(Suara Merdeka – Halaman Teknologi, Senin 16 Juni 2014)
Selama ini, game seringkali divonis sebagai penyebab penurunan prestasi belajar siswa, peningkatan agresivitas pemainnya, dan penurunan kualitas kehidupan sosial. Hal tersebut tidak sepenuhnya salah, namun dengan sedikit pergeseran, diharapkan hasilnya akan menjadi positif.
Pada tingkat kecanduan game yang parah, seringkali pemain lebih tertarik untuk menuntaskan permainannya daripada mengikuti proses pembelajaran di sekolahnya. Bahkan karena keinginannya yang kuat untuk menyelesaikan setiap tingkat dalam permainan tersebut, seseorang menjadi lebih agresif.
Bahkan tanpa sadar, dia juga mempelajari kekerasan. Semakin jahat dan brutal, semakin cepat pemainnya menyelesaikan pertarungannya. Beberapa teknik cheat untuk mendapatkan kemenangan dalam permainan juga tanpa terasa telah menghalalkan kecurangan sejak masih kecil.
Dengan mempelajari karakteristik beberapa game populer yang mengakibatkan berbagai dampak negatif di atas, sebetulnya dapat diformulasikan menjadi permainan yang mendidik. Jika semula nilai-nilai negatif yang ditransfer kepada pemainnya, maka ditransformasi menjadi nilai-nilai positif untuk pemainnya.
Sehingga game edukasi harusnya tidak semata-mata merupakan transfer konten-konten pendidikan dalam bentuk digital. Tetapi harus juga dapat menciptakan perasaan yang sama senangnya ketika siswa memainkan game-game populer tersebut. Namun bedanya, nilai-nilai yang ditransfer merupakan formulasi konten pendidikan yang ingin disampaikan.
Alur cerita yang menarik merupakan alasan seseorang betah bermain game. Jika hal tersebut diadopsi ke dalam game edukasi, maka pemain tentunya betah berlama-lama memainkan berbagai tantangan di dalam permainan. Tanpa sadar, pemain telah menyerap berbagai pengetahuan yang ingin disampaikan dalam setiap tantangannya.
Jenis Permainan
Banyaknya jenis permainan yang ada sekarang ini seperti pertarungan, tembak-menembak, aksi, petualangan, peran, simulasi, ataupun strategi, dapat dimanfaatkan untuk penyampaian jenis materi yang berbeda.
Misalkan, mahasiswa GameTech Unika Soegijapranata pernah membuat game yang mempelajari sejarah seperti Pertempuran 5 hari di Semarang, Palagan Ambarawa, 10 Nopember, dan Pertempuran Medan Area [ref] dengan menggunakan jenis permainan tembak-menembak.
Yang membedakan pada game edukasi, tembak-menembak tidak memicu agresivitas pemain. Hal ini dapat diformulasikan dalam bentuk visualisasi kemenangan yang tidak harus dilakukan dengan brutal dan kekalahan yang tidak selalu diasosiasikan dengan banyaknya darah.
Selain itu yang tidak kalah penting, perjalanan sejarah dapat tersampaikan dalam bentuk pengantar permainan pada setiap level, penyebutan lokasi dan tokoh-tokohnya, serta narasi yang menyimpulkan nilai positif dari sejarah yang dipelajari.
Alhasil, pemain tetap merasakan serunya bermain namun pelan-pelan dituntun untuk mempelajari sejarah yang ingin disampaikan oleh pembuatnya.
Jenis permainan lainnya seperti petualangan, dapat digunakan untuk menyampaikan konten pendidikan sambil pemain menemukan jalan menuju dunia berikutnya, rahasia-rahasia tersembunyi, dan pantangan-pantangan tertentu.
Sebagai contohnya, nilai anti-korupsi dapat disampaikan melalui respon ketika pemain menemukan harta milik orang lain dalam petualangnya. Ketika pemain memilih untuk menyembunyikan, maka nilai pemain justru akan dikurangi.
Sebaliknya, ketika pemain memilih untuk mengembalikan ke pemiliknya maka nilai pemain akan meningkat dan nilai pada poin kehormatan akan ditambahkan. Bahkan pemain juga bisa masuk ke dalam petualangan dunia yang berbeda.
Dengan kreatifitas dalam merancang dan mengemas alur permainan, setiap jenis permainan yang ada dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan nilai-nilai edukasi yang berbeda. Sehingga siswa tidak bosan dan menikmati variasi permainan yang diciptakan oleh guru-gurunya.
Mudah Membuat Game
Pada pelatihan pembuatan game edukasi beberapa waktu yang lalu pada beberapa sekolah di Semarang [ref], guru-guru menemukan kesimpulan bahwa program permainan komputer bisa dibuat sendiri tanpa harus tergantung dengan orang lain yang ahli di bidang komputer.
Yang dibutuhkan hanyalah imajinasi dan konten pendidikan yang akan ditransfer kepada siswa yang memainkan. Imajinasi diperlukan untuk menciptakan permainan yang menarik untuk terus diikuti dan secara halus mengirimkan konten-konten edukasi kepada pemainnya.
Sebagai langkah awal, guru-guru diajak untuk membuat permainan dengan menggunakan program bantu pembuat permainan seperti RPG Maker. Software tersebut bisa diunduh melalui www.rpgmakerweb.com dan tersedia dalam versi gratis dan percobaan 30 hari.
Hasilnya, game dengan berbagai cerita dan petualangan dapat dihasilkan dalam waktu beberapa jam saja. Pengembangan selanjutnya dapat dilakukan secara mandiri atau bersama-sama dengan menggunakan program yang sama atau mencoba menggunakan program bantu lainnya.
Hasil akhirnya, berbagai jenis permainan dapat dihasilkan untuk kepentingan transfer konten pendidikan kepada siswa secara menyenangkan. Bukan tidak mungkin, peluang kewirausahaan sekolah juga bisa tumbuh melalui karya-karya kreatif yang dihasilkan oleh para pendidik. (Ridwan Sanjaya, www.gametechnology.info)
Kliping: Suara Merdeka
0 komentar:
Post a Comment