Selain itu, perkembangan tersebut juga dapat meningkatkan pemahaman kita semua akan pembelajaran daring yang sebenar-benarnya.</p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;"><b>Tautan:</b></p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;"></p><ul><li>Suara Merdeka 22 Juni 2020 hal. 4</li><li><a href="https://news.unika.ac.id/2020/06/progresivitas-dunia-pendidikan/" target="_blank">Portal Berita Unika Soegijapranata</a></li></ul><p></p><p style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin: 0px 0px 20px; padding: 0px; text-align: justify;"><br /></p>Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-69025768868199469592020-06-05T15:37:00.001+07:002020-06-06T05:48:07.065+07:00Pembelajaran Daring untuk New Normal<div style="text-align: left;">
(Suara Merdeka, Wacana Nasional 4 Juni 2020)<br />
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-ocBalGzjGJY/XtrHd5KBRQI/AAAAAAAADSI/x812tQ0_3IYqFVG-mSsWggojSrhRg5y8ACLcBGAsYHQ/s1600/SM-4_06_2020-Pembelajaran-Daring-untuk-New-Normal.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="768" data-original-width="548" height="640" src="https://1.bp.blogspot.com/-ocBalGzjGJY/XtrHd5KBRQI/AAAAAAAADSI/x812tQ0_3IYqFVG-mSsWggojSrhRg5y8ACLcBGAsYHQ/s640/SM-4_06_2020-Pembelajaran-Daring-untuk-New-Normal.jpg" width="456" /></a></div>
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
<em><em>"Dimungkinkan akan banyak skenario yang dihasilkan untuk beradaptasi dengan pengaturan kehadiran siswa secara bergiliran di sekolah atau universitas"</em></em></div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<strong style="font-weight: bold;">SKENARIO</strong> <em>New Normal</em> (kenormalan baru) yang disiapkan oleh pemerintah beserta tahapan-tahapan pemulihan aktivitas di berbagai bidang, termasuk bidang pendidikan, menyiratkan akan adanya pembukaan kembali sekolah dan kampus dalam waktu dekat. Banyak pihak sebetulnya juga telah berharap bisa segera beraktivitas normal, meskipun juga di sisi lain tidak menginginkan ada peningkatan penyebaran Covid-19 seperti yang terjadi di Korea Selatan dan Jerman.</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Praktik pelaksanaannya mungkin tidak semudah yang dibayangkan dan tidak mungkin sama dengan sebelum masa pandemi. Apalagi kita juga tahu, belum ada vaksin yang benar-benar terbukti mampu menyembuhkan dari Covid-19, selain stamina dan peningkatan imun tubuh. Jadi, penerapan protokol kesehatan seperti menjaga jarak aman, mengenakan masker, dan mencuci tangan menjadi syarat dalam kondisi kenormalan baru yang akan diterapkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam berbagai infografik kenormalan baru, bidang pendidikan dirancang untuk mulai dibuka pada tahapan ketiga melalui penerapan protokol kesehatan yang ketat dengan mengatur kehadiran siswa secara bergiliran, agar syarat jarak aman dan kapasitas ruang dapat terpenuhi. Dimungkinkan akan banyak skenario yang dihasilkan untuk beradaptasi dengan pengaturan kehadiran siswa secara bergiliran di sekolah atau universitas. Pertama, kapasitas kelas dimungkinkan menjadi lebih kecil dibandingkan dengan sebelumnya karena jarak antarsiswa akan mengurangi kapasitas kelas pada umumnya. Konsekuensinya adalah biaya penyelenggaraan setiap kelas akan menjadi lebih besar dari sebelumnya, karena jumlah pengajar maupun ruang mengalami peningkatan. Sekolah atau kampus yang telah lama menerapkan kelas dalam jumlah kecil, tentu akan lebih mudah dan diuntungkan dalam situasi ini.</div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<a name='more'></a>Skenario kedua, akan terjadi gabungan antara tatap muka dan daring atau <em>hybrid learning</em> dengan memungkinkan siswa menjalani pembelajaran dari rumah saat kelompok siswa yang lain hadir di dalam kelas. Konsekuensinya, teknologi informasi yang mendukung pembelajaran harus siap untuk kepentingan<em> live streaming </em>atau rekaman yang bisa diakses dari rumah atau bahkan memungkinkan interaksi secara langsung, meskipun siswa mengikuti pembelajaran dari rumah. Hal ini mungkin sangat sulit di beberapa daerah yang jaringan listrik dan internet tidak stabil maupun terjangkau.<br />
<div style="text-align: justify;">
Skenario ketiga akan ada pilihan pembelajaran tatap muka dan pembelajaran daring yang dapat dipilih oleh siswa secara terpisah. Namun dengan banyak pengalaman negatif di berbagai sekolah maupun kampus selama proses pembelajaran daring pada masa pandemi Covid- 19 dan keterbatasan akses internet maupun jaringan listrik, pilihan ini kemungkinan tidak efektif untuk ditawarkan. Kondisi pembelajaran daring yang serba mendadak selama lebih dari dua bulan lebih memang menunjukkan kenyataan bahwa banyak pengelola pendidikan belum siap menyelenggarakan pembelajaran secara daring. Perlu dukungan pemerintah untuk dapat memudahkan dunia pendidikan memanfaatkan teknologi informasi dalam implementasi pembelajaran daring dengan tingkat kesiapan yang baik, sehingga siswa maupun pendidik dapat menikmati suasana pembelajaran daring yang tanpa beban dan tertekan. Namun tidak semuanya harus bergantung pada Pemerintah Pusat.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Infrastruktur Teknologi Informasi</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam periode pertama pemerintahan di bawah Jokowi, pembangunan infrastruktur sipil merupakan prioritas yang memang terbukti memudahkan akses antarwilayah di berbagai tempat di Indonesia. Pembangunan infrastruktur bukan hanya terkait jalan, jembatan, waduk, ataupun terminal, tetapi juga listrik dan telekomunikasi. Akses internet dan jaringan listrik merupakan salah satu kunci yang mendukung visi SDM pada periode kedua Jokowi. Akses ini menjadi makin krusial pada masa pandemi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Dana pendidikan 20 persen dari APBN yang diamanatkan oleh undang-undang juga menjadi modal yang cukup besar dalam mempermudah akses pendidikan melalui perluasan infrastruktur untuk internet dan listrik sekolah-sekolah di tanah air. Bahkan keberadaan portal pembelajaran daring sejenis SPADA yang dikembangkan oleh Dirjen Dikti secara tersentral di Jakarta, bisa direplikasi di daerah-daerah melalui dinas pendidikan di setiap kota maupun provinsi. Jika dikaitkan dengan visi <em>smart city</em> yang saat ini sedang digalakkan oleh banyak pemerintah daerah, peningkatan kualitas pendidikan melalui penyediaan infrastruktur pembelajaran yang inklusif termasuk di dalam prioritas yang harus dikembangkan.</div>
<div style="text-align: justify;">
Alokasi anggaran pendidikan yang <em>out of the box </em>dari kebiasaan yang sudah terjadi selama ini perlu dipertimbangkan. Kekuatan daerah dalam mewadahi kebutuhan pembelajaran daring bagi sekolah-sekolah di masing-masing wilayah selain untuk tujuan memperingan beban pemerintah pusat, juga untuk menyiasati kondisi masing-masing wilayah. Pengurangan beban yang dimaksudkan agar tidak harus selalu bergantung pada server web Kemendikbud maupun Dikti di Jakarta bertujuan agar juga menghindari<em> bottleneck</em> kepadatan jaringan pada jam-jam tertentu, karena kebutuhan yang sama terhadap server dari masing-masing sekolah atau kampus. Contoh kasus <em>bottleneck</em> dapat kita lihat pada saat server Dikti dan kementerian lainnya tiba-tiba melambat atau bahkan terhenti ketika batas waktu pengumpulan berkas dari seluruh wilayah Indonesia, sehingga seringkali harus dilakukan perpanjangan waktu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Strategi untuk menyiasati kondisi masing-masing wilayah juga perlu dilakukan, karena jaringan listrik yang tidak selalu hadir di wilayah-wilayah tertentu dan akses internet yang belum tentu sekuat di Pulau Jawa. Keberadaan portal pembelajaran daring di masingmasing Dinas Pendidikan memungkinkan tetap bisa diakses melalui investasi Metropolitan Area Network (MAN) atau Jaringan Area Metropolitan. Menurut Kenneth C Laudon dan Jane PLaudon (2001), MAN menyediakan konektivitas internet untuk LAN di wilayah perkotaan dan bisa menghubungkan ke jaringan yang lebih luas. MAN pada umumnya digunakan oleh jaringan antarbank, perkantoran, maupun kampus dalam cakupan wilayah kota tertentu, baik menggunakan kabel maupun frekuensi radio. Strategi di atas mirip dengan Indonesia Higher Education Network (<em>inherent</em>) yang pernah dibangun oleh Dirjen Dikti, namun dengan cakupan dan terbatas di wilayah kota.</div>
<div style="text-align: justify;">
Karena setiap wilayah di Indonesia juga punya karakteristik yang berbeda-beda, baik kondisi listrik, telekomunikasi, maupun literasi teknologi informasi, maka Pemerintah Pusat hanya perlu memberikan pedoman atau standar minimal penyelenggaraan infrastruktur pembelajaran daring. Keberhasilan peningkatan kualitas pembelajaran daring juga harus dikuatkan dalam unsur penilaian implementasi <em>smart city</em> di masing-masing pemerintah daerah. Dengan demikian, terjadi desentralisasi pembelajaran daring yang dapat membantu sekolah maupun kampus di masing-masing daerah untuk tetap bisa bertahan di kondisi normal baru sekarang ini. (37)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>— Prof Dr. F. Ridwan Sanjaya</strong>, <em>Guru Besar Sistem Informasi Unika Soegijapranata Semarang</em>.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
Tautan:<br />
<br />
<ul>
<li><a href="https://www.suaramerdeka.com/news/opini/230558-pembelajaran-daring-untuk-new-normal" target="_blank">Suara Merdeka</a> 4 Juni 2020 hal. 4</li>
<li><a href="http://news.unika.ac.id/2020/06/pembelajaran-daring-untuk-new-normal" target="_blank">Portal Berita Unika Soegijapranata</a></li>
</ul>
<div>
</div>
</div>
Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-83052095283732146772020-05-12T07:02:00.000+07:002020-06-06T05:41:24.547+07:00Gamifikasi Pembelajaran Daring<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<span style="background-color: white; color: #363335; font-family: "arial"; font-size: 14px; text-align: justify;">(Suara Merdeka, Wacana Nasional 12 Mei 2020)</span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<span style="background-color: white; color: #363335; font-family: "arial"; font-size: 14px; text-align: justify;"><br /></span></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-6VEOUno18C8/XtWW5sGRFEI/AAAAAAAADRs/1e8uPn7qYIsJB9nx2T4aeZVcyKjH86r_QCLcBGAsYHQ/s1600/SM-12_05_2020-Gamifikasi-Pembelajaran-Daring.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="768" data-original-width="729" height="400" src="https://1.bp.blogspot.com/-6VEOUno18C8/XtWW5sGRFEI/AAAAAAAADRs/1e8uPn7qYIsJB9nx2T4aeZVcyKjH86r_QCLcBGAsYHQ/s400/SM-12_05_2020-Gamifikasi-Pembelajaran-Daring.jpg" width="377" /></a></div>
