14 December 2019

Ketika Gelar Tidak Menjamin

(Suara Merdeka, Wacana Nasional 14 Desember 2019)


BEBERAPA waktu yang lalu Menteri Pendidikan Nadiem Makarim menyampaikan bahwa saat ini Indonesia sedang memasuki era di mana gelar tidak menjamin kompetensi, kelulusan tidak menjamin kesiapan berkarya, akreditasi tidak menjamin mutu, dan masuk kelas tidak menjamin belajar.
Meski banyak pihak memperdebatkan, pernyataan ini bukanlah hal baru karena pandangan ini pernah tersampaikan dalam Tajuk Rencana Suara Merdeka 4 Desember 2017 di mana perusahaan skala global seperti Google telah memutuskan tak lagi mensyaratkan ijazah untuk bergabung. Tentu ada pengalaman yang melatarbelakanginya.

10 September 2019

Lulusan PT dan Pencerahan Kedua

(Suara Merdeka, Wacana Nasional 6 September 2019)
SM 06_09_2019 Lulusan PT dan pencerahan keDua
SELESAI studi dari perguruan tinggi dengan predikat apa pun, merupakan bagian dari pencapaian yang dirasakan secara langsung oleh para lulusan, bahkan menjadi sejarah yang akan terus melekat dan terceritakan sampai akhir hayat nanti.
Bagi orang tua, pasangan, keluarga, atau teman-temannya, mendengar pengumuman kelulusan atau menyaksikan peristiwa penting saat mereka diwisuda akan menjadi satu peristiwa yang berkesan dan membanggakan. Mungkin dalam waktu-waktu ke depan, peristiwa tersebut akan terus dibawa dan dibagikan kepada orang-orang terdekatnya.
Hal yang sama saya alami pada saat berkunjung ke Vatikan pada hari Minggu yang lalu. Pada saat doa jam 12 siang, Paus Fransiskus mengumumkan pengangkatan Mgr Ignatius Suharyo sebagai satu dari 13 kardinal baru atau pejabat senior dalam lingkup Gereja Katolik Roma. Berada di tengah-tengah peristiwa penting secara langsung, meskipun hanya menyaksikan, menjadi satu peristiwa yang berkesan dan membanggakan.

10 August 2019

Keterlibatan Sinergis

(Suara Merdeka, Wacana Nasional 5 Agustus 2019)

SM 05_08_2019 Keterlibatan Sinergis

MESKIPUN dilahirkan 37 tahun lalu, Unika Soegijapranata pernah mengalami transformasi dari Unika Atmajaya Cabang Semarang pada 1964 menjadi Institut Teknologi Katolik Semarang (ITKS) pada 1973, dan akhirnya menjadi kampus dengan nama saat ini pada 1982. Penggunaan nama Soegijapranata diambil dari nama tokoh dan pahlawan nasional yang menjadi Uskup Agung Semarang dan dimakamkan di Semarang.

Melalui sosok Mgr Albertus Soegijapranata SJ yang menjadi patron pelindung universitas, civitas academica Unika Soegijapranata mendapatkan kesempatan untuk belajar nilai-nilai kebangsaan, kemanusiaan, integritas, pluralisme, dan multikultural. Nilai-nilai tersebut kini menjadi ciri khas yang kuat dalam kehidupan, proses pembelajaran, dan pergaulan di Unika Soegijapranata.

Motto Talenta pro patria et humanitate yang dimiliki oleh kampus yang bersumber pada pesan Mgr Soegijapranata yang berbunyi bakat pemberian Allah jangan hanya kau sembunyikan, persembahkan seluruhnya kepada nusa, bangsa, dan negara menjadi spirit universitas dalam menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi ataupun berbagai aktivitas di dalam masyarakat.

Dalam rangkaian internalisasi nilai-nilai Mgr Soegijapranata, Unika menetapkan tema karya Keterlibatan Sinergis pada satu tahun menjelang usianya yang ke-37. Keterlibatan sinergis ini mempunyai makna setiap orang terlibat secara aktif dan menjadi bagian yang penting dalam setiap langkah bersama, bukan hanya ikut-ikutan atau sekadar mengikuti langkah yang lain. Kesadaran untuk terlibat secara sinergis diharapkan menghasilkan dampak yang lebih besar di masyarakat.

20 July 2019

Refleksi 82 Tahun Ngesti Pandawa

(Suara Merdeka, Wacana Nasional 9 Juli 2019)

SM 9_07_2019 Refleksi 82 Tahun Ngesti Pandawa

“Kebudayaan warisan leluhur tidak selalu harus direpresentasikan dalam wajah yang lama dan suram”

MERAYAKAN usianya ke-82 tahun, Ngesti Pandawa masih mampu menyuguhkan pertunjukan wayang orang yang menarik untuk ditonton dan diikuti oleh masyarakat dari berbagai lapisan. Hal ini terlihat dari banyaknya penonton yang memenuhi kursi di lantai satu sampai dengan tribune di lantai dua.

Penonton pun bertahan menyaksikan pertunjukan sampai usai. lni bisa dimaknai sebagai petunjuk bahwa sebetulnya pertunjukan seni dan budaya seperti wayang orang masih diminati dan disukai oleh masyarakat, terutama warga Kota Semarang.

