(Suara Merdeka, Halaman Utama 11 Februari 2021)
Perkembangan teknologi informasi tidak bisa dipungkiri telah banyak menggerus eksistensi media cetak di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Bukan hanya karena akses informasi bisa diperoleh secara real-time melalui gadget maupun kebiasaan generasi muda yang sehari-harinya mendapatkan berbagai informasi dari gadget, tetapi juga karena cara untuk mendapatkan media cetak umumnya harus melalui berbagai perantara seperti agen koran, penjual koran, atau loper koran. Biaya kertas dan cetak yang terus naik juga menjadi perhatian tersendiri dalam biaya produksi.
Menghilangkan perantara, meminimalkan biaya, dan mempercepat proses merupakan kelebihan teknologi yang selalu disebutkan dalam rantai pasokan atau seringkali disampaikan pada saat menceritakan kisah sukses perusahaan berbasis teknologi di awal abad 21. Dalam survei AC Nielsen juga disebutkan jumlah pembaca media online di tahun 2020 sudah mencapai 6 juta orang, atau lebih banyak dibandingkan pembaca media cetak yang sebanyak 4,5 juta orang.
Beberapa tahun terakhir ini, beberapa media cetak di Indonesia juga akhirnya memutuskan berhenti atau berpindah ke dalam wujud digital. Apakah media online harus menjadi akhir dari media cetak? Apakah disrupsi digital tidak bisa dihindarkan dari media cetak? Berbagai pertanyaan ini juga muncul pada saat Suara Merdeka menginjak usianya yang ke-71.
Modal Kepercayaan
Kelebihan dalam hal mutu jurnalisme media cetak yang masih lekat di dalam benak masyarakat mengingatkan kita pada kisah pertarungan bisnis transportasi di Indonesia dimana pemain lama yang mempunyai kelebihan dalam hal rekam jejak, kenyamanan, dan keamanan segera beradaptasi dengan teknologi dan menciptakan keunggulan baru yang tidak mungkin dimiliki oleh pemain baru. Ketika masa bulan madu tarif dengan pemain baru selesai, pemain lama mulai dirasakan keunggulannya dalam hal layanan selain rekam jejaknya yang sudah terpercaya. Mobil-mobil jenis baru yang tidak mungkin dimiliki oleh perorangan menjadi keunggulan tersendiri.
Fenomena clickbait pada media online dimana gambar dan judul bisa berbeda dengan berita di dalamnya dan kemiripan antara berita satu dengan lainnya di media online, atau bahkan kualitas dan kedalaman berita yang minim sehingga pembaca harus mencari berita dari sumber lainnya merupakan masalah dan tugas yang bisa dijawab oleh Suara Merdeka. Kepercayaan yang telah diperoleh selama ini dalam menyajikan berita yang jujur dan diolah terlebih dahulu untuk melengkapi kedalaman berita memang tidak boleh hilang di jaman digital.
Apabila media massa hanya sekedar cepat tetapi ceroboh, cepat tetapi tidak cerdas, maupun cepat tetapi sering salah atau bohong, lama kelamaan akan dirasakan oleh pembaca dan membuat malu mereka yang membagikannya. Kelebihan dalam hal rekam jejak yang baik dan adaptasi dengan teknologi informasi seperti dalam kisah kompetisi bisnis transportasi yang diceritakan sebelumnya, menjadi satu rumus yang dapat menjadi rujukan bahwa tidak selalu pemain baru dengan teknologi terkini akan memenangkan kompetisi sekaligus membuktikan eksistensi pemain lama yang dapat beradaptasi.
Suara Merdeka sebagai media cetak sekaligus media online didukung dengan kepercayaan yang telah terjalin dalam kurun waktu yang lama, menjadi keunggulan yang saling melengkapi dan dibutuhkan oleh pembaca, termasuk generasi saat ini. Pribadi yang cerdas dan tidak termakan oleh hoax, sejatinya merupakan keinginan setiap orang.
Tetap Inovatif
Meskipun Suara Merdeka telah memiliki media cetak dan media online secara bersamaan, integrasi dan kolaborasi keduanya merupakan hal yang dapat menciptakan keunggulan tersendiri bagi media cetak, bahkan mungkin tidak dapat dilakukan jika hanya memiliki media online saja. Kedalaman berita sekaligus kemungkinan untuk penelusuran lebih Ianjut dari dalam media cetak ke media online akan mampu menjawab kebutuhan pembaca-pembaca cerdas, selain kecepatan dalam pemberitaan yang tidak terhindarkan.
Menurut Gartner (2018), fenomena FoMO atau Fear of Missing Out alias ketakutan ketinggalan informasi diprediksi telah menjadi suatu budaya bagi generasi milenial dan generasi Z, yang jika disikapi dengan positif akan menghasilkan pengalaman-pengalaman baru. Hasilnya, akan menjadi daya dorong bagi kita semua dalam menciptakan inovasi-inovasi terbaru sehingga generasi muda merasa kekinian dan keren dalam menggunakannya.
Pemanfaatan Virtual Reality, Augmented Reality, atau bahkan Mixed Reality dalam pemberitaan media cetak juga dapat menciptakan pengalaman-pengalaman baru bagi generasi kekinian maupun pemasang iklan. Di dalam buku Generasi Z yang ditulis David dan Jonah Stillman (2017), gabungan antara dunia fisik dan digital atau disebut sebagai phygital merupakan realitas yang dapat saling melengkapi dan saling menggantikan bagi generasi saat ini. Menjadi media yang jujur dan terpercaya sekaligus mampu memberikan pengalaman baru bagi generasi saat ini, kenapa tidak? Selamat ulang tahun Suara Merdeka ke-71! (Ridwan Sanjaya, Guru Besar Sistem Informasi dan Rektor Unika Soegijapranata)
Tautan:
0 komentar:
Post a Comment