<br />
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
<strong>HARUS </strong>diakui, mulai muncul ungkapan kebosanan dari banyak orang yang menjalani pembelajaran daring, setelah hampir mendekati dua bulan ini. Namun bukankah ini juga dialami di dalam perkuliahan tatap muka ketika kelas tidak berhasil terbentuk kemistrinya, antara pendidik dan peserta didiknya? Pembelajaran daring bukan hanya bicara tentang infrastruktur digital semata, melainkan juga teknik penyampaian materi yang tepat maupun yang sesuai dengan karakter pendidik dan siswanya. Ada seorang guru yang pandai merangkai cerita pengalamannya pada masa yang lalu, sehingga siswanya tidak pernah merasa bosan mendengarnya setiap kali bertemu, bahkan siswa merasa mendapatkan wawasan baru. Namun ada guru yang sama-sama menceritakan masa lalu, tetapi siswanya tidak merasa terbantu bahkan muncul perasaan jemu setiap kali mendengar cerita sang guru.</div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
Di sisi lain, ada juga guru yang dengan penguasaan berbagai teknologi, namun justru membuat siswa merasa terbebani. Namun ada juga guru yang sama-sama menguasai berbagai teknologi, tetapi berhasil membangkitkan hasrat dan motivasi siswanya setiap kali bertemu. Keduanya merupakan contoh keahlian yang sama-sama memanfaatkan kekayaan pengalaman pribadi maupun kekayaan penguasaan teknologi. Cerita masa lalu yang terceritakan ke siswa bukan hanya disampaikan dengan penuh semangat, namun dikemas dalam plot cerita menginspirasi, sehingga mampu menarik perhatian dan fokus siswa.</div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
Begitu juga dengan teknologi, tidak semata-mata soal demonstrasi kehebatan penguasaan teknologi atau bahkan yang viral dan terbaru, namun kemampuan mengemas teknologi dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan memotivasi siswa. Lain lagi dengan penugasan saat pembelajaran. Pada awal-awal masa pembelajaran daring, banyak siswa mengeluhkan terlalu banyak tugas yang diberikan oleh guru pada saat pembelajaran daring, bahkan sering hanya tugas dalam setiap kali pertemuan. Hal ini menyebabkan kesan pembelajaran daring menjadi tidak menyenangkan akibat banyak pendidik yang hanya memberi tugas tanpa ada penjelasan. Akibatnya secara ekstrem mereka akan menyukai guru atau proses pembelajaran yang meniadakan penugasan.</div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
</div>
<a name='more'></a>Padahal, langkah pragmatis tersebut akan merugikan pendidik dan siswa dalam mengevaluasi ketercapaian yang diinginkan dalam proses pembelajaran. Pendidik dan siswa sama-sama tidak tahu kelemahan atau kelebihan yang sudah dicapai dalam pertemuan-pertemuannya. Mengurangi komponen pembelajaran akan membahayakan output yang direncanakan karena menghilangkan penugasan sebagai bentuk evaluasi akan membuat kelas menjadi tidak terkendali.<br />
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
<strong>Perlunya Gamifikasi</strong></div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
Setiap komponen pembelajaran merupakan bagian yang penting dan sebaiknya tidak dilewatkan. Namun suka-cita dalam pembelajaran daring juga harus tetap terjadi atau bisa saja dibuat menjadi lebih menyenangkan dibandingkan dengan sebelumnya. Gamifikasi atau penerapan prinsip-prinsip permainan di dalam aktivitas nonpermainan, yang pertama kali dimunculkan oleh Nick Pelling (2004) merupakan salah satu cara dalam menerobos kebosanan dan mendorong minat untuk melanjutkan.</div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
Penerapan gamifikasi sering kita lihat pada berbagai aplikasi <em>marketplace</em> tempat setiap terjadi transaksi, maka pembeli dimungkinkan untuk mendapatkan kotak, telor, peti, atau kado kejutan yang di dalamnya berisi voucher, kupon, atau lainnya yang membuat pembelinya terdorong untuk kembali mendapatkan. Bahkan, untuk jumlah tertentu, pembeli bisa menukarkannya dengan hadiah yang diinginkan. Hal tersebut bisa diterapkan juga di dalam pembelajaran daring.</div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
Platform pembelajaran Cyber Learning di Unika Soegijapranata menyediakan fitur gamifikasi yang memberikan skor untuk setiap aktivitas yang dilakukan oleh mahasiswa. Masing-masing aktivitas mempunyai poin yang berbeda-beda berdasarkan aturan dari dosen yang mengelola pembelajaran. Apabila skor yang dicapai sudah lebih dari tingkatan tertentu, maka mahasiswa mendapatkan penghargaan berupa peningkatan level dan medali yang berbeda.</div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
Selama proses pembelajaran, masing-masing mahasiswa dapat melihat perubahan papan skor yang menunjukkan aktivitasnya di dalam kelas tersebut. Dengan menjadikan aktivitas pembelajaran daring serasa seperti di dalam permainan, maka ada hiburan dan tantangan yang bisa dirasakan sebagai pemecah rasa bosan. Bahkan, di pengujung pertemuan, nilai yang diperoleh dalam papan skor dan level yang dicapai oleh mahasiswa bisa dikonversikan menjadi kejutan yang disiapkan oleh dosen pengampu.(37)</div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
<strong>— Prof Dr F Ridwan Sanjaya</strong>, Guru Besar Sistem Informasi Unika Soegijapranata.</div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
Tautan:<br />
► <a href="https://www.suaramerdeka.com/news/opini/228665-gamifikasi-pembelajaran-daring" target="_blank">Suara Merdeka</a> 12 Mei 2020 hal. 4<br />
► <a href="http://news.unika.ac.id/2020/05/gamifikasi-pembelajaran-daring/" target="_blank">Portal Berita Unika Soegijapranata</a></div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
<br /></div>
Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-62400815154838832252020-05-11T06:57:00.000+07:002020-06-06T05:42:20.048+07:00Bisa Manggung di Media Sosial<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<div style="-webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: white; color: #363335; font-family: arial; font-size: 14px; font-style: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; font-weight: 400; letter-spacing: normal; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; orphans: 2; padding: 0px; text-align: justify; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;">
</div>
<br />
<div style="-webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: white; color: #363335; font-family: arial; font-size: 14px; font-style: normal; font-variant-caps: normal; font-variant-ligatures: normal; font-weight: 400; letter-spacing: normal; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; orphans: 2; padding: 0px; text-align: justify; text-decoration-color: initial; text-decoration-style: initial; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px;">
<div style="margin: 0px;">
(Tribun Jateng, News Analysis, 11 Mei 2020)</div>
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/--b1W1r_Mvzw/XtWV3w9IPTI/AAAAAAAADRk/E49GqbpeuOco7QYHeQmqYywx6_2BBsSBACLcBGAsYHQ/s1600/Tribun-11_05_2020-Bisa-Manggung-di-Media-Sosial.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="940" data-original-width="443" height="640" src="https://1.bp.blogspot.com/--b1W1r_Mvzw/XtWV3w9IPTI/AAAAAAAADRk/E49GqbpeuOco7QYHeQmqYywx6_2BBsSBACLcBGAsYHQ/s640/Tribun-11_05_2020-Bisa-Manggung-di-Media-Sosial.jpg" width="299" /></a></div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
<br />
SEJAK pandemi Covid-19 menyerang Indonesia, berbagai aktivitas masyarakat terpaksa berhenti. Wayang Orang Ngesti Pandawa yang biasanya tampil setiap Sabtu jam 20.00 di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) menghibur masyarakat Semarang dan sekitarnya akhirnya juga memutuskan untuk berhenti, mengikuti Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah tanggal 14 Maret 2020 tentang Peningkatan Status Kewaspadaan Terhadap Risiko Penularan Infeksi COVID di Jateng.</div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
Kondisi ini tentunya menyulitkan bagi para seniman yang menggantungkan hidupnya pada dunia pertunjukan kesenian seperti Wayang Orang. Namun di sisi lain, kondisi ini dapat menciptakan peluang bagi Ngesti Pandawa untuk menghibur kalangan yang lebih luas lagi. Modal yang terpenting untuk menghadapi kondisi ini adalah mereka tidak boleh putus asa dan tetap bersemangat menyalurkan kecintaannya pada dunia kesenian, meskipun tidak lagi bisa di atas panggung.</div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
Pertunjukan dalam bentuk digital yang saat ini telah mulai banyak di media sosial memang menjadi solusi kebuntuan penyaluran bakat dan aspirasi seni di tempat publik. Bahkan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) juga ikut mendukung dengan memberikan insentif kepada seniman yang menghasilkan karya dengan syarat lokasi tampil di rumah saja dan jumlah seniman yang terlibat dibatasi sampai tiga orang saja. Insentif ini cukup mendorong para seniman untuk bergerak keluar dari zona nyaman, yaitu belajar teknologi audio visual, meskipun dengan peralatan gawai yang sederhana. Ngesti Pandawa dengan laskar mudanya juga bergerak ke arah yang sama dan bertransformasi dengan tetap melibatkan seniman-seniman senior di dalamnya. Beberapa seniman yang mempunyai kemampuan dalam hal merekam dan video editing secara otodidak, mulai mengkonversikan pertunjukan yang sebelumnya di panggung ke dalam bentuk video. Tentunya dengan mematuhi protokol untuk physical dan social distancing.</div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
</div>
<a name='more'></a>Meskipun adegan demi adegan direkam secara terpisah dengan jarak aman dan sebetulnya tidak dibutuhkan masker, namun penggunaan masker oleh para seniman di dalam video-video tersebut bukan hanya untuk memperlihatkan kepatuhan pada aturan saja, tetapi juga behtuk kepedulian dan perasaan empati dengan sesama. Dengan begitu, video pertunjukan ini dapat menjadi salah satu media sosialisasi dan edukasi untuk protokol Covid-19 dengan gaya Wayang Orang yang mungkin berbeda dengan yang pernah dilihat sebelumnya.<br />
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
Mulai Mei 2020, Wayang Orang Ngesti Pandawa mulai akan menayangkan video-video pertunjukan yang berkisar 10 sampai maksimal 15 menit di media sosial, termasuk Youtube. Pertunjukan yang akan kita tonton bersama ini merupakan bentuk baru yang disajikan oleh Wayang Orang Ngesti Pandawa selama masa pandemi ini. Harapannya, meski tidak di atas panggung, pertunjukan ini tetap bisa menghibur kita semua.</div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
