(Suara Merdeka, Wacana Nasional, 2 Desember 2017)
PERKEMBANGAN teknologi dengan kecepatan tinggi telah mengubah banyak aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal pembelajaran. Generasi millenial dan centennial yang lahir pada saat teknologi sudah berkembang membuat ponsel cerdas, komputer tablet, dan internet menjadi perangkat biasa yang digunakan sehari-hari.
Pemahaman tentang teknologi informasi dan komunikasi yang lebih cepat dibandingkan generasi sebelumnya membuat mereka terbiasa mencari jawaban tidak selalu dari orang yang lebih pintar atau lebih dewasa, namun melalui teknologi yang secara cepat dapat memberikan jawaban, seringkali lebih komprehensif.
Hal ini menuntut perubahan teknik pembelajaran yang sebelumnya berpusat pada guru atau dosen, menjadi berpusat pada siswa atau mahasiswa.
Meskipun konsep Student-centred learning (SCL) sudah muncul dua dekade yang lalu, penerapannya makin dimudahkan setelah keberadaan teknologi informasi. Dalam SCL, guru atau dosen merupakan dirigen dalam orkestra pencarian pengetahuan. Meskipun tidak mendominasi kelas, para pendidik menguasai gambar besar peta pencarian para siswanya.
Pemanfaatan model pembelajaran kolaboratif akan banyak membantu siswa dalam kecepatan dan kedalaman proses perolehan pengetahuan yang diinginkan. Penggunaan teknologi dalam pembelajaran kolaboratif akan menjadi katalisator dalam tujuan tersebut.
Melalui teknologi, siswa menjadi setara kedudukannya dalam hal kontribusi pengetahuan. Ketika terkoneksi dengan internet, mereka mendapatkan kesempatan yang sama untuk berbagi ide, informasi, pengalaman, dan kemampuan.
Kerja Kolaboratif
Pada dasarnya, kolaborasi merupakan keniscayaan dalam pengembangan pembelajaran berbasis digital. Keberadaan internet yang bisa diakses oleh setiap orang, menjadikannya lebih sulit ketika didesain untuk tertutup. Platform-platform pembelajaran digital memungkinkan pengguna-penggunanya berperan secara egaliter.
Platform sederhana untuk pekerjaan kolaborasi seperti Google Drive, Dropbox, dan Microsoft OneDrive sering digunakan untuk menyimpan dan memperbarui dokumen agar bisa diakses oleh anggota tim yang lain.
Platform yang lebih lengkap seperti dalam Google Docs dan Office 360 memungkinkan kolaborasi secara langsung di internet dalam proses perubahan tanpa harus diunduh atau diunggah terlebih dahulu. Layanan awan (cloud services) tersebut menjadikan setiap orang tidak harus memiliki dokumen atau bahkan memiliki komputer untuk bekerja.
Setiap hardware atau perangkat keras yang terhubung ke internet dapat digunakan untuk bekerja di mana pun dan kapan pun penggunanya membutuhkan. Hal ini membuat kerja kolaboratif semakin tidak terbatas. Dalam pembelajaran, platform lain yang umum digunakan adalah Wiki.
Setiap anggota tim dapat berkontribusi melengkapi informasi atau pengetahuan yang sedang dibangun di dalam suatu situs web. Keterbukaan mendorong banyak orang terbuka dan mempunyai keinginan untuk berbagi informasi dan pengetahuan di dalam platform tersebut.
Jika pada awalnya konten Wiki sering tidak akurat, maka seiring dengan meningkatnya peran kontributor dan sukarelawan akan meningkatkan keakuratan informasi yang dibagikan. Sehingga informasi yang dirujuk oleh orang lain dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selain itu, Pressbooks.com juga dapat menjadi platform dalam pembelajaran kolaboratif.
Perangkat lunak berbasis web yang berfungsi untuk menyusun buku digital ini menggunakan Content Management System (CMS) sebagai platform dasarnya. Penggunaan CMS memungkinkan setiap orang yang terdaftar dapat menjadi bagian dari penulis bersama.
Tidak hanya tulisan untuk bab yang berbeda, tetapi juga tulisan untuk bab yang sama dapat dikerjakan secara bersama-sama. Platform lainnya untuk pengembangan permainan digital secara bersama- sama juga dapat dilakukan melalui perangkat lunak pembuatan game yang terhubung dengan penyimpanan online.
Begitu juga dengan perangkat lunak Learning Management System (LMS) yang dapat diintegrasikan dengan fitur Sharable Content Object Reference Model (SCORM) dalam pembelajaran kolaboratif. Dalam sebuah riset yang dilakukan oleh Wenworth (2014) pada beberapa perusahaan, pembelajaran kolaboratif dengan teknologi ternyata dapat meningkatkan fokus antara 73% sampai dengan 83% karyawan.
Hal ini menunjukkan adanya pengaruh positif pada dampak pembelajaran kolaboratif dengan menggunakan teknologi. Pada masa yang akan datang, pembelajaran kolaboratif dengan teknologi akan menjadi aktivitas yang semakin dibutuhkan. Di sisi yang lain, konten yang telah disusun sangat dimungkinkan untuk dapat terkoneksi dengan penerbit buku atau ebook.
Informasi dan pengetahuan yang disusun bahkan bisa bernilai secara komersial dan tersebar secara luas melalui jaringan distribusi penerbit yang telah dibangun. Sehingga hal ini akan menjadikan pembelajaran kolaboratif terkoneksi dengan kesempatan-kesempatan yang baik di ranah publik dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan.
—Ridwan Sanjaya, guru besar Sistem Informasi Unika Soegijapranata
Tautan:
0 komentar:
Post a Comment