Inovasi dalam teknologi pembelajaran memang tidak pernah berhenti. Setiap saat pendidik yang tergabung di dalamnya berusaha untuk mengembangkan teknologi yang digunakan selama ini dan memperbaiki kelemahan-kelemahannya untuk kualitas pendidikan yang lebih baik.
ELearning atau proses pembelajaran melalui media elektronik, terutama internet, saat ini dianggap dapat menjadi solusi pendidikan bagi siswa yang tidak dapat hadir secara fisik ke setiap perkuliahan, namun mempunyai niat untuk memperoleh pengetahuan atapun keinginan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Bagi institusi pendidikan, teknologi di dalam eLearning dapat dijadikan media untuk semakin memperbaiki kualitas dalam pembelajaran jarak jauh (distance learning). Jika semula eLearning terkesan sebagai pembelajaran yang pasif dan hanya satu arah dari staf pengajar semata, setahap demi setahap hal ini mulai dirombak.
Dukungan multimedia dan perkembangan baru di dunia web semakin membantu mewujudkan pembelajaran interaktif, meskipun tidak bertemu secara fisik. Hal inilah yang menjadi fokus dalam Internasional Conference eLearning ketiga yang diadakan di Bangkok pada tanggal 3-4 Agustus 2006.
Yang menarik dalam acara tersebut, selain mengundang 49 pembicara yang berasal dari tidak kurang 15 negara, acara ini dapat dihadiri oleh masyarakat umum tanpa dipungut biaya apapun. Kementrian Information and Communication Technology (Teknologi Informasi dan Komunikasi) Thailand ikut menjadi sponsor dalam acara besar yang diadakan sekali dalam setahun tersebut.
Tidak heran, jumlah peserta yang mendaftar membengkak menjadi 500 peserta, yang berasal dari berbagai kalangan di Thailand, dari siswa SMA, mahasiswa, dosen, pemerintah, sampai dengan praktisi asing yang bekerja di Bangkok. Bukan hanya berasal dari ibukota Bangkok saja, tetapi juga datang dari Thailand Selatan yang sesekali dilanda konflik.
Di dalam konferensi tersebut, berbagai ide ilmiah yang disampaikan sebagian besar menuju kepada arah pengembangan praktis eLearning. Jika semula eLearning dilihat sebagai aktifitas upload dan download materi pendidikan secara besar-besaran melalui media internet, saat ini dituntut untuk dapat lebih interaktif dan menekankan kolaborasi di dalam pembelajaran. Bukan semata-mata aktifitas untuk menghabiskan bandwidth internet tetapi juga peningkatan kualitas pembelajaran di dalamnya.
Saat ini, sebagian besar website yang digunakan untuk menyajikan eLearning masih lebih terfokus pada penyediaan fasilitas bagi pengajar untuk meng-upload materi kuliah, ujian, dan prosedur penilaian. Meskipun materi kuliah dapat berupa presentasi ataupun dokumen multimedia, dan kumpulan pertanyaan-pertanyaan yang dapat diberikan secara acak dan berbeda untuk setiap peserta, hal ini masih dianggap sebagai kelemahan.
Tidak adanya hubungan interaktif dan seringkali komunikasi hanya terjalin satu arah antara dosen dengan mahasiswa menjadi keprihatinan tersendiri. Ide e-Collaborative Projects untuk kualitas pembelajaran yang lebih baik disampaikan oleh Lim Kin Chew dari Singapura untuk mencoba membawa peserta keluar dari pemikiran konvensional atas eLearning.
Menurutnya, eLearning juga dapat digunakan untuk memfasilitasi tugas-tugas kelompok meskipun masing-masing siswa terpisah lokasi dan waktu. Dengan demikian, harus ada sistem penilaian yang dapat menangani performa setiap siswa dalam tugas tersebut. Dia menyarankan penggunaan software dari Sakai Project (sakaiproject.org) untuk memfasilitasi siswa dalam bekerja sama, berhubungan satu sama lain, memberikan kritik, dan mengambil kesimpulan secara kelompok di dalam konteks eLearning.
Sisi Gelap eLearning
Ada beberapa kelemahan dalam eLearning yang sering menjadi pembicaraan, antara lain kemungkinan adanya kecurangan, plagiarism, dan pelanggaran hak cipta. Kuldeep Nagi dari Amerika, memberikan ide untuk mengaktifkan diskusi kelompok secara online dan membatasi kadaluwarsa soal-soal ujian.
Selain itu, pengajar juga harus memberikan interaksi yang responsif dan berkelanjutan untuk mengenal siswa lebih jauh serta dan melihat minatnya, memberikan ujian berupa analisa atas suatu kasus yang berbeda, serta memintanya untuk menjelaskan logika yang menjadi dasar analisa tersebut.