<strong>Tidak Ada Ticket Box</strong><br />
Jika sebelumnya untuk menonton pertunjukan Ngesti Pandawa, kita harus membeli tiket melalui ticket box yang ada di depan gedung, saat ini tidak lagi. Masyarakat yang terhibur dapat menyalurkan donasi untuk seniman-seniman Wayang Orang Ngesti Pandawa melalui kotak donasi virtual, dengan menggunakan GoPay, Ovo, Dana, Link Aja, Maybank, BCA, atau aplikasi-aplikasi lain yang dapat menerima kode QRIS.</div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
Masyarakat dapat mengunjungi website donasi Ngesti Pandawa di alamat bit.ly/ngesti atau unika.ac.id/ngesti. Berapapun dukungan masyarakat melalui donasi tersebut, tentunya akan sangat membantu kiprah para seniman Wayang Orang Ngesti Pandawa. Dengan begitu, produksi pertunjukan Wayang Orang secara rutin akan dapat dihasilkan meskipun di tengah-tengah kondisi sulit seperti saat ini.</div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
Dalam diskusi terbatas dengan pengelola dan seniman Wayang Orang Ngesti Pandawa, penulis mendapatkan kesimpulan bahwa dengan bisa beraktivitas meskipun dalam bentuk digital dan tidak mungkin bertatap muka pada saat pementasan, merupakan peluang dan harapan untuk tetap bertahan dan mungkin sebagai jalan agar tetap bisa menggantungkan hidupnya di dalam dunia yang dicintainya.</div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
Walikota Semarang Hendrar Prihadi dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga mengapresiasi dan mendukung aktivitas ini sebagai bentuk kemandirian hidup para seniman di masa sulit, dengan menggunakan teknologi yang ada dan menghidupkan kembali budaya masyarakat dalam gotong-royong saling bantu-membantu dalam bentuk crowdfunding atau penggalangan dana masyarakat dengan bentuk digital.</div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
Semangat untuk melihat kehidupan baru dan tidak berkeluh kesah dalam menjalani cara baru dapat menjadi pembangkit imun yang kuat bagi para seniman dalam menghadapi pandemi ini. Kepedulian sosial dari berbagai lapisan masyarakat selama wabah ini juga membuktikan bahwa Indonesia masih punya harapan untuk saling bahu-membahu menghadapi musuh bersama, yaitu pandemi Covid-19. Mari kita bantu!</div>
<div style="background-color: white; color: #363335; font-family: Arial; font-size: 14px; line-height: 20px; margin-bottom: 20px; padding: 0px; text-align: justify;">
<strong>Prof. Dr. F. Ridwan Sanjaya</strong>, Rektor dan Guru Besar Sistem Informasi Unika Soegijapranata </div>
<div>
<span style="background-color: white; color: #363335; font-family: "arial"; font-size: 14px; text-align: justify;">Tautan:</span></div>
<div>
<span style="background-color: white; color: #363335; font-family: "arial"; font-size: 14px; text-align: justify;">► Tribun Jateng, 11 Mei 2020 hal. 1, 7</span></div>
<div>
<span style="background-color: white; color: #363335; font-family: "arial"; font-size: 14px; text-align: justify;">► <a href="http://news.unika.ac.id/2020/05/bisa-manggung-di-media-sosial/" target="_blank">Portal Berita Unika Soegijapranata</a></span></div>
<div>
<span style="background-color: white; color: #363335; font-family: "arial"; font-size: 14px; text-align: justify;"><br /></span></div>
Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-72418937511149427552020-04-03T06:42:00.000+07:002020-06-06T05:47:45.340+07:00Normalitas Baru Pembelajaran Daring(Tribun Jateng, Opini 3 April 2020)<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-BYjfuWBbWkQ/XofWasHAabI/AAAAAAAADOg/NvYO-9NAdfQADMs09BfvpkY8g2qPtA_owCLcBGAsYHQ/s1600/03_04_2020-Tribun-Normalisasi-Baru-Pembelajaran-Daring.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="" border="0" data-original-height="768" data-original-width="797" height="385" src="https://1.bp.blogspot.com/-BYjfuWBbWkQ/XofWasHAabI/AAAAAAAADOg/NvYO-9NAdfQADMs09BfvpkY8g2qPtA_owCLcBGAsYHQ/s400/03_04_2020-Tribun-Normalisasi-Baru-Pembelajaran-Daring.jpg" title="Normalitas Baru Pembelajaran Daring" width="400" /></a></div>
<br />
Oleh: <strong>Prof. Dr. F. Ridwan Sanjaya, MS.IEC</strong>, Rektor dan Guru Besar Sistem Informasi Unika Soegijapranata<br />
<br />
<div style="text-align: justify;">
DALAM beberapa tahun terakhir ini, manusia dihadapkan dalam berbagai disrupsi yang terjadi di hampir semua bidang kehidupannya. Awalnya dianggap sebagai kekacauan (<em>chaos</em>) namun pada akhirnya menjadi normalitas baru (<em>new normality</em>) yang dianggap biasa dan dijalani menjadi kebiasaan baru. Hal ini juga kita lihat pada dunia pendidikan pada saat dunia diterpa wabah Covid-19. Banyak sekolah yang sebelumnya cukup nyaman dengan pembelajaran tatap muka dibuat kocar-kacir tidak berdaya karena tidak pernah menyiapkan rencana cadangan ketika terjadi hal yang tidak diinginkan, salah satunya ketika sekolah dipaksa tidak bisa bertatap muka secara langsung.</div>
<div style="text-align: justify;">
Berbagai reaksi muncul dalam menyikapi hal tersebut, ada yang langsung siap mengalihkan menjadi pembelajaran dalam jaringan (daring), ada yang baru bergegas mempersiapkan infstruktur, ada pula yang mencari-cari cara yang cepat dan mudah untuk menyampaikan materi ke anak-anak didiknya, atau bahkan ada yang hanya sekedar memberi tugas secara beruntun seperti tidak pernah ada akhirnya. Namun hal ini terpaksa dilakukan sebab berdiam dan tidak melakukan apa-apa justru resikonya lebih besar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;">
Memang benar pernyataan bahwa teknologi hanyalah alat yang dipakai di dunia pendidikan sebagai sarana untuk menyampaikan ilmu dan pengetahuan. Namun teknologi yang beragam jenisnya ini jika dipakai dengan cara yang salah atau tidak tepat peruntukannya akan menyebabkan tujuannya untuk menyampaikan ilmu dan pengetahuan tidak akan pernah tercapai.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kita tidak pernah tahu kapan wabah ini akan berlalu dari kita sehingga berbuat yang terbaik pada saat darurat ini menjadi pilihan yang paling masuk akal dibandingkan memimpikan untuk berbuat yang terbaik pada saat nanti kembali mengajar dengan normal. Jika pada saat sekarang saja kita tidak bisa berbuat yang terbaik, apalagi pada saat nanti dimana waktunya tidak pasti kapan datangnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Seperti yang disampaikan oleh Kotler dalam bukunya yang berjudul "<em>Chaotic: The Business of Managing and Marketing in the Age of Turbulence</em>", ketika normalitas baru ini selesai dirasakan sebagai kekacauan, maka berbagai tindakan kita yang awalnya untuk merespon perubahan akan berubah menjadi suatu kebiasaan baru, termasuk cara kita menjalankan pembelajaran secara daring dan bagaimana siswa menerima pembelajaran daring.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Nilai Lama Menjadi Tidak Relevan</strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Nilai-nilai lama yang dianggap sebagai kebenaran hakiki tiba-tiba dijungkirbalikkan dan menjadi tidak relevan dalam berbagai kondisi. Semua menjadi terasa dikunci pada satu pilihan saja. Masa wabah yang tidak bisa diprediksi dan telah menyebabkan batalnya rentetan rencana dan kegiatan, telah membuat praktek lama yang dijalani berpuluh-puluh tahun menjadi tidak bisa dijalani sama sekali. Insitusi yang tidak siap dalam memberi alternatif pembelajaran tanpa tatap muka ini, bahkan kemudian juga mengalami tuntutan pengembalian uang sekolah karena <em>stakeholder</em> merasa tidak mendapatkan haknya dalam belajar.</div>
<div style="text-align: justify;">
Menurut Yuval Noah Harari yang terbit di Financial Times tanggal 20 Maret 2020, wajah dunia akan menjadi berbeda setelah wabah virus Corona. Begitu juga dengan wajah dunia pendidikan. Jika sebelumnya pembelajaran daring menjadi suatu kemewahan dan keistimewaan institusi tertentu atau bahkan masuk dalam mitigasi bencana, maka pada masa-masa yang akan datang menjadi sebuah bagian rutinitas pembelajaran. Bagi mereka yang tidak mau beradaptasi akan menghadapi kenyataan akan tergeser seperti yang disampaikan oleh Clayton Christensen dalam bukunya yang berjudul <em>Innovator's Dilemma</em>.</div>
<div style="text-align: justify;">
Apabila kita menjadi adaptif dan merespon dengan positif, maka kekacauan dan perubahan yang terjadi akan dapat dilewati dengan baik. Berbagai hal yang dianggap sebagai kesulitan dan batasan akan terasa menjadi sebuah persyaratan dasar yang biasa-biasa saja.</div>
<div style="text-align: justify;">
Jika awalnya infrastruktur, pilihan teknologi, metode penyampaian materi, administrasi pembelajaran, bahkan kuota Internet menjadi masalah ketika tiba-tiba diharuskan untuk menjalankan pembelajaran daring, maka hal tersebut akan menjadi praktek dasar bagi setiap pengelola institusi pendidikan saat wabah ini selesai. Beberapa orang yang tetap keras kepala untuk hanya mengakui tatap muka sebagai satu-satunya jenis yang ideal dalam pembelajaran akan berubah dengan seiringnya waktu.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tidak ada yang sulit sama sekali untuk dilakukan, karena dunia pendidikan juga bukanlah entitas yang masing-masing berdiri sendiri. Bergandengan tangan dalam berbagi materi pembelajaran dan menggunakan sumber pembelajaran daring secara bersama-sama merupakan salah satu semangat yang dibawa oleh platform pembelajaran daring seperti edX, MOOC Aptikom, Kuliah Online APTIK, IndonesiaX, dan masih banyak lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
Di tengah kondisi sulit ini, kita masih diberi beberapa pilihan untuk bisa diambil sebagai bagian pertanggungjawaban kita kepada <em>stakeholder</em>, baik dalam jangka waktu pendek maupun dalam jangka waktu panjang. Masa depan pendidikan ada di tangan kita semua yang siap berubah. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
#LearnFromHome #IndonesiaStayStrong.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Tautan:</strong></div>
<ul>
<li>Tribun Jateng 3 April 2020 hal. 2</li>
<li><a href="http://news.unika.ac.id/2020/04/normalitas-baru-pembelajaran-daring/" target="_blank">Portal Berita Unika Soegijapranata</a></li>
</ul>
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-52135095791724924962020-04-02T06:47:00.001+07:002020-06-06T05:45:39.161+07:00Kuliah Daring, Jangan Repot<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
