(Suara Merdeka, Wacana Nasional 15 Desember 2018)
BEBERAPA waktu lalu salah satu calon presiden menyampaikan keprihatinannya akan masa depan generasi muda yang memilih menjadi pengemudi ojek online daripada menjadi pengusaha, pilot, atau sejenisnya. Sebagian masyarakat kemudian bereaksi dengan menekankan informasi terkait penghasilan yang diperoleh pengemudi ojek online. Artinya, penghasilan yang didapatkan oleh pengemudi ojek online bukanlah sekedar angka yang minimal untuk kehidupan berkeluarga.
Namun hal ini sepertinya juga dirasakan oleh banyak pihak yang melihat dan membandingkan profesi pilihan generasi muda saat ini dengan profesi yang dipilih oleh generasi sebelumnya pada masanya dahulu. Sesuatu yang dulunya dianggap tidak perlu menjadi pekerjaan, kini menjadi profesi yang digemari anak muda. Sebagai contoh, jika sebelumnya merekam aktivitas berlibur merupakan kegiatan dokumentasi pribadi yang dibuka secara terbatas, saat ini telah terbuka untuk publik dan menjadi pekerjaan dengan nilai ratusan juta sampai puluhan miliar rupiah.
Begitu juga dengan barista atau peracik kopi yang kini telah menjadi salah satu profesi yang paling diminati anak muda. Padahal bagi generasi sebelumnya, aktivitas sebagai ”tukang kopi” ini bukanlah bagian dari cita-cita dan memiliki peminat dengan kalangan terbatas. Begitu juga pemain game atau gamer yang semula merupakan bagian dari hobi sering kali menciptakan sumber perselisihan bagi para orang tua ketika anak-anaknya menyampaikan ingin menjadikannya sebagai profesi.
Di dalam buku When Millenials Take Over, Jamie Notter dan Maddie Grant mengajukan satu pertanyaan reflektif terkait pilihan yang diambil generasi muda saat ini sebagai suatu kesalahan atau pertanda adanya aturan baru dalam era saat ini? Hal ini mengingatkan saya pada Ir Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia, yang menyampaikan pidatonya di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 30 September 1960 dengan judul ”To Build The World a New” atau ”Membangun Dunia Kembali”.
Soekarno pada saat itu juga menekankan adanya kesadaran akan keseimbangan baru yang akan terjadi dan menyatakan tidak harus mempertahankan dunia yang dikenalnya saat ini, melainkan berusaha membangun suatu dunia baru, yang diharapkan lebih baik sehingga dapat memperbaiki keseimbangan dunia yang lama.
Dunia Paralel
Dunia ini sejatinya paralel, meskipun menempati ruang dan waktu yang sama, belum tentu memiliki kesamaan pandangan sesama penghuninya. Hal ini juga terjadi pada generasi yang berbeda, seperti generasi Y yang saat ini mulai mendominasi dunia kerja dengan generasi Babbyboomer atau generasi X dari masa sebelumnya.
Ketika menyebut nama artis, dua generasi sebelumnya cenderung menyebut nama-nama artis dari tontonan film di layar kaca atau mungkin layar lebar. Namun bagi generasi Y dan Z, mereka bahkan sering tidak tahu nama-nama yang disebutkan oleh orang tuanya dan menyebut nama-nama asing dari layar Youtube.
Meskipun bidang yang dilihat sama, cara memandang dunia yang berbeda telah menjadi representasi dari masing-masing generasi. Bahkan McKinsey Global Institute telah memprediksi banyak pekerjaan yang dulu jadi primadona akan hilang. Namun pekerjaan yang sebelumnya tidak pernah ada justru akan menjadi pilihan bagi generasi muda. Bahkan menurut Yuval Harari, penulis buku Sapiens dan Homo Deus, pekerjaan yang membutuhkan kreativitas akan mempunyai masa depan yang lebih menjanjikan.
Tatanan baru dunia atau new world order setiap pergantian generasi sepertinya tidak bisa dihindari. Dibutuhkan bekal bukan hanya pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga pengalaman, wawasan, dan kewaspadaan dalam menyambut tatatan baru itu. Pengalaman baru yang didapatkan di dunia pendidikan dimungkinkan terjadi melalui kesempatan untuk berjejaring lintas bidang ilmu, lintas agama, lintas budaya, lintas generasi, bahkan lintas negara. Kerja sama yang telah dibangun oleh dunia pendidikan memungkinkan siswa dan lulusannya mengambil kesempatan- kesempatan tersebut.
Melalui perjumpaan dengan pengalaman baru, wawasan setiap pribadi bisa lebih kaya, terbuka, dan adaptif terhadap perubahan. Ketika keseimbangan atau tatanan baru dunia terjadi, generasi muda diharapkan dapat semakin memperbaiki tatanan dunia yang lama. Sering kali perubahan ini mengejutkan bagi generasi Babbyboomer ataupun generasi X, namun generasi ini akan menjadi generasi yang paling beruntung melihat berbagai perubahan radikal yang telah terjadi pada masa lalu ataupun masa depan.
Mengutip pernyataan bijak yang pernah disampaikan oleh salah satu rekan di dalam grup diskusi, sebagai pendidik, telah menjadi suatu kesadaran bahwa saat ini adalah eranya generasi muda yang sering dirasakan berbeda jauh dengan generasi sebelumnya.
Untuk itu, adalah sebuah keharusan membantu generasi muda menyongsong masa depannya tanpa khawatir akan tergantikan. Sebab, secara alamiah generasi sebelumnya akan mundur dan tergantikan oleh generasi baru, karena sejatinya generasi muda adalah masa depan kita semua. Pilihan mereka saat ini merupakan representasi perubahan tatanan dunia.
–– Prof Dr Ridwan Sanjaya, Rektor dan Guru Besar Sistem Informasi Unika Soegijapranata Semarang.
Tautan:
0 komentar:
Post a Comment