Namun keterlibatan berbagai sanggar tari juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari antusiasme masyarakat untuk menonton pertunjukan sampai larut malam. Setiap sanggar sari tampil cantik dan menarik ketika mengawali acara. Artinya, pertunjukan wayang orang bisa menjadi lebih diminati dan menarik antusiasme masyarakat jika menggabungkan keterlibatan sanggar tari yang ada di sekitar masyarakat. Kesempatan untuk tampil di hadapan masyarakat secara luas di Ngesti Pandawa merupakan bagian dari prinsip saling menguntungkan yang dapat diolah.

Satu hal yang tidak kalah penting adalah keterlibatan tokoh masyarakat di atas panggung, dari unsur birokrat pernerintah, dosen, tenaga kependidikan, dokter, sampai polisi. Tokoh-tokoh masyarakat yang umumnya juga pencinta seni dan budaya itu juga secara langsung ataupun tidak langsung menghadirkan keluarga, kolega. dan teman-teman di lingkungannya.

Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Dr Sri Puryono KS bahkan menekankan, keterlibatannya dalam pentas di berbagai acara sejenis tidak perlu dihargai secara finansial tetapi dengan kehadiran masyarakat. Artinya, kesediaan tokoh masyarakat untuk terlibat dapat menjadi bagian dari ramuan pertunjukan yang dapat dijadwalkan jauh-jauh hari. Meski bukan profesinya, tokoh-tokoh masyarakat yang terlihat di sana dapat dilihat bermain dengan baik.

Dukungan teknologi cahaya dan komputer cukup menguatkan kesan pertunjukan yang profesional. Narasi cerita di kedua sisi panggung banyak membantu penonton dari generasi muda dalam mengikuti kisah dan nama-nama tokoh wayang orang yang sedang dimainkan di panggung. Meskipun pemain sering menggunakan Bahasa Jawa halus, penonton yang tidak cukup menguasainya tetap dapat mengikuti cerita dan tidak sekadar menikmati adegan demi adegan di panggung.

21 May 2019

Menemukan Keseimbangan di Era Disruptif Artikel

(Tribun Jateng, Opini – 18 Mei 2019)

Melihat video-video di sebuah kanal Youtube salah satu pemain lama di dunia taksi, tampak terlihat bahwa dunia bisnis bergerak dinamis dan menemukan titik keseimbangannya. Hal ini sama seperti yang terjadi di tengah hiruk-pikuk bisnis taksi beberapa tahun terakhir ini. Melihat geliat Blue Bird yang baru saja meluncurkan taksi listrik BYD e6 dan Tesla model X 75D, perusahaan ini tampaknya bisa bertahan dengan baik meskipun awalnya kesulitan menghadapi era disrupsi.
Investasinya dalam jumlah besar untuk kendaraan-kendaraan yang tidak umum dimiliki oleh pribadi-pribadi yang menjadi mitra pengemudi taksi online pesaingnya, membuat posisi taksi ini bisa berbeda secara signifikan dibandingkan sebelumnya. Usaha tersebut dapat dipandang menjadi gerakan lanjutan dari beberapa inovasi digital dalam aplikasi dan pemasaran yang telah diusahakan oleh perusahaan ini sebelumnya, untuk mengejar ketinggalan di era disrupsi dalam dua tahun terakhir ini.
Seperti yang diilustrasikan di dalam salah satu videonya di Youtube, sebagai pemain lama ia merasa bagaikan kapal besar yang tidak mungkin berbelok dengan lincah namun memiliki kelebihan terkait pengalaman yang lebih lama dalam dunia taksi dan konsumennya. Meskipun menyatakan keinginannya untuk kembali belajar dengan dunia yang baru, pemain lama tidak harus bergerak mengambil langkah yang sama seperti pesaingnya. Justru melalui kelebihannya yang telah dimiliki pada masa sebelumnya, perusahaan ini bisa mengembalikan bisnisnya ke jalur yang sesuai di jaman yang baru.
Sekian lama malang melintang di dunia taksi, Blue Bird masih memliki kelebihan yang belum sirna dari ingatan pelanggannya, terutama dalam hal kenyamanan, keamanan penumpang, dan sistem pengelolaan SDM yang lebih matang. Kepercayaan dan loyalitas pelanggan yang masih ada di dalam benak konsumen bisa mengembalikan posisinya ke semesta yang baru.