(Suara Merdeka, Wacana Nasional 2 April 2020)</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-7D-q4r9WKwQ/XofWv2eVrUI/AAAAAAAADOo/oxxN1pWvATIsoLZZcG1gE1j8hqVGu1kaACLcBGAsYHQ/s1600/02_04_2020-SM-Kuliah-Daring-Jangan-Repot.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img alt="" border="0" data-original-height="768" data-original-width="853" height="360" src="https://1.bp.blogspot.com/-7D-q4r9WKwQ/XofWv2eVrUI/AAAAAAAADOo/oxxN1pWvATIsoLZZcG1gE1j8hqVGu1kaACLcBGAsYHQ/s400/02_04_2020-SM-Kuliah-Daring-Jangan-Repot.jpg" title="Kuliah Daring, Jangan Repot" width="400" /></a></div>
<br />
<div style="text-align: center;">
"<em>Diskusi bisa bersifat real-time maupun dengan rentang waktu tertentu. Sehingga, evaluasi pembelajaran dapat dilakukan secara tepat meskipun dengan kondisi terbatas.</em>"</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
<strong style="font-weight: bold;">KONDISI</strong> saat ini tentu tidak pernah kita harapkan. Tak heran banyak rencana tiba-tiba berubah atau bahkan ditiadakan. Kadangkala rencana cadangan juga tidak pernah disiapkan karena tidak terbayangkan sebelumnya. Hal ini dialami oleh beberapa sekolah dan kampus yang mendadak pindah ke pembelajaran daring. Sebab untuk melanjutkan ke pembelajaran tatap muka sangat tidak dimungkinkan.</div>
<br />
<div style="text-align: justify;">
Beberapa sekolah dan kampus yang telah mempersiapkan pembelajaran daring sejak lama, tentu saat ini menghadapi kejutan dan kenyataan bahwa mahasiswa membutuhkan kuota internet secara masif untuk mengikuti kuliah daring secara massal.</div>
<div style="text-align: justify;">
Bagi pemilik infrastruktur pembelajaran daring juga akan dikejutkan dengan lonjakan beban akses dari dosen dan mahasiswa pada saat kuliah bersama-sama. Namun hal ini jauh lebih beruntung dibandingkan dengan sekolah dan kampus yang tidak memiliki infrastruktur atau perencanaan sebelumnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa kampus berhasil mengajak kerja sama operator-operator telepon seluler skala besar untuk mendukung kebutuhan kuota internet yang tidak biasa, dengan cara menambahkan kuota gratis rata-rata sebesar 30 <em>gigabyte </em>(GB) untuk satu bulan melalui program <em>Corporate social responsibility </em>(CSR).</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<a name='more'></a><div style="text-align: justify;">
Bagi pengguna internet rumahan tentu tidak jadi masalah karena ratarata penyedia jasa layanan internet tersebut tidak memberikan batasan kuota internet dalam satu bulan. Sehingga, siswa dan mahasiswa pengguna internet rumahan tidak mengalami kendala seperti pengguna kuota internet telepon seluler.</div>
<div style="text-align: justify;">
Sedangkan bagi sekolah dan kampus yang tidak merencanakan pembelajaran daring sebelumnya, sebaiknya juga tidak cemas. Pengelola pendidikan cukup memilih salah satu <em>platform </em>yang paling mudah dan didukung oleh kuota gratis semua operator telepon seluler.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<strong>Diskusi </strong></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada prinsipnya, pertemuan tatap muka bisa saja diganti dengan pertemuan virtual secara interaktif maupun satu arah, namun diimbangi dengan diskusi. Pelaksanaan diskusi bisa bersifat <em>real-time </em>maupun dengan rentang waktu tertentu. Sehingga, evaluasi pembelajaran dapat dilakukan secara tepat meskipun dengan kondisi terbatas.</div>
<div style="text-align: justify;">
Terlepas dari adanya ujian akhir ataupun tidak, keberadaan pembelajaran daring akan banyak membantu siswa atau mahasiswa untuk tetap mendapatkan haknya dalam mendapatkan ilmu pengetahuan. Juga membantu mereka untuk tetap berinteraksi dengan sekolah dan teman-temannya secara virtual.</div>
<div style="text-align: justify;">
Pada kenyataannya, tidak ada pendekatan yang paling sempurna dalam kondisi darurat saat ini. Namun lebih baik tidak sempurna daripada tidak sama sekali. Kemampuan guru dan dosen akan teknologi informasi yang terbatas dan beragam dapat diberikan kebebasan dalam memilih alternatif yang ada dan didukung oleh operator telepon seluler, agar bukan hanya mudah bagi pengajar, tetapi juga tidak memberatkan bagi mereka yang diajar.</div>
<div style="text-align: justify;">
Untuk itu sekolah dan kampus perlu mencermati aplikasi dan <em>platform</em> pembelajaran daring apa saja yang didukung oleh operator telepon seluler. Sebaiknya, tidak perlu lagi mengembangkan <em>platform </em>sendiri yang akan berakibat mundurnya proses pembelajaran.</div>
<div style="text-align: justify;">
Adapun bagi sekolah atau kampus yang telah didukung oleh operator telepon seluler, akan sangat bijaksana untuk memanfaatkan keistimewaan tersebut. Di samping memudahkan siswa atau mahasiswa, pengelola sekolah ataupun kampus dapat mencurahkan fokus kepada satu <em>platform </em>yang bisa dikuasai secara maksimal oleh dosen maupun mahasiswa. Kegiatan <em>troubleshoting </em>juga bisa diselenggarakan dengan lebih mudah oleh pengelola apabila <em>platform </em>yang digunakan telah pasti dipilih.</div>
<div style="text-align: justify;">
Kita tidak tahu kapan wabah ini akan berakhir, namun tetap selalu berharap segera kembali seperti sediakala. Namun berbuat maksimal dalam tanggung jawab pembelajaran jangan menunggu ketika kondisi menjadi normal kembali. Justru saat ini kita bisa menunjukkan tanggung jawab yang terbaik meskipun kondisi sedang tidak baik. (46)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
– <strong>Prof Dr F Ridwan Sanjaya</strong>, <em>Guru Besar Sistem Informasi Unika Soegijapranata</em></div>
<br />
<strong>Tautan:</strong><br />
<ul>
<li><em><a href="https://www.suaramerdeka.com/news/opini/224260-kuliah-daring-jangan-repot" target="_blank">Suara Merdeka 2 April 2020 hal. 6</a></em></li>
<li><em><a href="http://news.unika.ac.id/2020/04/kuliah-daring-jangan-repot/" target="_blank">Portal Berita Unika Soegijapranata</a></em></li>
</ul>
<br />
<br />Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-62542675582710801672019-12-14T15:05:00.000+07:002020-01-22T15:11:41.882+07:00Ketika Gelar Tidak Menjamin(Suara Merdeka, Wacana Nasional 14 Desember 2019)<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://1.bp.blogspot.com/-zEIsxpc5yUo/XigDijFiv0I/AAAAAAAADME/sFXNNLo1Dm0MYO1PmFQMF4ejHdeLf3PvQCLcBGAsYHQ/s1600/SM-14%2BDesember%2B2019.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="860" data-original-width="768" height="640" src="https://1.bp.blogspot.com/-zEIsxpc5yUo/XigDijFiv0I/AAAAAAAADME/sFXNNLo1Dm0MYO1PmFQMF4ejHdeLf3PvQCLcBGAsYHQ/s640/SM-14%2BDesember%2B2019.png" width="569" /></a></div>
<div align="justify">
<br /></div>
<div align="justify">
BEBERAPA waktu yang lalu Menteri Pendidikan Nadiem Makarim menyampaikan bahwa saat ini Indonesia sedang memasuki era di mana gelar tidak menjamin kompetensi, kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya, akreditasi tidak menjamin mutu, dan masuk kelas tidak menjamin belajar. </div>
<div align="justify">
Meski banyak pihak memperdebatkan, pernyataan ini bukanlah hal baru karena pandangan ini pernah tersampaikan dalam Tajuk Rencana Suara Merdeka 4 Desember 2017 di mana perusahaan skala global seperti Google telah memutuskan tak lagi mensyaratkan ijazah untuk bergabung. Tentu ada pengalaman yang melatarbelakanginya.</div>
<div align="justify">
<br /></div>
<a name='more'></a><div align="justify">
Pada awal 2016, The New Zealand Herald juga pernah menulis tentang perusahaan-perusahaan besar seperti Google, Johnson and Johnson, Ernst and Young, Pricewaterhouse Coopers, dan sejenisnya tak lagi mensyaratkan gelar untuk masuk ke perusahaannya. Meski mereka tetap menghargai kualifikasi pelamar, ijazah tak lagi menjadi prasyarat untuk mendapatkan pekerjaan. Sederhananya, mereka akan menerima kandidat untuk bergabung asal memiliki kemampuan atau potensi. Mereka menerima pelamar yang menunjukkan kemampuan, dorongan, dan komitmen untuk belajar. </div>
<div align="justify">
Perusahaan-perusahaan tersebut bahkan mendorong pelatihan bagi karyawannya untuk meningkatkan keterampilan atau mendapatkan gelar dalam keahlian yang sesuai dengan posisinya di perusahaan.</div>
<div align="justify">
Meskipun pernyataan Mendikbud juga belum tentu mewakili semua kondisi di Tanah Air, hal ini menjadi lonceng yang mengingatkan dunia pendidikan untuk menyiapkan lulusannya tak sekadar memperoleh ijazah, tetapi juga harus dijamin untuk mempunyai kompetensi yang sesuai dengan jenjang dan program yang ditawarkan dan sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Bahkan bukan hanya itu, kompetensi yang disiapkan perguruan tinggi seyogianya sekaligus menjawab permasalahan masa depan untuk membekali mahasiswa dalam menghadapi tantangan masa mendatang.</div>
<div align="justify">
Dalam laporan yang dipublikasikan oleh McKinsey Global Institute pada 2017, diprediksi 800 juta pekerjaan di seluruh dunia akan hilang akibat otomatisasi pada 2030. Bahkan pada 2019, McKinsey menuliskan kembali laporan yang memprediksi bahwa 23 juta pekerjaan di Indonesia terancam punah pada 2030. </div>
<div align="justify">
Namun kabar baiknya, 46 juta pekerjaan baru diprediksi tercipta dalam rentang waktu tersebut. Pekerjaan yang bersifat repetisi atau berulang-ulang akan tergantikan oleh robot, sehingga penyiapan keterampilan teknis yang didukung keterampilan nonteknis dibutuhkan dalam menghadapi perubahan. Keterampilan nonteknis seperti kemampuan berpikir kritis, komunikasi, kepemimpinan, kerja sama, dan etos kerja diyakini dapat mendorong lulusan semakin gesit dan lebih tangkas menyikapi perubahan.</div>
<div align="justify">
<br /></div>
<strong>Jangan Gelisah</strong><br />
<div align="justify">
Saat ini bukan waktunya untuk merasa gundah atau gelisah. Sejak awal kuliah, mahasiswa sudah harus dipersiapkan dengan berbagai pelatihan soft skills agar dapat mendukung hard skills yang diperoleh selama perkuliahan. Bagaimanapun, <em>hard skills</em> merupakan ”bahan baku” dalam membentuk keahlian, sedangkan <em>soft skills</em> menjadi akselerator dalam berinteraksi secara sosial serta bertahan dan beradaptasi dengan masa depan. </div>
<div align="justify">
Bekal keterampilan keduanya akan membedakan hasil pembelajaran yang hanya fokus pada kompetensi teknisnya saja. Manfaat yang lebih besar akan diperoleh apabila lulusan dilengkapi dengan kemampuan adaptasi teknologi informasi. Sebab, dalam studi yang dilakukan oleh McKinsey (2019), kemampuan dalam mengadopsi teknologi merupakan keterampilan dasar yang dibutuhkan dalam menghadapi masa depan. </div>
<div align="justify">
