(Suara Merdeka, Wacana Nasional, 21 Oktober 2017)
"Pemerintah dapat menjadi bagian dari solusi dengan memungkinkan taksi konvensional untuk juga membuka kanal bisnis baru dengan jenis ekonomi berbagi, atau memudahkan konversi bisnis taksi konvensional menjadi lebih kompetitif."
POLEMIK yang berujung pada pelarangan pengoperasian taksi berbasis aplikasi di beberapa daerah mendorong warga internet atau netizen menyuarakan sikapnya. Paling tidak ada tiga petisi online yang dibuat melalui change.org untuk mendukung taksi daring. Satu petisi bahkan mendapatkan dukungan meluas sampai tujuh ribuan pendukung yang meminta agar Pemkot Bandung tidak melarang taksi daring.
Sepekan kemudian Wali Kota menegaskan, angkutan online atau dalam jaringan (daring) dan aktivitasnya tidak dilarang di Kota Kembang. Biaya yang lebih murah dan sudah dapat diketahui secara pasti, pembayaran dengan alternatif yang memudahkan, serta kemudahan memantau posisi taksi secara real-time menjadikan layanan itu banyak disukai pengguna. Taksi daring dianggap lebih berpihak kepada masyarakat, karena membantu dalam menjalani aktivitasnya sehari-hari secara lebih efisien.
Meski polemik mengenai taksi daring sudah dimulai sejak lama, putusan Mahkamah Agung Nomor 37 P/ HUM/2017 menjadi pemicu pelarangan oleh pemerintah daerah dalam sebulan terakhir. Padahal Mahkamah Agung justru memutuskan 14 poin dalam Permenhub No 26 Tahun 2017 yang dianggap banyak pihak tidak menguntungkan taksi daring, tidak berkekuatan hukum tetap mengikat.
Perintah Mahkamah Agung kepada Menteri Perhubungan adalah mencabut 14 peraturan tersebut atau merevisi Permenhub, karena dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; serta UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pemerintah diharapkan memperbaiki peraturan-peraturan yang dinilai tidak sesuai dengan putusan Mahkamah Agung.
Polemik pada akhirnya memang melibatkan pemerintah daerah dan pusat yang menjadi tempat berkeluh-kesah para pengemudi taksi konvensional. Namun, memberhentikan operasi taksi daring bukan langkah bijak. Pemerintah seharusnya berperan sebagai pihak yang menghasilkan solusi yang kini malah diambil perannya oleh pengembang taksi daring dalam menghasilkan transportasi murah, pasti, dan aman. Inovasi yang berkembang tidak bisa dihindari dan tidak bisa disikapi dengan cara-cara lama.
Sembilan poin perubahan mendasar yang diusulkan menggantikan Permenhub No 26 Tahun 2017 dipandang sebagai cara merukunkan pengelola transportasi agar bisa bersama-sama mencari rezeki; tetapi tidak menyentuh solusi mendasar dalam menghasilkan kebijakan inovatif transportasi yang berpihak pada konsumen. Steve Case, pendiri American Online atau AOL, dalam bukunya ”The Third Wave” (2017) menyebutkan regulasi pemerintah seyogianya dibuat untuk mendukung masyarakat, dan tidak menjadikan mundur dan terbelakang.
AS pada saat dipimpin oleh Barack Obama membentuk satuan tugas untuk menjawab perkembangan baru dalam masyarakat terkini yang disebut sebagai gelombang ketiga. Mereka ditugasi memahami karakteristik dan kemungkinan inovasi-inovasi masa kini secara komprehensif untuk kemudian dipakai sebagai pijakan perubahan dan perbaruan aturan-aturan yang dinilai menghambat.
Mereka menyadari, kekeliruan dalam pengambilan sikap dan kebijakan terhadap inovasi terbaru akan membawa konsekuensi yang tidak diharapkan. Usaha pemerintah menjadi penengah adalah hal baik. Namun, memuaskan semua pihak tidak akan menghasilkan solusi.
Analoginya, menjawab masalah anak-anak kita dengan cerita masa lalu orang tuanya seringkali menimbulkan kebingungan anak-anak dalam menerapkan praktik nyata dalam kehidupannya. Rhenald Kasali dalam bukunya ”Disruption” (2017) menekankan, memahami inovasi saat ini harus dengan cara berpikir terkini, bukan menarik mereka ke dalam aturan-aturan masa lalu meskipun sebelumnya terbukti baik-baik saja.
Dalam hal taksi daring, pembiayaan berubah lebih murah salah satunya karena perubahan struktur biaya dalam layanan, yaitu konsep ekonomi berbagi. Pemerintah dapat menjadi bagian dari solusi dengan memungkinkan taksi konvensional untuk juga membuka kanal bisnis baru dengan jenis ekonomi berbagi, atau memudahkan konversi bisnis taksi konvensional menjadi lebih kompetitif.
Beberapa taksi konvensional bahkan telah sejak lama memperbolehkan pengemudinya mengangsur mobil yang digunakan selama mereka bekerja. Hal itui mirip dengan pengemudi taksi daring yang mencicil mobilnya untuk menjadi bagian dari ekonomi berbagi. Konversi bisa menjadi bagian dari kemudahan yang diberikan oleh pemerintah.
Reputasi taksi konvensional yang telah dibangun selama ini merupakan modal besar dalam mempertahankan kepercayaan pelanggan, di samping teknologi informasi yang saat ini juga sudah dikembangkan oleh banyak perusahaan taksi konvensional. Pada akhirnya, kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah punya keberpihakan kepada masyarakat sekaligus memberi solusi lebih inovatif dengan melihat masa depan.(17)
—Ridwan Sanjaya, Guru Besar Sistem Informasi Unika Soegijapranata
Sumber: Wacana Nasional Suara Merdeka, E-paper Suara Merdeka
0 komentar:
Post a Comment