28 April 2019

Lulusan PT dan Era Society 5.0

(Suara Merdeka, Wacana Nasional 27 April 2019)

DALAM beberapa tahun ini kita diperlihatkan berbagai terobosan teknologi yang menghasilkan nilai-nilai baru dalam kehidupan manusia melalui bentuk kecerdasan buatan, Big Data, dan Internet of Things (IoT). Kalangan bisnis menyebut ketiganya sebagai inti dari industri 4.0, sedangkan pemerintah Jepang sejak tahun 2016 merumuskannya sebagai masyarakat 5.0 atau society 5.0.
Kedua terminologi ini menekankan adanya interkoneksi data dari berbagai pihak yang terkumpul menjadi Big Data melalui perangkat-perangkat yang terhubung ke internet dan kemudian diolah menggunakan kecerdasan buatan untuk menghasilkan keputusan-keputusan penting di dalam industri maupun kehidupan masyarakat.
Transformasi tersebut akan banyak mengubah wajah bisnis pada masa depan dan cara hidup manusia. Data bukan hanya menjadi bagian penting bagi para manajemen di dunia bisnis, melainkan juga bagi kehidupan masyarakat secara umum.
Sebagai contoh, pada jam-jam sibuk, kita seringkali membutuhkan bantuan aplikasi peta digital untuk menentukan jalur yang akan ditempuh agar sampai di tempat tujuan dengan cepat dan lancar.
Kecepatan dan kualitas supply data ke penyedia peta digital akan menentukan solusi yang paling tepat bagi perjalanan kita, bukan hanya terkait jarak terdekat untuk menuju suatu lokasi tetapi juga jarak tersingkat berdasarkan analisis data terkait kondisi jalan, cuaca, atau bahkan kepadatan lalu lintas.
Hal ini tidak dimungkinkan pada masa-masa sebelumya karena data yang dimiliki tidak cukup banyak untuk dianalisis, belum banyak perangkat-perangkat yang ikut membantu pengumpulan data tersebut, serta variasi data yang tersedia pada saat itu belum mencakup semua kondisi yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan.

02 February 2019

Ketika (Big) Data Berkuasa

(Tribun Jateng, Opini - 29 Januari 2019)


PENGARUH teknologi informasi dalam mengubah peta bisnis di berbagai belahan dunia telah banyak menjadi fokus pembicaraan dalam beberapa tahun terakhir ini. Bisnis di bidang transportasi, penginapan, tiket wisata, hiburan, pakaian, makanan, dan finansial mendapatkan kejutan yang mungkin tidak terprediksi sebelumnya. Dalam bidang tertentu bahkan terjadi penolakan di berbagai tempat, terutama melalui regulasi. Namun tampaknya gelombang inovasi tersebut tidak terhenti.
Keberadaan teknologi dalam inovasi di berbagai bidang tersebut sebenarnya terkait dengan pengelolaan data yang sebelumnya diolah secara manual kemudian digantikan oleh aplikasi. Sebagai contoh, keberadaan sopir taksi dan penumpangnya jika dahulu dicocokkan oleh operator layanan taksi kini berubah menjadi aplikasi, yang mempertemukan data GPS sopir taksi dan penumpangnya. Begitu juga dengan tiket perjalanan yang dahulu dibantu oleh karyawan agen perjalanan, kini berganti menjadi aplikasi yang menelusuri sekaligus membandingkan data moda transportasi dan harga dari berbagai sumber.
Bahkan jika diolah lebih lanjut, data yang dimiliki oleh pengelola aplikasi dapat berkembang menjadi informasi deskriptif atau grafis yang menggambarkan waktu-waktu puncak, lokasi-lokasi favorit yang dikunjungi, pilihan moda transportasi, bahkan rute-rute yang sering digunakan oleh semua pengguna maupun pribadi demi pribadi. Kekuatan data ini akan menjadi dasar pengambilan keputusan bagi pemilik bisnis untuk mempertajam strateginya ataupun meningkatkan kinerjanya.

25 January 2019

Dilema seorang penemu

(Beritagar, Telatah - 23 Januari 2019)

Tahun 2018 yang penuh antusiasme dan hingar bingar teknologi baru maupun cara-cara baru dalam berbagai aktivitas masyarakat modern ternyata menyisakan tanda tanya keberlanjutannya. Namun filsuf Yunani Heracletos (540-480 SM) telah jauh-jauh menyatakan bahwa nothing endures but change, atau tiada yang tidak berubah kecuali perubahan itu sendiri.

Artinya, inovasi-inovasi yang tercipta hanya baru pada masanya saja dan tetap bisa tergantikan dengan yang lebih baik. Tidak ada yang abadi.

Mengikuti perubahan yang tiada henti seringkali menciptakan kelelahan bahkan keputusan untuk berhenti. Obrolan selama perjalanan pulang dengan sopir taksi bandara yang berusia 62 tahun menyiratkan bahwa dirinya sudah tidak sanggup lagi mengikuti perkembangan taksi sekarang ini. Meskipun setahun yang lalu taksinya juga telah dipasang aplikasi pemesanan secara daring, akhirnya dia menyerah dan mengambil keputusan untuk berhenti dari taksi konvensional, kemudian bergabung dengan taksi bandara yang tidak dikejar-kejar setoran.

Alasannya, dia merasa cara yang baru tersebut lebih cocok untuk generasi yang baru. Meskipun dirinya sudah berusaha belajar sekuat tenaga, tetap saja tidak tak satupun kebiasaan baru bisa dijalaninya. Ia memilih menepi dari hiruk pikuk arus utama dan menjalani pola kerja yang lebih sesuai dengan dirinya, serta melayani captive market yang seringkali juga memilih tidak berubah atau tidak bisa berubah.

Artikel ini selanjutnya dapat dibaca di situs Beritagar...