Dengan kebiasaan mengadopsi teknologi informasi di kampus disertai hard skills dan soft skill yang memadai selama kuliah, lulusan diharapkan bisa adaptif, gesit, dan tidak resisten dalam menghadapi berbagai perubahan.</div>
<div align="justify">
Perubahan masa depan memang tidak dapat ditebak secara pasti, namun usaha dunia pendidikan mempersiapkan proses pembelajaran dengan sungguh-sungguh diyakini mempunyai hasil yang positif, bukan hanya terkait kompetensi lulusan tetapi juga keberhasilan dalam menjalani kehidupan dan menghadapi perubahan.</div>
<br />
<em>– <strong>Prof Dr F Ridwan Sanjaya</strong>, Rektor Unika Soegijapranata, Guru Besar Sistem Informasi.</em><br />
<br />
Tautan: <br />
<ul>
<li><a href="https://www.suaramerdeka.com/smcetak/baca/210271/ketika-gelar-tidak-menjamin" target="_blank">Website Suara Merdeka 14 Desember 2019 halaman 6</a></li>
<li><a href="http://news.unika.ac.id/2019/12/ketika-gelar-tidak-menjamin/" target="_blank">Portal Berita Unika Soegijapranata</a></li>
</ul>
Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-75720236647612826852019-09-10T21:48:00.001+07:002020-06-06T05:50:11.458+07:00Lulusan PT dan Pencerahan Kedua(Suara Merdeka, Wacana Nasional 6 September 2019)<br />
<a href="http://news.unika.ac.id/wp-content/uploads/SM-06_09_2019-Lulusan-PT-dan-pencerahan-keDua.jpg"><img alt="SM 06_09_2019 Lulusan PT dan pencerahan keDua" border="0" src="http://news.unika.ac.id/wp-content/uploads/SM-06_09_2019-Lulusan-PT-dan-pencerahan-keDua_thumb.jpg" height="1272" style="background-image: none; border: 0px currentcolor; display: inline; margin: 0px 15px 0px 0px; padding-left: 0px; padding-right: 0px; padding-top: 0px;" title="SM 06_09_2019 Lulusan PT dan pencerahan keDua" width="550" /></a><br />
<div align="justify">
SELESAI studi dari perguruan tinggi dengan predikat apa pun, merupakan bagian dari pencapaian yang dirasakan secara langsung oleh para lulusan, bahkan menjadi sejarah yang akan terus melekat dan terceritakan sampai akhir hayat nanti.</div>
<div align="justify">
Bagi orang tua, pasangan, keluarga, atau teman-temannya, mendengar pengumuman kelulusan atau menyaksikan peristiwa penting saat mereka diwisuda akan menjadi satu peristiwa yang berkesan dan membanggakan. Mungkin dalam waktu-waktu ke depan, peristiwa tersebut akan terus dibawa dan dibagikan kepada orang-orang terdekatnya.</div>
<div align="justify">
Hal yang sama saya alami pada saat berkunjung ke Vatikan pada hari Minggu yang lalu. Pada saat doa jam 12 siang, Paus Fransiskus mengumumkan pengangkatan Mgr Ignatius Suharyo sebagai satu dari 13 kardinal baru atau pejabat senior dalam lingkup Gereja Katolik Roma. Berada di tengah-tengah peristiwa penting secara langsung, meskipun hanya menyaksikan, menjadi satu peristiwa yang berkesan dan membanggakan.</div>
<div align="justify">
</div>
<a name='more'></a><div align="justify">
Namun tidak bisa dimungkiri, lingkungan yang akan ditemui oleh para lulusan dalam beberapa tahun ke depan akan sangat dinamis, yaitu terus berubah, penuh dengan kejutan, memiliki kerumitan yang sebelumnya belum pernah ada, dan menjadi tidak mudah diprediksi.</div>
<div align="justify">
Hal ini seperti yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo dalam pidatonya yang bertajuk “Visi Indonesia ”. Menurutnya, dibutuhkan cara-cara baru, model baru, dan sudut pandang yang berbeda agar bisa menilai dan menghadapi kondisi saat ini, untuk nantinya mendapatkan solusi atas berbagai permasalahan. Hal-hal baru yang dihadapi ataupun cara-cara yang dikerjakan nantinya seringkali berbeda dari kebiasaan yang sudah kita lakukan selama ini. Kadangkala dibutuhkan usaha yang cukup besar untuk mempelajari hal baru tersebut atau bahkan menerapkannya.</div>
<div align="justify">
<br /></div>
<div align="justify">
<strong>Jangan Sinis</strong> <br />
Sebagai cendekiawan, cara-cara baru tersebut perlu disikapi dengan skeptis namun jangan secara sinis. Kritis dan analitis menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dunia perguruan tinggi. Tetapi menjadi konservatif dan kurang adaptif dapat menjadikan kita terlewatkan dari banyak kesempatan dan menjadi tertinggal. Untuk itu, butuh kemampuan agar bisa menarinari di atas perubahan agar kita tidak tergulung oleh ombak perubahan.</div>
<div align="justify">
Dalam berbagai pertemuan dengan banyak anak muda yang telah selesai dari studinya, mereka terlihat bisa menyesuaikan dengan situasi saat ini. Generasi saat ini telah terbiasa dengan jenis-jenis pekerjaan baru yang tidak populer di generasi sebelumnya. Bahkan pekerjaan formal ataupun jenis pekerjaan-pekerjaan populer yang telah ada sebelumnya seringkali tidak lagi menjadi pilihan bagi mereka. Dengan memanfaatkan teknologi informasi, mereka bisa membuat pekerjaan baru maupun bekerja bersama dengan banyak orang yang berbeda latar belakang dan kebangsaan, bahkan tanpa pernah bertatap muka secara fisik sebelumnya.</div>
<div align="justify">
Teknologi informasi dijadikan sebagai papan selancar bagi generasi milenial untuk menjalankan idenya, berkomunikasi, berkoordinasi, dan menghasilkan kreasi. Mereka seringkali mendapatkan berbagai pekerjaan dari perusahaan-perusahaan besar dari berbagai negara dan memperoleh pendapatan yang cukup besar tanpa harus menyebutkan nama besar kampusnya. Perkembangan teknologi informasi telah membuat setiap anak muda berperan dan terlibat dalam berbagai peristiwa penting. </div>
<div align="justify">
Karya inovasi mereka tumbuh seperti jamur di musim hujan, mentransformasi dunia modern kita. Menurut Skinner (2018), berbagai layanan fisik disatukan oleh mereka dalam wujud layanan digital untuk memberikan solusi kepada masyarakat.</div>
<div align="justify">
Bagi mereka, teknologi informasi sudah seperti bahasa pergaulan dengan minat dan bakat sebagai konten pembicaraan. Dalam film Bumi Manusia yang novelnya ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer, sosok utama bernama Minke atau Raden Mas Tirto Adhi Soerjo melihat zaman modern di akhir abad ke-19 sebagai suatu antusiasme atau semangat masyarakatnya, termasuk di dalamnya sikap dan pandangan, yang didasarkan pada ilmu, estetika, dan efisiensi.</div>
<div align="justify">
Hal ini tidak ubahnya seperti melihat hingar bingar perkembangan teknologi informasi saat ini. Masa pencerahan di Eropa yang menjadi latar belakang cerita tersebut menjadi mirip dengan masa sekarang, dengan munculnya berbagai inovasi disruptif sebagai bentuk dari semangat untuk melakukan koreksi dan perubahan besar terhadap cara-cara lama, melalui penciptaan platform-platform baru yang lebih efisien. Berbagai penemu muncul pada masa itu dan menjadi sosok yang dikenal sebagai bagian dari berbagai sejarah dan peristiwa penting.</div>
<div align="justify">
Jika direfleksikan dengan kesempatan yang ada pada masa sekarang, generasi milenial sebagai pemilik masa depan tentunya memiliki waktu yang cukup untuk menjadi bagian dari peristiwa penting pada masa mendatang. Saat ini tak ubahnya seperti Masa Pencerahan yang kedua dengan Teknologi Informasi sebagai tulang punggungnya. Generasi ini dapat menjadi pelaku dari peristiwa penting pada masa-masa mendatang, seperti halnya tokoh-tokoh penemu pada Masa Pencerahan sebelumnya di Eropa.</div>
<div align="justify">
Peristiwa penting tersebut akan menjadi hal yang berkesan dan membanggakan bagi orang tua, guru, dosen, penasihat, atau teman-temannya, yang menyaksikan dan menjadi saksi sejarah. Untuk itu, saya mengajak para generasi muda untuk mengukir masa depan dengan menjadi bagian dari peristiwa penting dalam peradaban ini!</div>
<div align="justify">
<br /></div>
<div align="justify">
— <strong>Prof Dr F Ridwan Sanjaya</strong>, <em>Rektor Unika Soegijapranata Semarang</em>.</div>
<div align="justify">
<br /></div>
<div align="justify">
<strong>Tautan:</strong></div>
<ul>
<li><div align="justify">
<a href="http://epaper.suaramerdeka.com/epaper/detail/2019/9/6/6" target="_blank">Suara Merdeka 6 September 2019 halaman 6</a></div>
</li>
<li><div align="justify">
<a href="http://news.unika.ac.id/2019/09/lulusan-pt-dan-pencerahan-kedua/" target="_blank">Portal Berita Unika Soegijapranata</a></div>
</li>
</ul>
Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-70564685182782783202019-08-10T05:45:00.001+07:002019-08-10T05:48:32.318+07:00Keterlibatan Sinergis<p>(Suara Merdeka, Wacana Nasional 5 Agustus 2019)</p> <p><a href="http://news.unika.ac.id/wp-content/uploads/SM-05_08_2019-Keterlibatan-Sinergis.jpg"><img title="SM 05_08_2019 Keterlibatan Sinergis" style="border: 0px currentcolor; border-image: none; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-left: 0px; display: inline; background-image: none;" border="0" alt="SM 05_08_2019 Keterlibatan Sinergis" src="http://news.unika.ac.id/wp-content/uploads/SM-05_08_2019-Keterlibatan-Sinergis_thumb.jpg" width="550" height="702" /></a></p> <p>MESKIPUN dilahirkan 37 tahun lalu, Unika Soegijapranata pernah mengalami transformasi dari Unika Atmajaya Cabang Semarang pada 1964 menjadi Institut Teknologi Katolik Semarang (ITKS) pada 1973, dan akhirnya menjadi kampus dengan nama saat ini pada 1982. Penggunaan nama Soegijapranata diambil dari nama tokoh dan pahlawan nasional yang menjadi Uskup Agung Semarang dan dimakamkan di Semarang.</p> <p>Melalui sosok Mgr Albertus Soegijapranata SJ yang menjadi patron pelindung universitas, <em>civitas academica</em> Unika Soegijapranata mendapatkan kesempatan untuk belajar nilai-nilai kebangsaan, kemanusiaan, integritas, pluralisme, dan multikultural. Nilai-nilai tersebut kini menjadi ciri khas yang kuat dalam kehidupan, proses pembelajaran, dan pergaulan di Unika Soegijapranata.</p> <p><strong><em>Motto Talenta pro patria et humanitate</em></strong> yang dimiliki oleh kampus yang bersumber pada pesan Mgr Soegijapranata yang berbunyi <em>bakat pemberian Allah jangan hanya kau sembunyikan, persembahkan seluruhnya kepada nusa, bangsa, dan negara</em> menjadi spirit universitas dalam menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi ataupun berbagai aktivitas di dalam masyarakat.</p> <p>Dalam rangkaian internalisasi nilai-nilai Mgr Soegijapranata, Unika menetapkan tema karya <em>Keterlibatan Sinergis</em> pada satu tahun menjelang usianya yang ke-37. Keterlibatan sinergis ini mempunyai makna setiap orang terlibat secara aktif dan menjadi bagian yang penting dalam setiap langkah bersama, bukan hanya ikut-ikutan atau sekadar mengikuti langkah yang lain. Kesadaran untuk terlibat secara sinergis diharapkan menghasilkan dampak yang lebih besar di masyarakat.