Emil Marais dan Basie von Solms dari Afrika Selatan menambahkan perlunya penyediaan alat bantu untuk membatasi akses illegal ke dalam proses pembelajaran, baik dengan menggunakan password ataupun akses dari nomor IP (Internet Protocol) tertentu untuk mengurangi kecurangan dalam praktek eLearning.
Namun Nagi, kesuksesan pembelajaran dalam eLearning juga terletak pada kepercayaan yang diberikan kepada siswa dan kejujuran dari setiap komponen yang terlibat di dalamnya. Awalan e pada eLearning sebetulnya berbicara tentang exploration (pendalaman), experience (pengalaman), engagement (keterlibatan), ease of use (kemudahan penggunaan) and empowerment (pendayagunaan), namun juga memungkinkan untuk dieksploitasi ke arah negatif.
Seyogyanya, selain berfokus pada software yang digunakan untuk eLearning, pengajar perlu memberikan perhatian pada proses penyampaian konten pembelajaran dan manajemen materi eLearning.
Penggunaan Open Source dan Web 2.0
Di dalam konferensi tersebut juga dimunculkan pembahasan mengenai penggunaan software-software open source dan Web 2.0 dalam penyajian konten eLearning. Penggunaan software open source bukan saja dikarenakan gratis tetapi penyelenggara juga dimudahkan untuk melakukan perubahan yang sesuai dengan karakter dan jenis layanan dari institusinya.
Moodle (moodle.org), ATutor (www.atutor.ca), and Sakai merupakan contoh dari software Learning Management System (LMS) yang open souce, gratis dan telah digunakan oleh banyak institusi pendidikan dalam menyajikan konten eLearning. Sebagian besar telah menyediakan fasilitas forum, blog, chat, pembelajaran, bank pertanyaan, penilaian, dukungan multimedia, wiki, tugas kelompok, dan dukungan berbagai bahasa.
Sedangkan pemanfaatan Web 2.0 dalam eLearning mengacu pada ide web sebagai platform dan web service. Di dalam software eLearning, juga harus diperlengkapi dengan aplikasi kantor sejenis Word, Excel, dan PowerPoint. Sehingga staf pengajar dapat langsung bekerja di dalam web tersebut.
Selain itu, output yang dihasilkan dari dokumen tersebut juga harus dapat diakses dari berbagai peralatan seperti ponsel, PDA, ataupun PC tanpa harus mengunjungi situs tersebut. Hal tersebut dapat terjadi apabila dokumen eLearning disimpan dalam format RSS XML, yang umumnya digunakan untuk Blog.
ELearning atau proses pembelajaran melalui media elektronik, terutama internet, saat ini dianggap dapat menjadi solusi pendidikan bagi siswa yang tidak dapat hadir secara fisik ke setiap perkuliahan, namun mempunyai niat untuk memperoleh pengetahuan atapun keinginan untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Bagi institusi pendidikan, teknologi di dalam eLearning dapat dijadikan media untuk semakin memperbaiki kualitas dalam pembelajaran jarak jauh (distance learning). Jika semula eLearning terkesan sebagai pembelajaran yang pasif dan hanya satu arah dari staf pengajar semata, setahap demi setahap hal ini mulai dirombak.
Dukungan multimedia dan perkembangan baru di dunia web semakin membantu mewujudkan pembelajaran interaktif, meskipun tidak bertemu secara fisik. Hal inilah yang menjadi fokus dalam Internasional Conference eLearning ketiga yang diadakan di Bangkok pada tanggal 3-4 Agustus 2006.
Yang menarik dalam acara tersebut, selain mengundang 49 pembicara yang berasal dari tidak kurang 15 negara, acara ini dapat dihadiri oleh masyarakat umum tanpa dipungut biaya apapun. Kementrian Information and Communication Technology (Teknologi Informasi dan Komunikasi) Thailand ikut menjadi sponsor dalam acara besar yang diadakan sekali dalam setahun tersebut.
Tidak heran, jumlah peserta yang mendaftar membengkak menjadi 500 peserta, yang berasal dari berbagai kalangan di Thailand, dari siswa SMA, mahasiswa, dosen, pemerintah, sampai dengan praktisi asing yang bekerja di Bangkok. Bukan hanya berasal dari ibukota Bangkok saja, tetapi juga datang dari Thailand Selatan yang sesekali dilanda konflik.
Di dalam konferensi tersebut, berbagai ide ilmiah yang disampaikan sebagian besar menuju kepada arah pengembangan praktis eLearning. Jika semula eLearning dilihat sebagai aktifitas upload dan download materi pendidikan secara besar-besaran melalui media internet, saat ini dituntut untuk dapat lebih interaktif dan menekankan kolaborasi di dalam pembelajaran. Bukan semata-mata aktifitas untuk menghabiskan bandwidth internet tetapi juga peningkatan kualitas pembelajaran di dalamnya.
