(Suara Merdeka, Wacana Nasional 12 Mei 2020)
HARUS diakui, mulai muncul ungkapan kebosanan dari banyak orang yang menjalani pembelajaran daring, setelah hampir mendekati dua bulan ini. Namun bukankah ini juga dialami di dalam perkuliahan tatap muka ketika kelas tidak berhasil terbentuk kemistrinya, antara pendidik dan peserta didiknya? Pembelajaran daring bukan hanya bicara tentang infrastruktur digital semata, melainkan juga teknik penyampaian materi yang tepat maupun yang sesuai dengan karakter pendidik dan siswanya. Ada seorang guru yang pandai merangkai cerita pengalamannya pada masa yang lalu, sehingga siswanya tidak pernah merasa bosan mendengarnya setiap kali bertemu, bahkan siswa merasa mendapatkan wawasan baru. Namun ada guru yang sama-sama menceritakan masa lalu, tetapi siswanya tidak merasa terbantu bahkan muncul perasaan jemu setiap kali mendengar cerita sang guru.
Di sisi lain, ada juga guru yang dengan penguasaan berbagai teknologi, namun justru membuat siswa merasa terbebani. Namun ada juga guru yang sama-sama menguasai berbagai teknologi, tetapi berhasil membangkitkan hasrat dan motivasi siswanya setiap kali bertemu. Keduanya merupakan contoh keahlian yang sama-sama memanfaatkan kekayaan pengalaman pribadi maupun kekayaan penguasaan teknologi. Cerita masa lalu yang terceritakan ke siswa bukan hanya disampaikan dengan penuh semangat, namun dikemas dalam plot cerita menginspirasi, sehingga mampu menarik perhatian dan fokus siswa.
Begitu juga dengan teknologi, tidak semata-mata soal demonstrasi kehebatan penguasaan teknologi atau bahkan yang viral dan terbaru, namun kemampuan mengemas teknologi dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan dan memotivasi siswa. Lain lagi dengan penugasan saat pembelajaran. Pada awal-awal masa pembelajaran daring, banyak siswa mengeluhkan terlalu banyak tugas yang diberikan oleh guru pada saat pembelajaran daring, bahkan sering hanya tugas dalam setiap kali pertemuan. Hal ini menyebabkan kesan pembelajaran daring menjadi tidak menyenangkan akibat banyak pendidik yang hanya memberi tugas tanpa ada penjelasan. Akibatnya secara ekstrem mereka akan menyukai guru atau proses pembelajaran yang meniadakan penugasan.