</p> <a name='more'></a> <p>Di dalam komunitas perguruan tinggi, keterlibatan Unika Soegijapranata sebagai penggerak pengembangan pembelajaran digital dan perpustakaan 4.0 bersama perguruan tinggi di lingkungan APTIK se-Indonesia telah menjadi kesempatan untuk bergerak bersama agar dapat menguatkan proses adaptasi perguruan tinggi pada era disrupsi. Begitu halnya dengan kepercayaan dari Kemenristekdikti selama tiga tahun berturut-turut sebagai Perguruan Tinggi Asuh bagi kampus lain di Indonesia yang juga dapat dimaknai sebagai kesempatan dalam melangkah bersama untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi di negeri ini.</p> <p>Kerja sama pengembangan teknologi informasi dengan Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Semarang dan World Health Organization (WHO) dengan Unika Soegijapranata dalam program Eliminiasi TB dan HIV/AIDS juga merupakan kesempatan yang baik untuk terlibat secara sinergis dengan pemerintah, sehingga diharapkan menghasilkan dampak positif bagi masyarakat dan negara.</p> <p>Selain itu, program Kuliah Kerja Sinergis (KKS) yang digagas bersama Ketua Tim Penggerak PKK Kota Semarang menjadi langkah bersama dengan pemerintah yang nyata dalam menggerakkan masyarakat untuk memperbaiki dan menjaga lingkungannya, termasuk pendidikan anak-anak.</p> <p><strong>Prodi Baru</strong> <br />Kepercayaan pemerintah pada awal 2019 dalam pendirian Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter di Unika menjadi kekuatan kampus ini untuk memulai terlibat secara sinergis dalam membangun dunia kesehatan Indonesia yang humanis dan memiliki integritas yang tinggi.</p> <p>Kepercayaan ini juga dimaknai sebagai dorongan untuk terlibat secara aktif menjadi kontributor dan penggerak pengembangan kesehatan masyarakat di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal) di Indonesia.</p> <p>Dari sisi mahasiswa, program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat di wilayah-wilayah tertentu di Jawa Tengah sampai Kepulauan Mentawai dapat menjadi bekal bagi mahasiswa untuk belajar memberikan talentanya kepada masyarakat luas melalui sinergi dengan berbagai pihak. Dengan begitu, mahasiswa kelak dapat menjadi lulusan yang etis, kreatif, kritis, peduli, visioner, dan tangguh sehingga memiliki pribadi yang ugahari dan rendah hati agar dapat terlibat secara aktif dan berdampak di masyarakat.</p> <p>Tentu masih banyak ruang untuk terus berbuat lebih baik lagi dalam rangka keterlibatan sinergis. Keikutsertaan yang sungguh-sungguh dalam membangun individu, komunitas, dan masyarakat seperti yang diajarkan oleh Mgr Soegijapranata menjadi rujukan dalam melangkah dan menjalankan kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Saya pribadi meyakini, setiap usaha yang dilandasi dengan ketulusan dan semangat akan selalu menghasilkan dampak yang positif pada orang-orang dan lingkungan di sekitar kita.</p> <p>-<strong>Prof Dr F Ridwan Sanjaya MS IEC</strong>, Rektor Unika Soegijapranata.</p>Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-19919330283844317052019-07-20T06:20:00.003+07:002019-07-20T06:25:27.577+07:00Refleksi 82 Tahun Ngesti Pandawa<p>(Suara Merdeka, Wacana Nasional 9 Juli 2019)</p> <p align="center"><a class="thickbox" href="http://news.unika.ac.id/wp-content/uploads/SM-9_07_2019-Refleksi-82-Tahun-Ngesti-Pandawa-.jpg"><img title="SM 9_07_2019 Refleksi 82 Tahun Ngesti Pandawa " style="border-width: 0px; padding-top: 0px; padding-right: 0px; padding-left: 0px; display: inline; background-image: none;" border="0" alt="SM 9_07_2019 Refleksi 82 Tahun Ngesti Pandawa " src="http://news.unika.ac.id/wp-content/uploads/SM-9_07_2019-Refleksi-82-Tahun-Ngesti-Pandawa-_thumb.jpg" width="487" height="480" /></a></p> <h3 align="center"><em><font style="font-weight: bold;">“Kebudayaan warisan leluhur tidak selalu harus direpresentasikan dalam wajah yang lama dan suram” </font></em></h3> <p>MERAYAKAN usianya ke-82 tahun, Ngesti Pandawa masih mampu menyuguhkan pertunjukan wayang orang yang menarik untuk ditonton dan diikuti oleh masyarakat dari berbagai lapisan. Hal ini terlihat dari banyaknya penonton yang memenuhi kursi di lantai satu sampai dengan tribune di lantai dua.</p> <p>Penonton pun bertahan menyaksikan pertunjukan sampai usai. lni bisa dimaknai sebagai petunjuk bahwa sebetulnya pertunjukan seni dan budaya seperti wayang orang masih diminati dan disukai oleh masyarakat, terutama warga Kota Semarang.</p> <p>Namun keterlibatan berbagai sanggar tari juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari antusiasme masyarakat untuk menonton pertunjukan sampai larut malam. Setiap sanggar sari tampil cantik dan menarik ketika mengawali acara. Artinya, pertunjukan wayang orang bisa menjadi lebih diminati dan menarik antusiasme masyarakat jika menggabungkan keterlibatan sanggar tari yang ada di sekitar masyarakat. Kesempatan untuk tampil di hadapan masyarakat secara luas di Ngesti Pandawa merupakan bagian dari prinsip saling menguntungkan yang dapat diolah.</p> <p>Satu hal yang tidak kalah penting adalah keterlibatan tokoh masyarakat di atas panggung, dari unsur birokrat pernerintah, dosen, tenaga kependidikan, dokter, sampai polisi. Tokoh-tokoh masyarakat yang umumnya juga pencinta seni dan budaya itu juga secara langsung ataupun tidak langsung menghadirkan keluarga, kolega. dan teman-teman di lingkungannya.</p> <p>Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Dr Sri Puryono KS bahkan menekankan, keterlibatannya dalam pentas di berbagai acara sejenis tidak perlu dihargai secara finansial tetapi dengan kehadiran masyarakat. Artinya, kesediaan tokoh masyarakat untuk terlibat dapat menjadi bagian dari ramuan pertunjukan yang dapat dijadwalkan jauh-jauh hari. Meski bukan profesinya, tokoh-tokoh masyarakat yang terlihat di sana dapat dilihat bermain dengan baik.</p> <p>Dukungan teknologi cahaya dan komputer cukup menguatkan kesan pertunjukan yang profesional. Narasi cerita di kedua sisi panggung banyak membantu penonton dari generasi muda dalam mengikuti kisah dan nama-nama tokoh wayang orang yang sedang dimainkan di panggung. Meskipun pemain sering menggunakan Bahasa Jawa halus, penonton yang tidak cukup menguasainya tetap dapat mengikuti cerita dan tidak sekadar menikmati adegan demi adegan di panggung.</p> <a name='more'></a> <p><strong>Jaring Wisatawan <br /></strong>Pertunjukan yang rutin dilaksanakan setiap Sabtu malam merupakan modal untuk menjaring wisatawan yang datang ke kota Semarang. Dalam <em>forum group discussion</em> (FGD) yang diadaluat tahun lalu di Unika Soegijapranata, pengelola perjalanan wisata belurn banyak yang tahu jika pentas diada secana rutin setiap Sabtu tanpa terkecuali. Padahah sejak 2017, beberapa hotel seperti Novotel, Ciputra, Grand Candi, Patra Jasa, dan Grand Arkenso (dulu Horison) dengan dukungan Dinas Pariwisata Jawa Tengah juga membantu menginforrnasikan melalui stand banner di ruang lobi.</p> <p>Meskipun dalam beberapa tahun ini masyarakat Kota Semarang makin akrab dengan Ngesti Pandawa dan berbagai media sosial secara rutin menginformasikan, selalu ada ruang untuk perbaikan yang dapat dilakukan untuk membuat penonton makin mencintai ikon Kota Semarang ini. Sarana dan prasarana di Taman Budaya Raden Saleh merupakan sesuatu yang punting untuk diperhatikan. Dan pintu masuk, parkir, loket, kamar kecil, ruang penonton sampai panggung pertunjukan perlu menjadi agenda revitalisasi.</p> <p>Kebudayaan warisan leluhur tidak selalu harus direpresentasikan dalam wajah yang lama dan suram. Penonton bisa saja di bawa dalam suasana nostalgia ketika menonton pertunjukan rakyat pada zaman dahulu, namun juga perlu diajak kembali menonton karena lingkungannya nyaman untuk keluarganya atau bahkan memungkinkannya mengajak tamu-tamu yang dibanggakan, baik domestik maupun mancanegara.</p> <p>Saat ini adalah momentum yang tepat untuk mengangkat kembali pertunjukan kesenian wayang orang yang hanya tersisa tiga di Indonesia. Wisata yang membahagiakan semakin dibutuhkan oleh masyarakat yang makin kompetitif perlu didukung oleh lokasi yang nyaman dan fasilitas yang mendukung. Generasi muda masih menginginkan pertunjukan seperti ini. Pentas 82 Tahun Wayang Orang Ngesti Pandawa pada 6 Juli 2019 oleh generasi muda telah membuktikannya.</p> <p>Selamat ulang tahun ke-82 Wayang Orang Ngesti Pandawa! Semoga makin menjadi kebanggaan warga Kota Semarang dan masyarakat Indonesia.</p> <p><strong>— <a href="http://blogridwan.sanjaya.org" target="_blank">Ridwan Sanjaya</a>, </strong><em>Rektor Unika Soegijapranata,, Guru Besar Sistem Informasi, dan peneliti keseniun wayang orang</em></p> <p><strong>Tautan: </strong></p> <ul> <li><a href="http://news.unika.ac.id/2019/07/refleksi-82-tahun-ngesti-pandawa/" target="_blank">Portal Berita Unika Soegijapranata</a>   </li> </ul>Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-46171679854221659272019-05-21T21:11:00.001+07:002019-05-21T21:16:36.443+07:00Menemukan Keseimbangan di Era Disruptif Artikel(Tribun Jateng, Opini – 18 Mei 2019)<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://3.bp.blogspot.com/-TCLfz9F0TBo/XOQHX34GYPI/AAAAAAAADCI/obY3GFMw5uIOjEFtoFit5FHPzvzAvcR5gCLcBGAs/s1600/OpiniTribunJateng18Mei2019.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1083" data-original-width="956" height="400" src="https://3.bp.blogspot.com/-TCLfz9F0TBo/XOQHX34GYPI/AAAAAAAADCI/obY3GFMw5uIOjEFtoFit5FHPzvzAvcR5gCLcBGAs/s400/OpiniTribunJateng18Mei2019.jpg" width="351" /></a></div>
<div align="center">
<br /></div>
<div align="justify">
Melihat video-video di sebuah kanal Youtube salah satu pemain lama di dunia taksi, tampak terlihat bahwa dunia bisnis bergerak dinamis dan menemukan titik keseimbangannya. Hal ini sama seperti yang terjadi di tengah hiruk-pikuk bisnis taksi beberapa tahun terakhir ini. Melihat geliat Blue Bird yang baru saja meluncurkan taksi listrik BYD e6 dan Tesla model X 75D, perusahaan ini tampaknya bisa bertahan dengan baik meskipun awalnya kesulitan menghadapi era disrupsi.</div>
<div align="justify">
Investasinya dalam jumlah besar untuk kendaraan-kendaraan yang tidak umum dimiliki oleh pribadi-pribadi yang menjadi mitra pengemudi taksi online pesaingnya, membuat posisi taksi ini bisa berbeda secara signifikan dibandingkan sebelumnya. Usaha tersebut dapat dipandang menjadi gerakan lanjutan dari beberapa inovasi digital dalam aplikasi dan pemasaran yang telah diusahakan oleh perusahaan ini sebelumnya, untuk mengejar ketinggalan di era disrupsi dalam dua tahun terakhir ini.</div>
<div align="justify">