Saat ini, sebagian besar website yang digunakan untuk menyajikan eLearning masih lebih terfokus pada penyediaan fasilitas bagi pengajar untuk meng-upload materi kuliah, ujian, dan prosedur penilaian. Meskipun materi kuliah dapat berupa presentasi ataupun dokumen multimedia, dan kumpulan pertanyaan-pertanyaan yang dapat diberikan secara acak dan berbeda untuk setiap peserta, hal ini masih dianggap sebagai kelemahan.
Tidak adanya hubungan interaktif dan seringkali komunikasi hanya terjalin satu arah antara dosen dengan mahasiswa menjadi keprihatinan tersendiri. Ide e-Collaborative Projects untuk kualitas pembelajaran yang lebih baik disampaikan oleh Lim Kin Chew dari Singapura untuk mencoba membawa peserta keluar dari pemikiran konvensional atas eLearning.
Menurutnya, eLearning juga dapat digunakan untuk memfasilitasi tugas-tugas kelompok meskipun masing-masing siswa terpisah lokasi dan waktu. Dengan demikian, harus ada sistem penilaian yang dapat menangani performa setiap siswa dalam tugas tersebut. Dia menyarankan penggunaan software dari Sakai Project (sakaiproject.org) untuk memfasilitasi siswa dalam bekerja sama, berhubungan satu sama lain, memberikan kritik, dan mengambil kesimpulan secara kelompok di dalam konteks eLearning.
Sisi Gelap eLearning
Ada beberapa kelemahan dalam eLearning yang sering menjadi pembicaraan, antara lain kemungkinan adanya kecurangan, plagiarism, dan pelanggaran hak cipta. Kuldeep Nagi dari Amerika, memberikan ide untuk mengaktifkan diskusi kelompok secara online dan membatasi kadaluwarsa soal-soal ujian.
Selain itu, pengajar juga harus memberikan interaksi yang responsif dan berkelanjutan untuk mengenal siswa lebih jauh serta dan melihat minatnya, memberikan ujian berupa analisa atas suatu kasus yang berbeda, serta memintanya untuk menjelaskan logika yang menjadi dasar analisa tersebut.
Emil Marais dan Basie von Solms dari Afrika Selatan menambahkan perlunya penyediaan alat bantu untuk membatasi akses illegal ke dalam proses pembelajaran, baik dengan menggunakan password ataupun akses dari nomor IP (Internet Protocol) tertentu untuk mengurangi kecurangan dalam praktek eLearning.
Namun Nagi, kesuksesan pembelajaran dalam eLearning juga terletak pada kepercayaan yang diberikan kepada siswa dan kejujuran dari setiap komponen yang terlibat di dalamnya. Awalan e pada eLearning sebetulnya berbicara tentang exploration (pendalaman), experience (pengalaman), engagement (keterlibatan), ease of use (kemudahan penggunaan) and empowerment (pendayagunaan), namun juga memungkinkan untuk dieksploitasi ke arah negatif.
Seyogyanya, selain berfokus pada software yang digunakan untuk eLearning, pengajar perlu memberikan perhatian pada proses penyampaian konten pembelajaran dan manajemen materi eLearning.
Penggunaan Open Source dan Web 2.0
Di dalam konferensi tersebut juga dimunculkan pembahasan mengenai penggunaan software-software open source dan Web 2.0 dalam penyajian konten eLearning. Penggunaan software open source bukan saja dikarenakan gratis tetapi penyelenggara juga dimudahkan untuk melakukan perubahan yang sesuai dengan karakter dan jenis layanan dari institusinya.
Moodle (moodle.org), ATutor (www.atutor.ca), and Sakai merupakan contoh dari software Learning Management System (LMS) yang open souce, gratis dan telah digunakan oleh banyak institusi pendidikan dalam menyajikan konten eLearning. Sebagian besar telah menyediakan fasilitas forum, blog, chat, pembelajaran, bank pertanyaan, penilaian, dukungan multimedia, wiki, tugas kelompok, dan dukungan berbagai bahasa.
Sedangkan pemanfaatan Web 2.0 dalam eLearning mengacu pada ide web sebagai platform dan web service. Di dalam software eLearning, juga harus diperlengkapi dengan aplikasi kantor sejenis Word, Excel, dan PowerPoint. Sehingga staf pengajar dapat langsung bekerja di dalam web tersebut.
Selain itu, output yang dihasilkan dari dokumen tersebut juga harus dapat diakses dari berbagai peralatan seperti ponsel, PDA, ataupun PC tanpa harus mengunjungi situs tersebut. Hal tersebut dapat terjadi apabila dokumen eLearning disimpan dalam format RSS XML, yang umumnya digunakan untuk Blog.
1 komentar:
E-learning akan menjadi sebuah terobosan baru yang akan memajukan Pendidikan jika dilengkapi dengan akhlak yang baik dari semua pelakunya
Post a Comment