Seperti yang diilustrasikan di dalam salah satu videonya di Youtube, sebagai pemain lama ia merasa bagaikan kapal besar yang tidak mungkin berbelok dengan lincah namun memiliki kelebihan terkait pengalaman yang lebih lama dalam dunia taksi dan konsumennya. Meskipun menyatakan keinginannya untuk kembali belajar dengan dunia yang baru, pemain lama tidak harus bergerak mengambil langkah yang sama seperti pesaingnya. Justru melalui kelebihannya yang telah dimiliki pada masa sebelumnya, perusahaan ini bisa mengembalikan bisnisnya ke jalur yang sesuai di jaman yang baru.</div>
<div align="justify">
Sekian lama malang melintang di dunia taksi, Blue Bird masih memliki kelebihan yang belum sirna dari ingatan pelanggannya, terutama dalam hal kenyamanan, keamanan penumpang, dan sistem pengelolaan SDM yang lebih matang. Kepercayaan dan loyalitas pelanggan yang masih ada di dalam benak konsumen bisa mengembalikan posisinya ke semesta yang baru.</div>
<div align="justify">
<br /></div>
<a name='more'></a><div align="justify">
Hal ini akan semakin didukung jika sistem tarif taksi jenis ini tidak sama persis dengan taksi online yang ada saat ini, dimana tarif tidak otomatis meningkat dan menjadi lebih mahal ketika hujan tiba, atau pada saat lalu lintas menjadi padat, atau ketika jumlah armada tersedia semakin menipis. Selama ini, ketiga kondisi tersebut dirasakan seringkali meningkatkan biaya pada saat konsumen memesan taksi online melalui gadget-nya.</div>
<div align="justify">
Penggunan argo ataupun fitur tarif tetap yang dihitung berdasarkan jarak tempuh saja, akan menjadi keunggulan komparatif dibandingkan bisnis taksi online pesaingnya. Jika rumusan tersebut tetap dijaga, taksi sejenis ini akan menjadi pilihan favorit bagi pelanggan yang mulai merasakan kelemahan sistem tarif online pada umumnya.</div>
<div align="justify">
Di lain pihak, ketika para pemain bisnis baru yang menunggangi gelombang disrupsi mulai terlena dan menghabiskan suntikan dana yang besar dari perusahaan-perusahaan raksasa berskala dunia untuk kepentingan pemasaran dan promosi semata, maka pemain lama justru dapat memperkuat kenyamanan armadanya yang secara model bisnis berada di luar wilayah kekuasaan para pengusaha taksi online. Mereka harus menjadikan hal tersebut sebagai keunggulan komparatif berikutnya sehingga membuat langkahnya tidak dapat ditiru oleh pesaingnya.</div>
<div align="justify">
Inovasi disruptif yang dilakukan oleh pemain-pemain baru menjadikannya bukan lagi ancaman yang mematikan ataupun tidak bisa dilawan oleh pemain-pemain lama. Narasi kekalahan pemain lama memang bisa terjadi ketika mereka tidak bisa beradaptasi sekaligus menemukan kelemahan dalam model bisnis yang sedang dijalankan pemain baru.</div>
<div align="justify">
Seperti kita ketahui sebelumnya, salah satu DNA inovasi disruptif yang disebut sebagai "<em>sharing economy</em>“ atau partisipasi bersama dalam kegiatan ekonomi, telah menjadi cara baru dalam pengembangan bisnis secara cepat dengan melibatkan kepemilikan aset mitranya sebagai bagian dari pembagian keuntungan. Namun model ini juga memiliki kelemahan dalam hal kapasitas partisipasi yang sanggup dipikul oleh masing-masing mitra.</div>
<div align="justify">
Namun kekuatan modal pemain lama juga bukan kunci satu-satunya untuk membawanya kembali ke persaingan bisnis di era yang baru. Kombinasi dengan kelebihan-kelebihan lainnya dapat menjadi kekuatan untuk mendapatkan posisinya kembali.</div>
<div align="justify">
Sebagai contoh, standar pengelolaan sumber daya manusia yang diterapkan oleh Blue Bird terhadap para pengemudinya selama ini justru dirasakan menjadi kelebihan yang dibutuhkan pada saat sekarang ini. Banyaknya laporan atas sikap mitra-mitra pengemudi taksi online kepada pelanggan, menjadikan pengelolaan sumber daya manusia menjadi hal yang penting bagi pelanggan taksi untuk dijamin hak-haknya sebagai konsumen.</div>
<div align="justify">
Perbedaan model hubungan kepegawaian antara taksi konvensional dengan para pengemudinya dan perusahaan taksi online dengan mitra pengemudinya memang membuat berbeda pula kekuatan dan kontrol perusahaan terhadap standar perlakuan kepada konsumen. Apabila perusahaan taksi online tidak dapat menemukan solusi atas kelemahan ini, tentunya kelebihan komparatif atas jaminan hak-hak konsumen menjadi milik pemain lama.</div>
<div align="justify">
Valuasi perusahaan yang sebelumnya menjadi <em>showcase</em> keberhasilan para pemain bisnis yang baru, dimungkinkan tidak lagi menyilaukan mata investor. Asset dan laba perusahaan akan kembali menjadi bagian yang penting dalam pengambilan keputusan. Valuasi perusahaan yang besar tidak lagi menarik ketika perusahaan belum bisa menghasilkan laba. Sebaliknya ketika valuasi perusahaan terbilang lebih kecil dari pemain baru namun perusahaan memiliki asset dan laba yang dihasilkan ternyata lebih besar dan lebih stabil, maka dapat menarik minat pemilik dana jika dibutuhkan perusahaan untuk memperbesar skala bisnis.</div>
<div align="justify">
Analisa atas inovasi dan kelebihan komparatif yang dieksplorasi pada Blue Bird hanya merupakan salah satu contoh bahwa pemain-pemain baru dengan cara-cara bisnis baru tidak harus dihindari ataupun dilawan dengan regulasi maupun tekanan. Masing-masing inovasi memiliki kelemahan yang dapat dilawan dengan inovasi lainnya dimana menjadi kekuatan bisnis pemain lama.Bagi dunia bisnis yang lain, dimungkinkan berlaku hal yang sama. Asalkan terus bergerak, beradaptasi, keluar dari zona nyaman, dan mencari kekuatan yang bisa dikembangkan, maka bisnis lama bisa saja terus bertahan. (<a href="http://blogridwan.sanjaya.org/">Ridwan Sanjaya</a><em>, Guru Besar di Bidang Sistem Informasi Unika Soegijapranata</em>)</div>
<br />
<strong>Tautan</strong><br />
<strong>
</strong>
<br />
<ul>
<li><a href="http://jateng.tribunnews.com/2019/05/18/opini-ridwan-sanjaya-menemukan-keseimbangan-di-era-disruptif" target="_blank">Opini Tribun Jateng</a> </li>
<li><a href="http://news.unika.ac.id/2019/05/menemukan-keseimbangan-di-era-disruptif/" target="_blank">Portal Berita Unika Soegijapranata</a></li>
</ul>
Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-9016757997921805962019-04-28T08:14:00.001+07:002019-04-28T08:50:14.931+07:00Lulusan PT dan Era Society 5.0(Suara Merdeka, Wacana Nasional 27 April 2019)
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-NhR_SHKfbIY/XMT_M3DuOPI/AAAAAAAADAE/85UaYx1C41YS0iJfcd00-kA2VG_yG9dMQCLcBGAs/s1600/SM27April2019.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;" target="_blank"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="698" src="https://4.bp.blogspot.com/-NhR_SHKfbIY/XMT_M3DuOPI/AAAAAAAADAE/85UaYx1C41YS0iJfcd00-kA2VG_yG9dMQCLcBGAs/s516/SM27April2019.jpg" /></a></div>
<div align="justify">
<br /></div>
<div align="justify">
<strong>DALAM </strong>beberapa tahun ini kita diperlihatkan berbagai terobosan teknologi yang menghasilkan nilai-nilai baru dalam kehidupan manusia melalui bentuk kecerdasan buatan, Big Data, dan <em>Internet of Things </em>(IoT). Kalangan bisnis menyebut ketiganya sebagai inti dari industri 4.0, sedangkan pemerintah Jepang sejak tahun 2016 merumuskannya sebagai masyarakat 5.0 atau <em>society 5.0</em>.</div>
<div align="justify">
Kedua terminologi ini menekankan adanya interkoneksi data dari berbagai pihak yang terkumpul menjadi Big Data melalui perangkat-perangkat yang terhubung ke internet dan kemudian diolah menggunakan kecerdasan buatan untuk menghasilkan keputusan-keputusan penting di dalam industri maupun kehidupan masyarakat.</div>
<div align="justify">
Transformasi tersebut akan banyak mengubah wajah bisnis pada masa depan dan cara hidup manusia. Data bukan hanya menjadi bagian penting bagi para manajemen di dunia bisnis, melainkan juga bagi kehidupan masyarakat secara umum. </div>
<div align="justify">
Sebagai contoh, pada jam-jam sibuk, kita seringkali membutuhkan bantuan aplikasi peta digital untuk menentukan jalur yang akan ditempuh agar sampai di tempat tujuan dengan cepat dan lancar.</div>
<div align="justify">
Kecepatan dan kualitas <em>supply </em>data ke penyedia peta digital akan menentukan solusi yang paling tepat bagi perjalanan kita, bukan hanya terkait jarak terdekat untuk menuju suatu lokasi tetapi juga jarak tersingkat berdasarkan analisis data terkait kondisi jalan, cuaca, atau bahkan kepadatan lalu lintas.</div>
<div align="justify">
Hal ini tidak dimungkinkan pada masa-masa sebelumya karena data yang dimiliki tidak cukup banyak untuk dianalisis, belum banyak perangkat-perangkat yang ikut membantu pengumpulan data tersebut, serta variasi data yang tersedia pada saat itu belum mencakup semua kondisi yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan.</div>
<div align="justify">
</div>
<a name='more'></a><div align="justify">
Tidak lama lagi, bukan tidak mungkin, ketika seseorang menderita sakit dan segera membutuhkan perawatan, perangkat <em>smartphone </em>atau <em>smartwatch </em>akan mengirimkan data-data kondisi tubuh ke internet untuk diolah oleh pengelola layanan kesehatan sehingga menghasilkan rekomendasi langkah-langkah awal yang harus dilakukan sebelum menuju ke fasilitas kesehatan, pilihan lokasi fasilitas kesehatan yang disarankan, pemesanan ruangan untuk perawatan, atau bahkan pengiriman ambulan untuk membawa pasien ke fasilitas kesehatan yang dituju.</div>
<div align="justify">
Hal ini bisa dimungkinkan karena adanya data komprehensif untuk menghitung jarak pasien dan fasilitas kesehatan, memantau kondisi pasien secara real-time, mendapatkan informasi ketersediaan ruang yang ada di dalam fasilitas kesehatan, bahkan termasuk memerintahkan ambulan untuk menjemput pada skala prioritas tertentu. Dengan begitu, pasien dapat lebih tertangani sebelum sampai pada tingkatan yang membahayakan.</div>
<div align="justify">
<br /></div>
<div align="justify">
<strong>Perubahan Makna</strong><br />
Beberapa waktu yang lalu, Unika Soegijapranata kembali meluncurkan aplikasi baru dengan nama Dimas yang merupakan singkatan dari Dashboard Informasi Mahasiswa. Melalui aplikasi tersebut, berbagai data yang dihasilkan dari aktivitas mahasiswa kemudian dikumpulkan dan diolah untuk dihasilkan kesimpulan dan saran bagi penggunanya. Mahasiswa selain diperlihatkan tren hasil studinya dari waktu ke waktu, juga diinformasikan prediksi waktu kelulusan berdasarkan rekam jejak selama studi, serta saran untuk mengambil mata kuliah tertentu yang diprediksi dapat meningkatkan hasil studinya.</div>
<div align="justify">
Analisis data ini dimungkinkan berkembang untuk informasi-informasi lain yang membantu mahasiswa saat studi maupun saat lulus nanti. Melalui analisis data yang ada, lulusan bukan hanya didorong untuk selesai studi dengan baik melainkan juga prosesnya dapat meningkat secara kualitas. Alternatif-alternatif dalam menggali bakat, mendapatkan pengalaman, serta memperluas wawasan dapat disajikan berdasarkan profil dan rekam jejak yang terbaca selama mahasiswa menjalani kuliahnya. Gaya hidup dalam memaknai kuliah dimungkinkan bisa menjadi berbeda dari masa-masa sebelumnya.</div>
<div align="justify">
Kesiapan generasi muda dalam menghadapi dan beradaptasi dengan era baru di mana peran teknologi di dalam masyarakat menjadi semakin besar adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari. Teknologi telah menjadi bahasa umum bagi masyarakat saat ini, terutama bagi generasi muda. Berbagai inovasi memungkinkan generasi muda memperluas interaksi dan akses ke dunia yang lebih global. Batasan antarnegara menjadi semakin tidak kentara dan hubungan antarbangsa menjadi lebih cair.</div>
<div align="justify">
Dalam beberapa tahun terakhir ini, beberapa bisnis rintisan atau <em>start-up </em>dibangun oleh anak muda dengan melibatkan anakanak muda lain dari berbagai bangsa dan lintas negara. Penyokong dana juga seringkali berasal dari perusahaan-perusahaan papan atas yang tersebar di seluruh dunia. Bahkan mereka juga melayani masyarakat di berbagai negara seperti halnya melayani masyarakat di kota-kota lain di negeri ini. Makna masyarakat yang dimaksudkan oleh generasi ini menjadi lebih luas dari sebelumnya.</div>
<div align="justify">
<br /></div>
<div align="justify">
<strong>Kualitas Hidup</strong></div>
<div align="justify">
Menurut Salgues (2018), teknologi yang dimaksudkan di dalam <em>Society 5.0 </em>diharapkan berperan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Hal ini juga diharapkan terjadi di dunia perguruan tinggi. Meskipun teknologi informasi terus dikembangkan, sentuhan teknologi tidak serta-merta menghilangkan sentuhan manusiawi di dalam kehidupan kampus. Berbagai aktivitas terkait dengan pengembangan <em>soft skill </em>kepemimpinan, kreativitas, komunikasi, kerja sama, kepedulian, kegigihan, maupun disiplin, perlu diselenggarakan dalam berbagai format kegiatan yang bervariasi dalam empat tahun perkuliahan. Suasana untuk membangun kebiasaaan dalam menganalisis sesuatunya secara kritis juga perlu diusahakan terus-menerus.</div>
<div align="justify">
Semua aktivitas selama empat tahun dapat direkam di dalam sistem informasi dan terkoneksi ke perusahaan penyedia lapangan kerja pada saat membutuhkannya. Harapannya, profil lulusan yang lengkap selama kuliah dapat terbaca dan dimaknai secara utuh oleh perusahaan. Lulusan juga mendapatkan kesempatan yang lebih besar ketika profilnya dapat dimaknai secara lengkap. Dalam hal ini, teknologi informasi menjadi alat bantu dan media yang menjembatani program-program di universitas agar menghasilkan informasi yang lebih bermakna.</div>
<div align="justify">
Melalui dukungan tersebut, lulusan perguruan tinggi bukan hanya terungkap bakat dan kelebihannya oleh dunia kerja, melainkan juga gairah (<em>passion</em>), dorongan (<em>drive</em>), dan transformasinya selama beraktivitas di kampus. Dengan begitu, mereka dapat lebih mempersiapkan diri terhadap minatnya masingmasing saat menjalani perkuliahan agar tidak hanya angka-angka yang muncul pada saat lulus nanti, tetapi juga kelebihan-kelebihan lain yang terasah bersama komunitasnya di kampus.</div>
<div align="justify">
<strong>— Ridwan Sanjaya, </strong><em>Rektor Unika Soegijapranata dan guru besar bidang sistem informasi</em></div>
<div align="justify">
<br /></div>
<div align="justify">
<u>Tautan:</u></div>
<ul>
<li><div align="justify">
<a href="http://bit.ly/SM27April2019" target="_blank">Suara Merdeka 27 April 2019 halaman 6</a></div>
</li>
<li><div align="justify">
<a href="http://news.unika.ac.id/2019/04/lulusan-pt-dan-era-society-5-0" target="_blank">Portal berita Unika Soegijapranata</a></div>
</li>
</ul>
Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-21627200.post-63582196408101729992019-02-02T06:09:00.001+07:002019-02-02T06:14:46.864+07:00Ketika (Big) Data Berkuasa(Tribun Jateng, Opini - 29 Januari 2019)<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://4.bp.blogspot.com/-o7VJO0F6kzA/XFTSMzT-NZI/AAAAAAAAC8o/suQ2o8yeMkoO0QUYq1pL9zbfAWfDSP_tACLcBGAs/s1600/Tribun-29_01_2019-Ketika-Big-Data-Berkuasa.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="768" data-original-width="622" height="640" src="https://4.bp.blogspot.com/-o7VJO0F6kzA/XFTSMzT-NZI/AAAAAAAAC8o/suQ2o8yeMkoO0QUYq1pL9zbfAWfDSP_tACLcBGAs/s640/Tribun-29_01_2019-Ketika-Big-Data-Berkuasa.jpg" width="516" /></a></div>
<br />
<div align="justify">
PENGARUH teknologi informasi dalam mengubah peta bisnis di berbagai belahan dunia telah banyak menjadi fokus pembicaraan dalam beberapa tahun terakhir ini. Bisnis di bidang transportasi, penginapan, tiket wisata, hiburan, pakaian, makanan, dan finansial mendapatkan kejutan yang mungkin tidak terprediksi sebelumnya. Dalam bidang tertentu bahkan terjadi penolakan di berbagai tempat, terutama melalui regulasi. Namun tampaknya gelombang inovasi tersebut tidak terhenti.</div>
<div align="justify">
Keberadaan teknologi dalam inovasi di berbagai bidang tersebut sebenarnya terkait dengan pengelolaan data yang sebelumnya diolah secara manual kemudian digantikan oleh aplikasi. Sebagai contoh, keberadaan sopir taksi dan penumpangnya jika dahulu dicocokkan oleh operator layanan taksi kini berubah menjadi aplikasi, yang mempertemukan data GPS sopir taksi dan penumpangnya. Begitu juga dengan tiket perjalanan yang dahulu dibantu oleh karyawan agen perjalanan, kini berganti menjadi aplikasi yang menelusuri sekaligus membandingkan data moda transportasi dan harga dari berbagai sumber.</div>
<div align="justify">
Bahkan jika diolah lebih lanjut, data yang dimiliki oleh pengelola aplikasi dapat berkembang menjadi informasi deskriptif atau grafis yang menggambarkan waktu-waktu puncak, lokasi-lokasi favorit yang dikunjungi, pilihan moda transportasi, bahkan rute-rute yang sering digunakan oleh semua pengguna maupun pribadi demi pribadi. Kekuatan data ini akan menjadi dasar pengambilan keputusan bagi pemilik bisnis untuk mempertajam strateginya ataupun meningkatkan kinerjanya.<br />
<br /></div>
<div align="justify">
</div>
<a name='more'></a><div align="justify">
<strong>Melintasi Ruang dan Waktu</strong> <br />
Selain itu, melalui jaringan internet, data yang diperoleh maupun diolah dapat melintasi ruang dan waktu. Sebagai contoh, jam tangan cerdas (<i>smartwatch</i>) yang saat ini mulai jamak di tangan masyarakat, dapat digunakan untuk merekam data kesehatan setiap penggunanya. Ketika dihubungkan ke internet melalui berbagai penerapan konsep <i>Internet of Things</i> (IoT), maka data kesehatan tersebut dapat diolah dan dianalisa untuk membuat suatu kesimpulan yang dibutuhkan oleh pengguna.</div>
<div align="justify">
Konsep <i>Internet of Things</i> memungkinkan berbagai perangkat di sekitar kita dapat terhubung ke intemet, menggunakan maupun menyimpan berbagai data yang dibutuhkan, dan diakses oleh sistem yang terkait. Berbagai data yang dikumpulkan oleh perangkat tersebut menjadi <i>Big Data</i>untuk kemudian dapat diolah oleh server maupun dianalisa oleh ahli di bidangnya dalam membuat suatu kesimpulan yang dibutuhkan oleh pengguna.</div>
<div align="justify">
Ketika data ini diizinkan untuk dihubungkan oleh pengguna teknologi informasi di rumah sakit, maka pengguna dapat diingatkan dan diberikan perawatan ketika muncul gejala atau bahkan jauh sebelum terjadinya serangan. Tindakan antisipasi ini tentunya akan banyak menolong penggunanya dalam memelihara kesehatannya.</div>
<div align="justify">
Namun yang menjadi tantangan, jika data tersebut dihubungkan dengan rumah sakit di berbagai belahan dunia, maka persaingan industri rumah sakit tidak lagi terbatas pada wilayah tertentu saja tetapi sudah lintas negara.</div>
<div align="justify">
Kualitas, kepercayaan, dan harga layanan rumah sakit menjadi keniscayaan yang akan menentukan pasien dalam memilih rumah sakit yang merawatnya. Namun segala regulasi yang membatasi keberadaan industri rumah sakit di wilayah tertentu menjadi tidak relevan bagi rumah sakit cerdas (<i>smart hospital</i>). Apalagi frekuensi dan biaya transportasi udara saat ini semakin memudahkan pasien kalangan tertentu untuk bepergian lintas negara.</div>
<div align="justify">
Meskipun keberadaan dokter dan perawat dalam kondisi ini masih dibutuhkan, namun keberadaan rumah sakit pada wilayah tertentu bisa saja terancam, atau paling tidak segmen tertentu dari rumah sakit di wilayah tersebut bisa saja berpindah. Kondisi lama yang menjadi keistimewaan dan proteksi bagi industri ini menjadi tidak lagi mampu menahan persaingan dan akan menjadi kondisi baru yang mungkin berbeda sama sekali dari kondisi yang didapatkan sebelumnya.</div>
<div align="justify">
Bagi dokter yang mampu menyediakan layanan koneksi data tersebut, tentunya akan menjadi bentuk layanan baru yang akan memudahkan pasien sekaligus meningkatkan minat masyarakat terutama pada segmen tertentu untuk layanan kesehatan yang diberikan oleh dokter tersebut. Jika hal ini menjadi umum, besar kemungkinan antisipasi terhadap gejala penyakit maupun serangan terhadap organ vital tubuh pada masyarakat dapat menjadi lebih besar.<br />
<br /></div>
<div align="justify">
</div>
<div align="justify">
<strong>Data Menjadi Primadona </strong> <br />
Kekuatan dan kumpulan data yang besar dan terkoneksi melalui internet bukan hanya akan membuat penguna menjadi lebih mudah, cepat, dan nyaman dalam mengakses layanan yang sesuai dengan kebutuhannya, tetapi juga menjadikan batas-batas wilayah dan regulasi menjadi semakin bias. Apabila pengelola layanan maupun pemilik bisnis dapat segera menyiapkan diri lebih dini, maka strategi dalam melayani dan mengelola klien dapat dipersiapkan lebih awal.</div>
<div align="justify">
Sifat data yang sangat cair, yaitu bebas melintasi berbagai media sejauh diizinkan oleh pemiliknya, memungkinkannya kelak menjadi rebutan banyak pengelola layanan yang ingin merebut hati penggunanya. Dengan modal data yang besar tersebut, informasi yang dihasilkan akan menjadi ujung tombak bagi kepuasan layanan yang ditawarkan. Keahlian dalam mengolah data juga semakin menjadi kebutuhan yang krusial. (<a href="http://blogridwan.sanjaya.org/" target="_blank">Ridwan Sanjaya</a><em>, Guru Besar di Bidang Sistem Informasi Unika Soegijapranata</em>)</div>
Ridwan Sanjayahttp://www.blogger.com/profile/06233269529334452405noreply@blogger.com0